Share

99,99%

Part 4

Jarum jam menunjukkan di angka 07.15. Sean Wirabrata sudah berpakaian rapih dia akan berangkat kerja.

Sean keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ruangan makan. Dia menjatuhkan bokongnya di atas kursi.

Seorang wanita datang dan langsung menyendok kan makanan untuk Sean sarapan.

"Jordan?" panggil Sean memanggil salah satu bodyguardnya.

"Iya, Tuan," sahut pria bernama Jordan yang langsung menghampiri Sean saat namanya dipanggil oleh atasannya.

"Mana pakaian yang saya minta? Apa kamu sudah membelinya?" tanya Sean.

Sean meminta bodyguardnya membelikan beberapa pasang pakaian untuk Jessika. Sean tidak ingin jika wanita yang sudah menjadi miliknya memakai pakaian murahan.

"Sudah, Tuan," sahut Jordan dengan menundukkan kepalanya.

"Bawa ke kamar wanita itu dan minta dia untuk bersiap diri ikut bersama saya ke perusahaan."

"Baik, Tuan,"

Jordan membawa beberapa pasang pakaian yang dia belikan di mall dan tentunya pakaian itu dengan harga mahal.

Tok tok tok

"Permisi, Nona, apa saya boleh masuk?" ucap Jordan dan meminta izin terlebih dulu pada Jessika.

"Iya, masuk saja," sahut Jessika lirih.

Setelah mendapat izin dari Jessika, Jordan langsung membuka pintu dan masuk ke dalam kamar.

"Nona diminta sama Tuan untuk bersiap diri, Nona akan ikut bersama Tuan ke perusahaan," kata Jordan.

"Nona, silakan ganti pakaian dengan pakaian yang ini," kata Jordan lagi dan memberikan pakaian pada Jessika.

Jessika masih diam, gadis itu masih merasa sakit dan perih pada tubuh bagian bawahnya. Ditambah lagi kepalanya yang terasa pusing.

"Ayo, Nona, Tuan sudah menunggu di meja makan," kata Jordan.

Dengan terpaksa dan sebisa mungkin Jessika turun dari ranjang dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi.

Hanya dalam waktu 10 menit, Jessika sudah selesai dengan ritual mandinya. Dia segera berganti pakaian sesuai yang diminta oleh Jordan.

Di meja makan Sean sudah selesai menyantap sarapannya. Pria itu melirik ke jam yang melingkar pada pergelangan tangannya.

Sudah hampir jam 8, tetapi Jessika belum juga keluar dari kamar. Terpaksa Sean harus turun tangan untuk mengecek gadis itu.

Tanpa mengetuk pintu Sean membuka pintu dan dia terkejut saat melihat Jessika yang tergeletak di atas lantai kamar.

"Jordan!" teriak Sean memanggil bodyguardnya.

Dengan tergesa-gesa Jordan berlari ke arah Jessika dan menghampiri Sean yang berdiri di depan pintu kamar.

"Ada apa, Tuan?" tanya Jordan.

"Angkat dia ke atas tempat tidur!" seru Sean meminta Jordan mengangkat tubuh Jessika.

Dengan cepat Jordan masuk ke dalam kamar dan mengangkat gadis itu ke atas tempat tidur.

"Panggil Bibi!" kata Sean tegas.

Jordan kembali keluar dan berlari ke arah dapur memanggil Bibi Asma. Tidak berapa lama Jordan kembali dengan Bibi Asma.

"Urus gadis itu!" seru Sean.

"Dasar gadis lemah! Baru dua kali sudah pingsan kayak gini! Nyusahin saja," gerutu Sean dan berlalu pergi.

Karena ada meeting penting bersama klien, Sean langsung meminta sopirnya mengantarnya ke perusahaan.

Sean merogoh ponselnya, lalu dia menghubungi sekretarisnya meminta sang sektretaris menyiapkan berkas untuk meeting.

Setelah menempuh perjalanan 25 menit akhirnya Sean sampai di perusahaannya. Dengan langkah panjang penuh wibawa Sean masuk ke dalam perusahaan dan berjalan menuju ruangan kebesarannya yaitu, CEO.

Sesampai di ruangan seorang wanita sudah menunggunya dengan beberapa berkas di tangan.

"Selamat pagi, Tuan," ucap wanita itu dengan menundukkan kepala.

"Semuanya berkas sudah siap?" tanya Sean dan pada sekretarisnya.

"Iya, Tuan, sudah," jawab wanita bernama Lusia Astor.

Wanita 29 tahun sudah 3 tahun menjadi sekretaris Sean.

Setelah semua berkas sudah siap, Sean dan Lusia langsung menuju ruangan meeting. Di ruangan meeting sudah ditunggu oleh klien mereka.

Sean mengucap salam dan langsung duduk di kursi kebesarannya dan dia langsung mulai memimpin meeting pada pagi itu.

Sean menjelaskan pada kliennya mengenai kerja sama mereka dalam mengelola proyek pembangunan hotel bintang lima di kawasan Jakarta pusat.

Saat Sean tengah sibuk menjelaskan pada klien, tiba-tiba ponselnya berdering.

Tanpa mempedulikan orang yang menelponnya, Sean mematikan ponselnya dan kembali fokus meeting.

Ting!

Pesan masuk di ponsel Lusia, wanita itu itu langsung membaca pesan yang dikirim oleh Jordan.

[Tolong beritahu Tuan, Nona Jessika belum sadar] Pesan yang dikirim oleh Jordan pada Lusia.

Usai membaca pesan dari Jordan, Lusia masukan ponselnya ke dalam tas. Dia takut memberitahu Sean saat kerja seperti ini.

Dua jam berlalu, meeting pun telah selesai. Klien sudah pamit pulang, sedangkan Sean kembali ke ruangannya.

Sedangkan di kediamannya, Jordan dan Bibi Asma sudah membawa Jessika ke rumah sakit.

Gadis itu langsung ditangani oleh Dokter.

Ditangan kiri gadis itu sudah terpasang dengan infus dan juga alat bantu pernafasan pada hidungnya.

"Bibi, tolong jagain Nona, saya harus ke perusahaan memberitahu Tuan Sean," Jordan meminta Bibi Asma untuk jaga Jessika.

Wanita paruh baya itu hanya menganggukkan kepalanya.

Jordan bergegas ke perusahaan.

"Ibu? Ibu? Jessi takut," ujar Jessika dengan mata yang masih terpejam rapat. Sepertinya gadis itu mengigau. Gadis itu terus saja memanggil Ibunya.

"Jangan sentuh, Jessi, Ibu bantu Jessika, Bu." Gadis itu terus meminta bantuan pada Ibunya.

"Jangan! Jangan!" teriak Jessika dengan menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri.

Bulir peluh membasahi wajah cantik nan pucat itu. Tangannya gemetar dan memegang erat pada sisi brankar.

"Sakit!" teriak Jessika dengan membuka matanya. Gadis itu mengingat kembali kejadian semalam bersama Sean Wirabrata.

"Non, apa yang sakit?" tanya Bibi Asma dan menggenggam tangan Jessika.

Tidak menjawab Bibi Asma, Jessika menangis histeris meratap nasibnya.

"Jangan nangis, Non, semuanya akan baik-baik saja," kata Bibi Asma dan memeluk Jessika.

"Saya mau pulang, saya mau ketemu ibu saya," ucap Jessika disela isak tangisnya.

"Ibu kamu sudah menjual kamu pada saya!" suara tegas dari pintu masuk. Suara bariton itu adalah suara Sean.

Sean baru saja datang bersama Jordan. Dia berjalan masuk dan berdiri di samping brankar.

"Tidak! Ibu saya tidak mungkin menjual saya!" seru Jessika tidak percaya.

Dengan raut wajah datar Sean merogoh ponselnya dan menghubungi Akbar, ayah tirinya Jessika.

"Ada apa, Tuan?" tanya Akbar dari seberang sana.

"Anak Anda ingin berbicara dengan ibunya!" kata Sean tegas.

Sean memberikan membesarkan volume suara lalu memberikan ponselnya pada Jessika.

"Ibu, Jessika mau pulang," rengek Jessika pada Ibunya. Dia berharap Ibunya bisa menolongnya dan membawanya pulang.

"Kamu sudah Ibu jual anak sialan! Jadi sekarang kamu bukan lagi anak Ibu!" seru Helmi Oliver, ibunya Jessika.

Mendengar perkataan sang Ibu, tubuh gadis itu lemas. Hatinya begitu sakit karena Ibunya yang rela menjualnya demi bersenang-senang dengan ayah tirinya.

"Ibu jahat!" teriak Jessika dan kembali menangis histeris.

"Bawa dia pulang dan awasi terus jangan sampai dia kabur!" ujar Sean.

"Jangan berani kabur dari saya, jikalau Anda kabur maka Ibumu yang akan menjadi pemuas nafsuku!" ucap Sean pada Jessika.

Tidak peduli dengan gadis itu, Sean kembali mengambil ponselnya dan berlalu pergi dari rumah sakit.

bersambung ..

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dina
ceritanya aku suka kak tetap semangat buat ceritanya y kak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status