Share

Gadis bar bar.

Sangat mudah untuk Bas mencari tahu tentang Arleta, pagi ini Bas sudah mengantongi semua dan siap diberikan pada Mahen

Ketika hari masih sangat pagi, Bas sudah keluar dari apartemennya, menuju rumah utama tempat dimana Mahen  tinggal.

Bas sengaja berangkat sepagi ini, karena akan membicarakan tentang informasi yang di dapatnya..

Tidak butuh waktu lama untuk Bas sampai di rumah utama. Setelah mobilnya terparkir dengan baik, Bas segera turun dan melangkah masuk.

Di rumah besar ini hanya ada Gio tinggal seorang diri, hanya ada beberapa pelayan dan juga penjaga rumah saja. Sesekali Bas juga menginap disana.

“Tuan!” panggil Bas. Ketika susah tiba di depan pintu kamar Mahen.

Bas  mencoba membuka pintu namun tidak bisa.’’ Sepertinya tuan Mahen masih tidur.’’ 

Bas mengambil ponsel dalam saku celana, lalu menghubungi nomor Mahen. 

‘’Astaga. Mengganggu saja!’’ keluh Mahen. Perlahan pria itu membuka mata, tangannya meraih ponsel yang ada di atas nakas.

‘’Bas. Ini masih sangat pagi, kenapa dia sudah datang?”’ keluh Mahen.  Dengan mata yang masih mengantuk Mahen mengangkat panggilan dari Bas.

‘’Ada apa? Ini masih terlalu pagi Bas.’’ keluh Mahen dengan nada sedikit kesal karena tidurnya terganggu.

‘’Maaf tuan. Bisakah saya masuk? Saya sudah mendapatkan informasi tentang  gadis kemarin tuan.’’

ucapan Bas barusan membuat mata Mahen langsung terbuka lebar, rasa ngantuk yang tadi masih bersarang kini sirna sudah.

Ah. Bas memang sungguh sangat bisa diandalkan 

‘’kau dimana sekarang?’’ tanya Mahen.

‘’Aku ada di depan pintu kamarmu tuan.’’

Mahen bergegas turun dari tempat tidur, lalu segera melangkah cepat menuju pintu tanpa mematikan sambungan teleponnya.

Tidak berselang lama, pintu terbuka tampaklah Bas dengan wajah dinginnya.

‘’masuklah.’’ ucap  Mahen, kemudian melangkah masuk, lalu duduk di sofa diikuti Bas yang juga duduk di sebelah Mahen.

‘’Apa yang kau dapatkan?’’ tanya Mahen dengan penuh penasaran.

Bas membuka berkas yang di bawanya, lalu membacakan isinya.

‘’Nama Arleta, umur I9 tahun. Dia baru saja ditinggal oleh ayahnya meninggal dunia seminggu yang lalu. Mereka tinggal di sebuah rumah di perkampungan padat penduduk sebelah barat kota, gadis itu dijadikan jaminan hutang oleh ayahnya sendiri, dan Arleta baru mengetahui itu setelah ayahnya tidak ada. Namun dari informasi yang didapatkan kalau gadis itu menolak dan memilih untuk membayar hutang ayahnya dari pada harus menjadi istri keempat dari bos rentenir dimana ayahnya hutang yang meminjam uang.’’

‘’Berapa?’’ potong Mahen. Dia sangat penasaran seberapa besar hutang yang dimiliki sehingga menjaminkan putrinya sendiri.

‘’Seratus juta.’’ Jawab Bas. 

Mahen  hanya menganggukan kepala.’’ Lanjut.’’ titahnya.

’Bos rentenir itu memberinya waktu satu bulan untuk 

melunasi hutang-hutang ayah ayah Alrleta. Saat di restoran waktu itu, dia baru satu hari bekerja disana, namun sialnya dia juga dipecat di hari itu juga. Berdasarkan informasi yang didapat dia mengetahui  adanya lowongan pekerjaan di kantor dari sahabatnya yang juga bekerja di kantor kita tuan.’’

Gio  terdiam, dalam hatinya dia merasa sangat bersalah. Rupanya gadis ceroboh itu menyimpan beban besar dalam hidupnya. Ada rasa iba muncul di hati Mahen.

‘’Lalu bagaimana kalau dalam satu bulan gadis itu 

tidak bisa membayar hutangnya?’’

‘’Gadis itu harus mau menjadi istri keempat, sesuai dengan perjanjian yang dibuat ayahnya.’’

‘’Sayang banget tuan, padahal kalau saya lihat dia cukup cantik. Tapi sayang nasibnya kurang baik,seharusnya di usia seperti dia sedang menikmati masa-masa muda, tapi dia…’’ Bas menghela nafas, 

seakan ikut merasakan penderitaan Arleta.

‘’Kau saja yang nikahi,kalau begitu.’’ ucap Mahen sambil melangkah menuju kamar mandi.

‘’Kenapa harus aku. Tuan saja kalau mau.’’cetus Bas, dengan menunjukkan wajah betenya.

Tok..tok..

 ‘’Arleta. Arleta. Kau belum bangun ya?’’ teriak Riri di depan pintu rumah Arleta.

Arleta  yang masih bergulung di bawah selimut, langsung terlonjak kaget mendengar orang yang memanggil namanya. Dengan langkah gontai Arleta berjalan menuju ruang tamu untuk membukakan pintu.

‘’Iya Ri, kenapa?’’ tanya Arleta dengan masih mengucek matanya yang terlihat masih mengantuk.

‘’Kamu gak kerja?’’ tanya Riri, menatap Arleta dengan penuh selidik.

‘’Astaga. Aku lupa.’’pekik Arleta, kemudian Arleta langsung berbalik dan berlari.

‘’Ri kamu berangkat duluan saja. Nanti kamu terlambat, makasih udah bangunin.’’ teriak Arleta sambil berlari ke kamar mandi.

Riri hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Arleta, sebelum pergi Riri menutup pintu rumah Arleta setelah itu baru  pergi dari sana.

‘’Aduh kenapa gak ada angkot lewat ya?’’ keluh Arleta, padahal jam sudah semakin bergerak naik namun Arleta masih berada di jalanan. 

‘’Gak bisa nih, kalau kaya begini. Lebih baik aku jalan kaki, sambil menunggu ada angkot lewat dari pada harus menunggu di sini hanya buang-buang waktu.’’ celoteh Arleta.

Dia mulai menyusuri  jalanan ibu kota yang ramai. Arleta  berjalan dengan sedikit berlari, agar cepat sampai kantor tepat waktu. Arleta  tidak ingin membuat kesan buruk yang akan berpengaruh buruk dengan pekerjaannya nanti.

‘’Tuan, sepertinya itu Arleta.’’tunjuk Bas pada seorang gadis yang sedang berlari kecil di pinggir jalan. Mahen menajamkan penglihatan melihat yang ditunjukkan Bas.

‘’Sepertinya iya Bas. Cepat susul, sedangkan apa bocah itu! Bukannya kerja malah keluyuran di jalan.’’ ucap Mahen, kesal.

Bas langsung menambah kecepatan dan langsung tancap gas menyusul Arleta.

Tin..! tin..!

Bas membunyikan klakson, berulang kali  namun bukannya berhenti Arleta malah semakin beralih ke pinggir memberikan ruang untuk mobil di belakangnya.

Tin..! tin..!

Arleta yang kesal akhirnya berhenti, berbarengan dengan mobil yang juga berhenti tepat di sampingnya. 

Tok..! tok..!

Arleta mengetuk jendela mobil saking kesalnya, padahal Arleta sudah jalan di pinggir tapi pengendara itu malah terus membunyikan klakson tanpa henti.

‘’Woi.Buka! Mau lo apa sih?  Aku tuh udah jalan di pinggir, masih aja di klaksonin!” celoteh Arleta dengan kesal.

“Dasar gadis bar bar.” desis Mahen pelan, namun masih terdengar oleh Bas.

Bas hanya tersenyum kecil, mendengar Mahen menggerutu.

Perlahan jendela belakang terbuka, Arleta  langsung membekap mulutnya saking terkejutnya.

‘Mati aku. Kenapa pria itu lagi. Pria itu lagi’ batin Arleta.

‘’cepat naik.’’ titah Mahen sambil membukakan pintu untuk Arleta. 

‘’Kau dengar tidak. Cepat masuk kenapa malah 

bengong disitu.’’ ketus Mahen, yang gemas melihat Arleta hanya diam berdiri dengan mata melotot sambil mendekap mulut.

Mahen yang semakin geregetan, langsung turun lalu mendorong tubuh Arleta kedalam mobil, sehingga si empunya terpekik karena kaget.

‘’Aaa..emp..’’ teriakan Arleta terhalang karena mulutnya langsung di bekap oleh Mahen

Bahaya jika Arleta sampai berteriak, bisa-bisa dirinya dikira pelaku penculikan!

‘’Cepat jalan Bas.’’ ucap Mahen, tangannya masih mendekap mulut Arleta

Bas menganggukan, lalu menginjak pedal gas  melaju dengan kecepatan tinggi.

Hah..!hah..!

Arleta mengambil nafas dalam-dalam untuk menghirup udara. Arleta menoleh menatap pria di sampingnya dengan kesal.

‘’Anda mau membunuh saya tuan?’’ tanya Arleta dengan nafas yang masih ngos-ngosan.

‘’Kamu yang akan membuat ku mati kalau sampai kau berteriak.’’ sahut  Mahen tidak kalah sengit.

‘’Bagaimana saya tidak teriak. Anda menculik saya.’’ cetus Arleta

‘’Dengar ya tuan, saya ini akan berangkat kerja. Kenapa tuan malah membawa saya, bagaimana kalau saya dipecat, anda mau tanggung jawab. Ya tuhan semoga saja, aku tidak dipecat kali ini, bagaimana aku akan bayar hutang nanti.’’ celoteh 

gadis itu, raut wajahnya berubah sendu, tidak lagi memperlihatkan wajah sok kuatnya.

‘’Aku tidak menculikmu. Jangan asal kalau bicara. Kau lupa? Aku juga bekerja di kantor yang sama denganmu bukan? tanya Mahen, menoleh pada Arleta.

Arleta mengangguk samar.

‘Ataga. Kenapa aku bisa lupa kalau pria juga bekerja di kantor yang sama dengan Arleta.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status