Di sebuah ruangan, tampak beberapa orang saling bertukar jabatan tangan dan melempar senyuman. Pertemuan yang telah di rencanakan itu, membuahi hasil. Mereka terikat dalam sebuah proyek yang akan saling menguntungkan ke dua belah pihak.
Namun, kali ini beda. Proyek yang akan di jalani, bukanlah proyek biasa dari perusahaan yang tengah di incar oleh perusahaan yang lain. Dan tidak mudah bagi perusahaan lain untuk mendapatkan kontrak kerja sama dengan perusahaan tersebut.
Dan lihat, bagaimana seorang wanita bernama Gresya Zivanka berumur 24 tahun terbilang muda itu dengan mudah, ia mendapatkan kerja sama tersebut. Wanita yang mempunyai lekuk tubuh mempesona itu, mampu menghinoptis dua lelaki di hadapannya.
"Semoga kerja sama kita berjalan dengan lancar," tutur lelaki yang berbadan tegap bernama Kenan. Manik matanya begitu lihai menelusuri setiap inci tubuh Gresya yang tengah menyambut jabatan tangannya.
Gresya pun membalas dengan senyuman yang nampak di paksakan hadir. " Semoga saja. Aku juga mengharapkan hal yang sama!"
Begitu juga dengan lelaki di sebelah Gresya sebagai sekretarisnya, yang tidak lain Xandro Julius. Membalas jabatan tangan tersebut.
"Kalau begitu, kami pamit dulu. Sampai jumpa kembali, Nona Gresya."
Gresya membalas dengan anggukkan." Sampai jumpa!"
Setelah ke dua pria itu pergi dari ruangan tersebut. Dan menghilang di balik pintu. Xandro merapikan berkas-berkas yang ada di atas meja.
"Akhirnya, kita mendapatkan juga proyek ini, Xandro. Dan...terima kasih kau telah membantu ku," Gresya mendarat duduk di sebelah Xandro. Ia menggenggam tangan Xandro.
Sontak membuat Xandro menghentikan aktifitasnya dari berkas yang ia rapikan tadi. Menarik tangannya kembali dari genggaman Gresya. Membuat wanita itu mengembangkan senyuman yang tertahan di dalam sana. Mata genitnya menyimpan raut wajah tampan Xandro.
"Itu sudah menjadi tugas saya, Nona." Xandro berusaha menetralkan keadaan rasa ketidak sukaannya terhadap perlakuaan Gresya. Biar bagaimanapun wanita itu atasannya.
Sikap Xandro terkesan dingin di mata Gresya. Banyak lelaki yang ia temui namun, tidak munafik seperti Xandro dalam pikirannya. Tidak ada kamus bagi Gresya, ia yang mendekati lelaki terlebih dulu. Tapi lihat, persetan dengan aturannya sendiri. Sekarang ia malah termakan dengan aturan yang ia buat. Gresya menggeser duduknya. Sehingga jarak yang ada di antara dia dan Xandro, di pangkas olehnya.
Raut wajah Xandro yang berubah gelagapan jelas tampak oleh Gresya. Yang sedari tadi lelaki itu tidak lepas dari manik mata kecoklatannya.
"Dalam kerja sama ini, kita akan terus terlibat nantinya. Dan..." Gresya menarik dagu Xandro. Membuat lelaki itu menatap ke arahnya. Ia menaikan satu kaki ke atas paha, kaki satunya lagi. Membuat rok yang ia kenakan menyurut, membuat paha mulus miliknya terpapar jelas."Kau harus terbiasa dengan kehadiran ku seperti ini."
Tepat ucapan Gresya terhenti, Xandro kembali menarik dagunya menjauh dari gadis itu. Ia mengambil alih suara." Aku akan menemani, Nona. Kalau memang menyangkut soal pekerjaan."
Xandro beranjak dari duduknya. Satu hal yang ia baru sadari. Dua buah manik baju yang di kenakan oleh Gresya tersingkap. Menonjolkan dua gunung tak bertulang itu hendak menyembur dari kekangan di dalam sana. Dia yakin, jika itu di sengaja olehnya. Xandro mengingat betul, bahwa tadi baju wanita itu masih tersemat rapi.
Gresya dengan sigap menahan tangan Xandro. Dan membuat lelaki itu menghentikan langkahnya. Tatapan mereka kembali bertemu. "Aku menyukai sikapmu, Xandro. Ketahuilah, tanpa kau sengaja, kau telah menarik perhatian ku."
Xandro menghempas kuat tangan Gresya, membuat Gresya tersenyum samar kearahnya." Jaga sikapmu, Nona. Aku tidak lebih dari bawahan mu."
"Dan bersikaplah selayaknya atasan yang di hargai." Tambahnya.
"Ha...."Gresya melipat tangan di atas perutnya."Kau hanya belum terbiasa saja, Xandro. Aku yakin kau pasti belum mempunyai kekasih. Terlihat dari sikapmu yang kaku itu."
Ucapan Gresya yang mengudara begitu saja, berhasil membuat Xandro tertarik dengan pembicaraan mereka kali ini. Ada sesuatu yang harus diketahui oleh wanita itu.
"Kali ini kau salah, Nona" Xandro memijit pelipisnya. Rasanya tidak ingin ia berbagai tentang sesuatu yang menurut dia tidak pantas di bahas dengan atasannya itu. Sesuatu yang ia anggap privasi oleh Xandro." Aku sudah nemiliki kekasih yang sangat aku cintai."
Ucapan Xandro "yang sangat aku cintai" sengaja ia beri intonasi penekanan di indera pendengaran Gresya. Hembusan napas yang keluar dari mulut Xandro, sangat menggelitik hangat di kulit Gresya.
Tetapi tidak dengan diamnya wanita itu. Dari sorotan mata, tentunya ia terkejut. Dia pikir, Xandro betah dengan kesendiriannya. Ia juga berpikir, jika lelaki dingin sepertinya, tidak akan ada wanita yang hadir di kehidupan lelaki tersebut. Selama yang dia lihat dari lelaki itu, belum satu pun wanita yang bergandengan dengan Xandro.
Gresya mengumpat kekesalannya dalam hati atas apa yang ia dengar. Ia mencoba meredam rasa itu dengan gelak tawa yang berderai saat ini. "Hahahaha...kau pikir aku percaya dengan omongan kosongmu, Xandro."
Xandro tersenyum kecut. Ia merasa wanita di hadapannya saat ini ternyata begitu pintar mengalihkan rasa kecewa atas sebuah kenyataan yang baru saja ia ungkap. Kenyataan memang benar adanya, dia memiliki kekasih yang tidak kalah cantik dari pada Gresya.
"Kau boleh saja mengelak, dari tuduhan yang aku lontarkan. Tetapi aku tidak begitu mudah percaya dengan ucapanmu barusan," sanggah Gresya.
Suasana di dalam sana cukup dingin dengan pendingin ruangan. Entah kenapa, Gresya merasa gerah berkeringat di dalam sana. Keringat yang mulai terpancar, keluar perlahan dari pori-pori kulitnya.
Awalnya, ketika Xandro di pindah tugaskan oleh Papanya-Gresya, sebagai sekretarisnya, ia mengira jika lelaki itu akan sama dengan lelaki yang kebanyakan ia jumpai. Dengan mudahnya lelaki di luar sana melirik dia dengan nafsu. Setelah ia beberapa bulan selalu bertemu dan berinteraksi, di luar prasangkanya, Xandro mempunyai kharisma tersendiri. Dan Gresya baru menyadari hal itu beberapa minggu ini.
Jiwanya meronta-ronta akan rasa cinta yang mulai hadir. Menggetarkan hati yang selama ini tidak tersentuh oleh perasaan. Walaupun Gresya pernah gonta-ganti pasangan, tidak sedikitpun ia memainkan hatinya untuk menerima lelaki.
Lihat-lah sekarang, bagaimana cinta itu hadir menyapanya. Tanpa memandang status bahwa Xandro hanya sebagai sekretaris dan jauh dari kata seimbang dari Gresya-Pewaris tunggal semua harta orang tuanya. Meluluh lantakan penilaian buruk terhadap lelaki yang ia temui sebelum Xandro.
"Aku berbicara fakta, Nona. Dan kau harus tahu itu. Hubungan kami bukan baru berjalan satu bulan, tapi sudah bertahun-tahun lamanya. Hanya saja...aku tidak pernah mengubar soal percintaan ku di tempat ini. Antara kerja dan kehidupan ku, aku rasa memiliki privasi masing-masing."
Gresya terdiam. Mencerna baik-baik setiap ucapan dari Xandro. Lelaki itu benar-benar menempatkan sesuatu dengan baik. Pantas saja, Papanya-William Axton sangat menyukai kinerjanya. Dan pilihan Tuan William yang memindahkan Xandro ke tempatnya, suatau hal yang tepat bagi Gresya.
Xandro melihat Gresya yang masih mematung dengan mata setajam elang kepadanya, ia hanya membalas dengan senyuman lebar."Kalau tidak ada yang kita bahas lagi, aku pamit." Ia tidak ingin lagi terjebak dengan obrolan yang ia rasa tidak oenting itu. Xandro pun berlalu dari hadpan Gresya. Keluar dari ruangan itu.
Tubuh Gresya kehilangan keseimbangan. Wanita itu dengan cepat menduduki kursi. Sekuat yang terlihat oleh Xandro, bahkan lelaki itu tidak melihat goyahan dari Gresya. Namun semua itu salah. Gresya juga seorang wanita, manusia yang mempunyai hati. Wanita yang ingin di perlakukan dengan baik oleh lelaki. Wanita yang juga ingin merasakan cinta yang saling bertepuk. Wanita yang lemah akan perasaan. Senakal-nakalnya dia, ia juga ingin merasakan semua itu.
Hati yang bergelombang dengan beban penekanan sesak di dada, memberi reaksi pada bahu yang tampak turun-naik membuat Gresya butuh udara untuk mengisi rongga dada yang mulai berkurang oleh oksigen.
Dengan susah Gresya menghirup lalu membuang kembali napas yang melewati rongga hidungnya itu. Bercak cairan bening di sudut mata Gresya tampak hadir memberi respon atas ucapan Xandro.
Tangan Gresya memegangi dadanya. Denyutan di dadanya itu membuat dia nyaris merasakan sakit yang teramat.
"Apa ini? kenapa sesakit ini? Apa ini yang dinamakan luka, luka atas cinta yang di rasa?" gumam Gresya. Ia menggeleng pelan. Bagaikan tidak bisa menerima sakit hati yang ia rasa.
"Tidak, Xandro! Semuanya belum terlambat."
Bersambung...
Xandro kembali ke ruangannya. Meninggalkan Gresya yang masih terpaku di dalam ruangan pertemuan tadi. Meletakan berkas yang sedari tadi ia pegang diatas meja kerjanya tersebut.Entah mengapa, raut wajah kekesalan Gresya atas pengakuannya,malah membuat dia menahan senyum di hadapan wanita itu. Dan Xandro menumpahkan senyuman yang di tahan sedari tadi, tepat saat ia mendarat duduk di kursi kerjanya. Seperti orang gila, tersenyum-senyum sendiri.Seketika ia tersadar dari senyuman itu. Tangannya memeriksa jadwal yang mungkin saja akan melibatkan dia dan Gresya bertemu kembali. Dan sekali lagi ia merasa senang. Terlihat dari lengkungan bibir membentuk senyuman. Untuk hari ini ia rasa cukup berdebat dengan wanita itu.Kalau boleh memilih, Xandro lebih senang berkerja dengan Tuan William. Dari pada bersama Gresya. Apa boleh buat, semua di putuskan oleh Tuan William. Dia menempatkan Xandro kepada perusahaan yang di kelola Gresya. Wanita yan
Saat hendak mengantarkan Alex, Xandro menghentikan mobilnya di dekat pedagang kaki lima. Pedagang dengan gerobak bertulisan nasi goreng. Membaca tulisan "nasi goreng" tentunya membuat Xandro teringat akan makanan kesukaan dari seorang wanita.Siapa lagi, wanita itu ialah Venna. Dia sangat menyukai menu makanan tersebut. Apalagi pedagang itu telah menjadi langganan Venna."Xan...kau mau ngapain? kenapa kita berhenti disini?" tanya Alex."Kau tidak lihat, tulisan itu?" jawab Xandro."Ah..aku tau, kau mau traktir aku makan?" Alex mendorong gagang pintu mobil."Ayo...kebetulan aku lapar.""Terserah kau saja!"Mereka pun keluar dari mobil. Mendekati pedagang kaki lima itu. Xandro dan Alex memesan makanan mereka. Tidak lama menunggu, pesanan telah di sajikan kehadapan mereka."Xan...kenapa lo mau sih, makan disini?" tanya Alex. Ucapannya sedikit di pelankan. Al
Hari demi haripun berlalu begitu cepat. Semenjak kedatangan Pak Zainal di apartemen Venna. Semenjak itu Venna tidak lagi menutup komunikasi antara dia dan sang Papa. Ia sadar, tidak harus menjauhi Papanya. Jika jarak dia dan papanya semakin renggang akan lebih mudah bagi Sellin Karlina-mama sambung, memperngaruhi pikiran sang Papa. Bisa jadi harta menjadi incaran Sellin. Jadi, Venna memutuskan untuk membuang sedikit egoisnya. Demi menyelamatkan Papa dari cengkreman wanita itu.Dia membiarkan Papanya menyadari siapa wanita yang di sampingnya suatu saat ini. Yang terpenting, hubungan dia dan sang Papa baik-baik saja.Hari ini Venna telah mempunyai janji dengan sang Papa. Pak Zainal mengajak Venna untuk makan siang di luar tidak jauh dari kantornya. Sekarang Venna telah menuju ke sana. Meninggalkan Cafe yang di kendalikan oleh Gina.Sinar sang surya begitu terik menyinari alam semesta. Terjebak di kemacetan suatu hal yang s
Siang itu, Xandro dan Gresya menghadiri meeting. Semenjak meeting itu di mulai, Xandro mencoba menjelaskan kepada kliennya, atas produk yang akan mereka luncurkan.Sepanjang penjelasan, klien mereka sangat mempusatkan perhatiannya pada materi yang di sampaikan oleh Xandro. Seolah semua yang di sampaikan lelaki itu dengan bahasa yang di gunakan Xandro juga tidak berbelit-belit. Memudahkan kliennya mengerti apa maksud dan tujuannya.Gresya yang berada tidak jauh dari Xandro, perhatiannya sedari tadi tersita oleh lelaki itu. Bukan dengan apa yang telah di sampaikan oleh lelaki itu, tetapi manik matanya sama sekali tidak beralih pada wajah tampan Xandro. Matanya berbinar-binar, lelaki yang di hadapannya itu, seorang sekretaris yang sangat handal. Di mata Gresya dia sangat berwibawa.Pantas saja Tuan William-Sang Papa, terus memuji dia sebagai sekretaris terbaik di perusahaan mereka. Berkat Xandro juga, perusahaan Tuan William berkembang
Sebuah mobil sedan melesat di jalanan yang sepi kendaraan. Dengan kecepatan diatas rata-rata. Hingga meninggalkan deruman mesin yang membekas di pendengarnya.Sorotan mata tajam bak elang menyambar ke jalanan yang lurus. Ia tidak memikirkan apa yang akan terjadi padanya, jika tetap dalam kecepatan tinggi tersebut. Tidak terpikir olehnya, bahwa nyawa dia dalam bahaya. Dia sama sekali tidak memikirkan hal itu.Dia hanya memikirkan bagaimana rasa sakit yang menghujamnya sedari tadi bisa terurai. Jika dengan cara mengendarai dengan kecepatan tinggi bisa menghilang rasa yang tersulut sakit itu, kenapa tidak? Begitu-lah pikiran yang tidak lagi dapat disadarkan.Namun, seseorang yang melintasi jalanan itu, membuat wanita di dalam mobil tersebut terperanjak. Kedua bahunya ikut terangkat kemudian terhuyun seiring rasa terkejutnya dari lamunan itu tersadar.Tetapi karena ia mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, mem
Sepasang kaki melangkah lebar kearah ruang Direktur Utama. Membawa beberapa lembar berkas yang hendak di tanda tangani. Kaki jenjang yang di tutupi oleh celana bahan, tampak pas di kenakan olehnya.Dengan langkah tegap, sorotan mata terkesan dingin berhenti di depan pintu ruangan tersebut. Tangannya bergerak mengetuk pintu ruangan itu. Hingga terdengar dari dalam sahutan menyuruh masuk.Tangan lelaki itu, yang tak lain Xandro bergerak mendorong gagang pintu. Hingga terdengar suara decitan dari pintu itu. Tampak seorang wanita duduk dengan nyaman di kursi kerjanya. Membelakangi Xandro yang kita telah di dekat meja kerjanya itu."Selamat pagi, Nona. Ada beberapa berkas yang harus anda tanda tangani. Dan satu jam lagi ada meeting penting dengan klien kita dari Australia." Kata Xandro.Manik matanya kepada sang Direktur belum juga lepas. Sebab, sang Direktur masih membelakangi Xandro. Dia masih bergeming. Hingga p
"Apa kau melihat, Xandro?" tanya Gresya kepada Alex. Setelah mereka sama-sama kembali ke kantor. Lelaki itu tidak menampakan lagi wujudnya. Sampai jam kantor telah usai.Sesaat membuat Alex mencerna pertanyaan Gresya. Raut wajahnya seperti orang menaruh kecurigaan terdalam kepada wanita itu."Hai, apa kau tidak mendengarkan ucapanku, ha?" hardik Gresya.Membuat Alex terkejut, kedua bahunya sontak terjingkrak. "Eh..hum, aku tidak melihatnya.""Mungkin--"Ucapan Alex terhenti. Saat Gresya meninggalkan dia tengah melanjutkan ucapannya. Wanita itu pergi hingga tubuhnya menghilang di balik lift yang ia masuki. Lift itu bergerak turun. Namun, Alex tidak mengetahui pasti, di lantai berapa yang menjadi tujuannya."Ah...benar-benar tidak sopan! hanya Xandro yang di tanya. Tanyaan aku sekali-kali, gitu!" Alex berdecit. Ia berkacak pinggang dengan netra berputar. Lalu melangkah pergi dari sana
Setelah ke pergian Gresya, Venna melangkah pergi dari supermarket itu. Menuju mobilnya yang ada di seberang jalan. Dengan barang belanjaan di tangan sedari tadi ia pegang.Venna masuk ke mobil. Ia kembali melajukan mobilnya pada jalan yang kini ada genangan air. "Cantik juga ya, Atasan Xandro. Apa mungkin ia tidak bakalan suka? setiap hari mereka selalu bertemu dan dalam pekerjaan selalu terlibat. Tidak mungkin seorang lelaki, tidak akan jatuh cinta terhadap dia. Lelaki mana coba, yang tidak menyukai Nona Gresya. Secara...dia anak orang kaya, cantik, wanita karir." Gumam Venna."Iiiisshh..."Venna menepuk-nepuk pelan kepalanya dengan telapak tangan. Seakan ia tidak ingin berpikiran buruk terhadap Xandro. Lelaki itu cukup setia selama ini dan dia tahu itu."Mikir apa aku ini!!"***"Semuanya sudah beres 'kan? jangan sampai kita kelupaan sesuatu, Ve. Kau sudah mengunci pintunya?" tanya Gina. Wanita itu selalu cerewet ter