Mikael sudah menenggak beberapa gelas alkohol yang ada di hadapannya. Sekarang laki-laki itu benar-benar ada di batas kesadaran, kepalanya sudah berat, rasa pahit dan pekat menyatu pada wine yang sekarang mengalir di tenggorokannya.
Masalah akhir-akhir ini selalu muncul, masalah di kantor dan belum lagi Eleana yang membuat amarahnya meledak malam ini.
Mikael berjalan sempoyongan menuju pintu keluar klub. Langkahnya terhenti oleh sosok wanita dengan dress super ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang ramping. Rambut pirangnya membuat Mikael mengira jika itu adalah Eleana.
“Jalang kecil, kenapa kau ada di sini?”
“El, sudah lama kita tidak bertemu.”
Wanita itu tersenyum, lalu bergelayut manja pada lengan kekar Mikael. Mikael sendiri hanya terkekeh sambil mengusap rambut panjang bergelombang milik wanita yang ada di hadapannya.
“Kau merindukanku El?” tanya wanita itu.
Mikael terkekeh. “Kau agresif sekali, Baby.”
Wanita itu menaikkan sebelah alisnya karena tidak biasanya Mikael memanggilnya dengan sebutan ‘Baby’.
“Aku akan memberikan yang terbaik malam ini, El.”
“Harusnya seperti itu, Baby.”
Mikael mendaratkan kecupan di pipi wanita itu dan selanjutnya yang terjadi, Mikael tidak akan menyadari apa yang telah ia lakukan.
***
Mikael mengerjapkan kedua matanya saat cahaya matahari mulai masuk ke dalam kamar hotel. Tunggu, kamar hotel?
Ini terlihat begitu sangat asing, bukankah semalam ia ada di sebuah klub?
Lelaki itu mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamar, rasa pening yang masih terasa di kepalanya membuat Mikael tidak bisa berpikir jernih. Apalagi sekarang seorang wanita datang dengan membawa secangkir kopi yang masih mengepulkan asap.
“Kathrine?”
“Selamat pagi, El. Kau sudah bangun, Baby?” tanya Kathrine dengan suara lembut.
Mikael segera turun dari ranjang, menyambar jas yang tergeletak di sofa sudut ruangan.
“Bagaimana, kau menikmati pelayananku semalam?”
“Kau mau ke mana?” tanya Kathrine, meraih kemeja Mikael yang entah sejak kapan kancing bajunya sudah lepas, memperlihatkan dada bidangnya yang tumbuh bulu-bulu halus.
“Lepaskan!”
Mikael menghempaskan tangan nakal Kathrine yang mulai bermain pada dada lelaki itu, sampai wanita cantik berambut pirang bergelombang itu mundur tiga langkah.
Kathrine mencebik, “Semalam kau bersikap manis kepadaku, sekarang? Bahkan menatapku saja kau terlihat jijik.”
“Memang kau menjijikkan,” ucap Mikael dan menohok perasaan seorang Kathrine.
Tanpa pikir panjang Mikael segera keluar dari kamar hotel. Meninggalkan Kathrine seorang diri dengan kekecewaan dan rasa kesal di hatinya.
***
Eleana terbangun dengan mata yang sembab, ia menangis semalaman dan sekarang ia baru merasakan tubuhnya seperti remuk. Dingin sekali hari ini, meski matahari sudah muncul memancarkan cahaya terang yang menerobos celah korden. Wanita dengan rambut pirang lurus itu mengeratkan selimut, meraba sisi ranjang yang masih kosong dan terasa dingin, sejak semalam Mikael tidak pulang.
“Bodoh, untuk apa berharap lebih. Kehadiranmu hanya untuk menjadi penikmat nafsunya saja,” kesalnya pada diri sendiri.
Mengingat kejadian semalam membuat hati Eleana benar-benar tercabik.
Dering ponsel membuat Eleana terduduk dari posisi berbaring. Kepalanya terasa pening dan berat, pandangannya juga mengabur, tetapi ia mencoba mengusir itu dengan menggelengkan kepala pelan. Dengan langkah gontai Eleana mengambil ponsel yang tergeletak di meja rias.
“Halo?”
“Selamat pagi, Lea.”
Eleana membulatkan mata. “Kau? Mau apa lagi kau menghubungiku?”
“Aku hanya ingin memperbaiki semua dari awal, Lea.”
Eleana meremas sisi meja riasnya, ia sudah sangat muak. “Sudah sangat terlambat, aku sudah—“
“Aku tahu, kau sudah mempunyai seorang suami sekarang. Aku minta maaf untuk kejadian tadi malam.”
Eleana mengusap kasar air matanya.
“Aku hanya ingin menyelesaikan kesalahanku di masa lalu dengan meminta maaf secara langsung padamu. Setidaknya kau dengarkan penjelasanku dulu, setelah itu terserah, kau boleh terus membenciku."
Wanita itu tampak berpikir sembari mengusap kasar air mata yang terus mengalir tanpa diminta. “Baik, hanya sekali ini saja,” putusnya.
Leo terdengar menghela napas di seberang sana. “Aku menunggu kabar baik darimu.”
Eleana memutuskan panggilan telefon, lalu menaruh ponselnya setengah membanting.
“Sedang berhubungan dengan selingkuhanmu?”
Sekali lagi, ia dikejutkan dengan kehadiran Mikael yang tiba-tiba. Suaminya itu dengan penampilan kacau berjalan gontai menuju ranjang dan langsung menjatuhkan tubuh tegapnya di kasur.
“Sejak kapan kau datang?” tanya Eleana.
“Memangnya kau peduli?” Mikael terkekeh menyebalkan pada akhir kalimatnya.
“Bahkan jika aku tidak pulang selama beberapa hari, kurasa kau tidak akan pernah mencariku.”
“Bu—bukan seperti itu,” cicit Eleana, memainkan jemari lentiknya.
“Ya, terserah kau saja.”
Eleana dengan langkah pelan menyusul Mikael yang sudah beranjak dari ranjang dan pergi ke tempat handuk. Lalu ia menarik pelan tubuh Mikael agar berbalik dan bersitatap dengannya, wanita itu menelisik penampilan Mikael yang sudah berantakan dari atas sampai bawah.
“Kenapa? Kau berpikir aku pergi bermalam dengan seorang jalang semalam?” tanya Mikael.
Eleana membelalakkan mata. “Bicaramu selalu kasar.”
“Aku memang seperti itu.”
“Kau mabuk?”
“Masih peduli,” kekeh Mikael.
Eleana berdecak. “Berhenti mengatakan kalimat menyebalkan itu.”
Mikael mencondongkan kepalanya ke depan, menaruhnya di ceruk leher Eleana yang terasa hangat. “Tunggu, kau demam?” Mikael mulai mengulurkan punggung tangan ke dahi wanita itu.
Namun, Eleana berusaha menghindari sentuhan Mikael dengan memundurkan tubuh.
“Mulai sekarang aku tidak suka penolakan,” geram Mikael saat Eleana menepis tangannya.
Eleana mendengkus. “Aku benci kau yang seenaknya.”
Selanjutnya, Mikael menggendong tubuh Eleana dengan gaya bridal style dalam diam. Eleana yang belum siap diperlakukan seperti itu memekik terkejut, ia segera mengalungkan kedua tangannya di leher Mikael.
"Kau gila?”
“Iya, tergila-gila padamu.”
***
“Minumlah,” ujar Mikael.
Ia menyodorkan sebuah pil dan segelas air putih pada Eleana yang sekarang tengah memejamkan mata. Wanita itu mengerjap, merasakan kepalanya yang masih berdenyut dan tenggorokan yang pahit.
“Aku tidak ingin minum obat,” tolak Eleana, ia menaikkan selimutnya sampai menutupi seluruh tubuh.
Mikael mendengkus. "Kau memang keras kepala.”
“Sama sepertimu.”
Susah sekali membujuk Eleana untuk minum obat. “Jadi, kau ingin minum obat atau kubawa ke rumah sakit lagi?”
“Kau suka sekali memaksaku dengan hal-hal yang tidak aku sukai.” Eleana melempar guling ke arah Mikael, kesal.
Tanpa pikir panjang ia duduk, mengambil obat dan segelas air dari tangan Mikael. Sekali tenggak, Eleana sudah berhasil menelan obat dan kembali menidurkan tubuhnya.
“Bagus, kau sangat cantik jika menurut seperti ini.” Mikael terkekeh, membelai rambut panjang Eleana.
“Aku bukan anak kecil.”
Lagi-lagi Mikael terkekeh.
“Aku ada urusan sebentar, Baby. Kau jaga dirimu, aku akan segera kembali.”
Eleana memberengut kesal, “Baru saja kau kembali dan sekarang kau akan pergi lagi.”
“Sebentar.”
Eleana menggeleng lemas. “Terserah kau saja.” Wanita itu membalik tubuhnya membelakangi Mikael.
“Aku janji tidak akan lama, beristirahatlah. Aku harap kau segera membaik, Baby.”
Setelah mengecup puncak kepala Eleana cukup lama, lelaki itu benar-benar pergi meninggalkannya. Mikael memang seperti itu, tak peduli bagaimana kondisinya, dia akan tetap pergi untuk urusan bisnis.
Lalu, apakah Eleana tidak penting baginya?
Tiga hari kemudian...Mikael sibuk dengan pekerjaan di kantor yang sedang mengalami masalah cukup serius, sampai lelaki itu tidak sering berada di rumah untuk menemani istrinya. Bahkan, saat Eleana masih merasa tidak enak badan lelaki itu tidak ada di sampingnya.Eleana masih berkutat pada layar laptop untuk memantau bisnis toko online yang ia bangun bersama teman sekampusnya, ketika ponsel di samping laptop bergetar. Panggilan masuk dari Mikael.“Kau sedang apa?” tanyanya.“Mengerjakan pekerjaan kecil.”“Toko pakaian online-mu itu.”Eleana mengangguk meski Mikael tidak melihat, ia memasukkan camilan ke dalam mulut sebelum menjawab, “Kapan kau akan pulang?”“Mungkin larut seperti kemarin, ada apa?”“Hari ini aku akan keluar sebentar bersama teman kampusku untuk membahas toko online kami.”Terdengar helaan napas. “Bersama supir?”&l
“Terima kasih atas kerja samanya,” ucap Mikael menyunggingkan senyumnya perlahan.Kolega bisnisnya sudah berlalu meninggalkan ruangan rapat. Mikael dapat bernapas lega atas kerja kerasnya selama beberapa hari ini untuk mengurus perusahaan yang kacau hingga mengorbankan waktunya untuk berada di rumah.Lelaki berbadan tegap itu tersenyum kecil, tidak sabar ingin pulang dan bertemu istrinya yang sangat ia rindukan. Malam ini, ia akan mempersiapkan sebuah kejutan kecil untuk Eleana.Tanpa pikir panjang, Mikael melangkahkan kakinya menuju area parkir di mana mobilnya berada. Jemarinya beradu di atas ponsel, mengetikkan pesan singkat untuk istrinya.“Apakah Tuan ada urusan di luar?” tanya sang sopir.“Antar aku pulang sekarang,” ucap Mikael tanpa memalingkan wajahnya dari ponsel.***Pukul delapan malam.Eleana mengerjapkan matanya, berusaha menyesuaikan cahaya yang terlihat sangat te
Siang ini, Mikael harus pergi ke kantor meninggalkan istrinya yang sedang demam di rumah, untungnya Eleana sudah diinfus oleh dokter pagi tadi. Wanita itu masih tidak mau bicara padanya dan Mikael masih terus membujuknya untuk bicara.Kali ini, Mikael harus menyingkirkan egonya untuk pekerjaan yang sedang menunggu.Larut dalam beberapa berkas, Meggie—sekretaris Mikael, masuk ke dalam ruangan dengan napas terengah.“Tuan, aku sudah berusaha mencegahnya, tapi dia tetap berusaha untuk masuk.”Selang beberapa saat, seseorang yang dimaksud oleh Meggie masuk ke dalam ruangan dengan langkah yang anggun. Sepatunya terdengar beradu dengan lantai, wanita itu mendorong bahu Meggie untuk segera menyingkir, dan di balas Meggie dengan berdecak.“Baby, I miss you.”Wanita berambut pirang gelombang itu bergelayut manja pada lengan kokoh Mikael. Sementara Mikael tetap fokus pada laptopnya yang sedang menampilkan beberapa grafik
Hubungan Eleana dan Mikael semakin dekat. Eleana sudah bisa membuka hatinya dan mulai mencintai seorang Mikael, begitu pula Mikael yang sekarang berubah jadi manis dan menunjukkan perhatian lebih pada Eleana. Mereka saling melengkapi dan mengerti satu sama lain.Pagi hari, Eleana menunggu mobil Mikael berjalan keluar gerbang, lelaki itu harus pergi ke kantor seperti biasa. Setelah mobil itu keluar dari mansion, Eleana kembali ke ruang makan.“Huek....”Eleana menutup mulutnya, wanita itu segera berlari ke kamar mandi. Setelah mencium aroma sup daging yang dibuat Bibi Margareth, entah kenapa perutnya jadi mual. Padahal Eleana sedari dulu menyukai sup daging.“Kenapa aku jadi sensitif dengan aroma yang kuat akhir-akhir ini?” Eleana membersihkan bibirnya dengan air yang mengalir.Ia kemudian masuk ke dalam kamar dan duduk di tepi ranjang, menatap keluar jendela di mana berbagai burung sedang terbang bebas di atas awan. Jantung
Eleana turun dari lantai atas, sembari mengikat rambutnya ia berjalan menuju dapur. Belakangan ini ia jadi sering lapar di tengah malam karena hormon kehamilan. Beruntung, Bibi Margareth selalu membantunya jika ia sedang kesulitan, sejauh ini hanya Bibi Margareth yang tahu tentang kehamilannya.Eleana tidak membangunkan Bibi Margareth lagi, ia memilih untuk menggoreng daging ayam dan kentang yang ada di lemari pendingin. Ini sudah sangat larut, ia tidak ingin merepotkan orang lain mengenai kehamilannya.Selepas makanan matang, Eleana kembali ke kamar. Ia sangat bosan, selama dua hari ini tidak tahu harus melakukan apa karena tidak ada Mikael di rumah. Kamar juga menjadi sepi, biasanya ia akan bicara atau hanya sekadar mendengar keluh kesah Mikael tentang pekerjaan.Ia rindu Mikael.Seharian ini Mikael juga tidak memberi kabar, biasanya Mikael akan menelepon setelah selesai meeting, hari ini beda. Karena rasa khawatir dan penasaran, akhirnya Eleana memutus
Mikael terbangun dengan cahaya terang dari matahari yang menerobos jendela kamar. Seingatnya, semalam ia tengah memperhatikan Eleana yang sedang berdiri membelakanginya di depan jendela.“Ana?” panggil Mikael.Mikael mencari Eleana di kamar mandi, walk in closet, dapur, taman belakang, bahkan ia mengelilingi separuh dari mansion megahnya, dan tidak menemukan wanita itu di mana pun.“Tuan, bukankah kau sedang sakit?” tanya Bibi Margareth yang tidak sengaja melihat Mikael sedang duduk di undakan tangga sembari mengusap wajah.“Di mana Ana?”“Nyonya belum terlihat sedari pagi Tuan.”Mikael begitu kebingungan, ia tidak tahu di mana Eleana sekarang. Saat ia tidak sengaja membuka lemari, seluruh pakaian Eleana sudah tidak ada. Dengan kesal Mikael membanting pintu lemari, menumpahkan emosinya pada benda-benda di sekitar.“Wanita itu, sama saja dengan wanita lain!” teriak Mikael.
Berapa hari lagi yang harus Mikael habiskan untuk mencari keberadaan Eleana, berapa orang lagi yang harus ia kerahkan untuk melacak wanita itu. Hasilnya masih tetap sama, Eleana belum ditemukan. Eleana seperti hilang ditelan bumi.Mikael seperti mayat hidup yang menghabiskan sisa waktunya di depan komputer atau hanya menunggu telepon dari orang suruhannya yang ia sebar di beberapa negara. Berharap ada kabar baik dari seorang wanita yang ia cintai.Ia juga sudah berusaha menanyakan keberadaan Eleana pada teman kampusnya, tetapi mereka tidak tahu. Wanita itu juga tidak memberi kejelasan kapan dia akan kembali berkuliah setelah mengambil cuti untuk beberapa bulan.Dan kali ini, sebuah kabar mengejutkan begitu mengguncang Mikael, sampai ia tidak dapat berpikir jernih. Ia tidak nafsu makan sejak mendengar kabar itu dan sekarang ia juga tidak peduli tubuh lelahnya yang ia paksa untuk bepergian.Mikael terbang menuju Hongkong setelah mendengar kabar duka yang sa
Troli berisi beberapa bahan makanan dan camilan, berhenti di depan kasir. Wanita berbadan dua dengan balutan mantel khas musim dingin itu menunggu belanjaannya selesai dihitung sambil sesekali mengusap perut bulatnya.Di luar memang musim dingin, tetapi Eleana merasa gerah sampai terdapat bulir-bulir keringat pada pelipisnya. Matanya tidak berhenti bergerak gelisah, sesekali ia mencuri pandang ke belakang, memperhatikan orang-orang yang sedang berbaris menunggu giliran untuk membayar.Entah kenapa, akhir-akhir ini Eleana merasa jika seseorang sedang mengawasinya. Seseorang yang sama, bertopi hitam dan memakai jaket kulit. Sudah dua hari berturut-turut Eleana merasa dibuntuti oleh orang tersebut. Awalnya saat ia pulang setelah bercerita bersama Izrael, kedua adalah hari ini.Setelah membayar di kasir, Eleana segera keluar dari minimarket sambil membawa barang belanjaan. Ia seperti orang yang tengah dikejar, padahal di belakang sama sekali tidak ada yang mengejar.