Ijah terus meringkuk kesakitan diperutnya. Keringat dingin sudah mencucuri seluruh tubuhnya, Bayinya juga tidak kunjung keluar. Mbah Karsem, beserta bidan yang dipanggil Atika tampak kebinggungan, dan kawalahan."Sakit Mbah!" Pekik Ijah. Ia sedari tadi terus menjerit kesakitan. Wajar jika sakitnya dua kali lipat dibanding lahiran normal biasanya."Masih sakit sekali ya perutmu?" Tanya Mbah Karsem."Masih Mbah, ini sakit sekali dan aku nggak kuat Mbah." Lirih Ijah."Gimana ini bayinya belum mau keluar juga." Ucap Mbah Karsem. "Ayo di ejankan pelan-pelan ya Mbak. Ini pembukaannya sudah lengkap kok." Ucap bidan itu."Saya nggak bisa Mbak. Ini sakit sekali.""Ayok dikit lagi kepalanya sudah kelihatan kok," Ucap Mbah Karsem. "Semangat Jah. Kamu harus bisa, kasian anakmu, kalau kamu lemah.""Owe, owe, owe," Alhamdulilah, akhirnya lahiran juga. Bayinya sehat, perempuan." Ucap Mbah Karsem. "Bayi Ijah sangat bersih, dan putih, walupun lahir perematur namun bayinya sepertinya kuat."Kepala s
"Pak kalau boleh tau siapa yang meninggal?" Tanya Atika, saat ia keluar dari rumah pagi itu."Ijah Ti. katanya komplikasi." Ucap lelaki itu."Ijah? Ijah Istrinya Anto?" Tanya Atika kaget."Iya tadi malam, selesai lahiran ninggalnya.""Gimana dengan anaknya pak?" "Anaknya baik-baik saja. Tapi," Lelaki itu menghentikan ucapanya."Tapi kenapa pak?" Atika semakin penasara."Anaknya dicuri sama setan yang hanya kepala Ti!" Ucap Lelaki itu lagi."Setan kepala? maksutnya gimana pak?" "Tadi malam kami ribut-ribut memukul kentongan itu mencari keberadaan anak Ijah, yang dicuri setan kepala, tapi Sampai pagi ini nggak ada titik terangnya."Atika semakin heran, dan sedikit bertanya-tanya. Ia menelan ludahnya dengan sangat susah. "Terimakasih Pak." Atika langsung kembali kerumahnya."Apa ini kerjaan Mbah Rondo? aku memang sudah waktunya memberikan tumbal. Tapi kenapa Mbah Rondo melakukan ini? bukan cuma ari-ari saja yang diambilnya tapi bayinya juga. Keterlaluan Mbah Rondo!" Pekik Atika kesal.
"Mas, aku heran deh, siapa yang bawa Mail kesana?" Ucap Atika."Mas, juga heran. Setau kita Mail nggak pernah tau jalan kerumah Daut." Jawab Diwan."Apa sih maksut Daut? ngapain dia ambil Mail?" Ucap Atika kesal."Mungkin bukan dia yang ngambil sayang. Mungkin memang Mail kesana sendiri, atau mungkin dia selama ini tau alamat Daut.""Nggak Mas. Mail nggak akan tau itu, karna memang dia nggak pernah nanyak soal bapaknya!""Lalu apa tujuan kamu sayang? setelah ini?""Biarkan saja dulu Mas. Aku yakin Daut pasti ada maksut sesuatu, dan kita nggak boleh gegabah. "Tok, tok, tok," Suara kentongan mulai berbunyi lagi dari luar. Para warga beramai-ramai membawa obor."Mereka pasti mau cari anak Ijah Mas." "Iya. Mas, tau dari pas ngelayat tadi. Tapi masa iya mereka bilang anak Ijah diculik setan kepala." Ujar Diwan. "Mereka salah faham kayaknya Mas, soalnya mereka nggak liat langsung kok. Hanya dugaan mereka saja.""Mas masih penasaran sayang." "Penasaran apa?""Penasaran sama keberadaan Mb
"Sayang, sadar." Diwan mencoba membuka jemari tangan Atika yang terkepal sangat kuat. "Lepasin! lepasin saya, hahahahaa." Atika malah tertawa terpingkal-pingkal. Dan itu sangat membuat Diwan merinding, seluruh bulukuduknya naik."Siapa kamu? kenapa kamu mengusil istri saya?" Tanya Diwan lagi."Kamu tidak perlu tau siapa saya! hanya istrimulah yang tau siapa saya!" "Astaghfirullah, kamu mau saya, kasih hadiah?" Mulut Diwan mulai membacakan ayat suci Al-Quran, dan tanganya tetap memijit jari-jari Atika yang terkepal."Hahahaha," Seluruh tubuh Atika bergetar hebat, dan mengambang diatas Awang. Diwan sangat merasa panik, karna takut Atika akan terjatuh."Brukkkk," Benar saja Iblis itu menjatuhkan tubuh Atika, tepat dimeja kaca."Katakan siapa kamu? kamu jangan main-main dengan saya!" Bentak Diwan. Dilihatnya kepala Atika sedikit terluka akibat terkena sudut meja."Kasih saya tumbal yang saya mau! baru saya, akan menjawab siapa saya!" Diwan mencerna suara itu, sepertinya ia mengenali sua
"Aku kecewa sama Mama!" Pekik Yuni. Airmatanya menetes begitu derasnya."Maafkan Mama Kak. Mama terpaksa melakukan ini, karna nggak da jalan lain. Papamu pergi meninggalkan kita, mama nggak rela hidup tanpa harta Kak." Lirih Dela. Ia ingin sekali meyakinkan Yuni, agar Yuni bisa mengerti kondisinya."Sekarang aku tau, siapa dibalik pembongkaran makam Dini!" Yuni menepis tangan Dela."Maafkan Mama, Mama hanya ingin memperdaya Atika. Kamu tau, kan kalau Papamu itu lebih memilih mereka dibanding kita.""Tapi nggak harus mengorbankan Dini juga Ma!" Pekik Yuni. Ia tidak terima adiknya disakiti oleh siapapun, ia sangat menyayangi Dini adiknya."Mama tau Mama salah. Tapi Maam menyesal." Kalau Atika tidak mencari tumbal untuk Mama, maka Mama, dan kamu yang akan celaka Kak.""Maksut Mama apa sih? Yuni nggak ngerti Ma. Yuni nggak abis fikir dengan jalan pikiran Mama."Dela menunduk. Sejak awal memang ia tidak menyukai Diwan, karna Diwan itu orang yang tidak punya, dan apa adanya. "Mama nggak beg
"Sebentar lagi lebaran, kamu masak apa Ti?" tanya Nilam, Tetangga Atika."Belum tau Nil. Suamiku juga belum ada ngirim uang," jawab Atika. Ia ingin sekali lebaran ini masak daging, semua orang sudah pada ikut arisan daging, namun hanya dirinya sendiri yang tidak ikut. Boro-boro ikut arisan daging sapi, untuk beli ayam saja setahun sekali tidak kebeli."Nggak pentinglah masak enak. yang penting puasanya full," ucap Nilam lagi.Atika hanya membalas dengan senyuman saja. Sebenarnya ingin sekali Ia memasakan daging untuk kedua anaknya, jangan tanya kemana Suaminya, sudah merantau bertahun-tahun tapi belom juga mengirim uang."Buk, lebaran nanti kita masak daging kan?" tanya Mail, anak bungsu Atika."Iya, buk. Itu ibunya si, Mei sudah beli daging, karna daging lagi murah ibunya sudah setok," sambung Dimas anak sulung Atika.Atika tidak menjawab, Ia takut akan menyakiti perasaan kedua putranya. Orang bilang daging murah, tapi untuk keluarga seperti Atika yang makan nasi saja kesulitan, teta
"Wah, ibu masak enak?" tanya Mail yang baru saja bangun dari tidurnya."Mandi dulu sana, sekalian bangunin Abang Kamu ya," ucap Atika sembari ia memanaskan gulai ari yang ia masak tadi Malam.Mail segera berlari kecil kembali kedalam kamarnya. Segera ia membangunkan abang nya Dimas yang masih terlelap."Bang, bangun! ayo mandi. Ibu sudah masak daging loh, untuk kita," Serunya sembari mengguncang-guncangkan tubuh Dimas."Serius Dek?" Seru Dimas. Seketika itu Dimas langsung bangun dan beranjak meraih Handuk yang tersangkut di pintu kamar Mereka."Aku sudah nggak sabar Bang mau makan gulai daging buatan ibu," seru Mail yang sudah tidak sabar dan ingin segera cepat-cepat menuntaskan mandinya."Apalagi Abang Dek, kan sudah lama kita nggak makan daging. Pokonya lama banget," jawab Dimas lagi."Aku nanti mau nambah ah Bang," Seru Mail lagi. Sembari menyabuni kepalanya.Setelah mereka selesai mandi, mereka langsung menemui Atika sang ibu di amben yang terbuat dari bambu di depan rumah mereka.
Atika sudah semakin keringat dingin saat wanita tua itu mendekatinya," Atika. Maaf ya semalam Saya lupa mau ngasih ini kepadamu karna kamu keburu pulang," ucap ibunya Ningsih sembari memberi selembar uang 50 ribu."Apa ini Buk?" tanya Atika heran."Ini sebagai ucapan terimakasih Saya, karna Kamu sudah membantu semalam untuk menjaga Ningsih," ucapnya. Atika mengira ia hanya meminta tolong begitu saja, tapi ternyata ia malah memberikan uang."Tapi Saya ikhlas kok buk, lagian harusnya Saya yang menyalami Ningsih.""Nggak lah. Mana ada yang gratisan, saya sudah merepotkanmu semalam. Coba saja suaminya Ningsih masih ada." Wajahnya tiba-tiba berubah. Mungkin saja Ia teringat oleh Suami Ningsih yang sudah meninggal dunia 3 bulan lalu."Maaf ya buk, gara-gara saya ibu jadi sedih," ucap Atika merasa tidak enak."Oh iya saya mengucapkan selamat hari raya idul Fitri ya, mohon maaf lahir batin," ucapnya mengalihkan pembicaraan.Atika segera membalas uluran tangannya, dan meminta maaf kembali. Te