Vina menitikkan air mata ketika akhirnya dia bisa merasakan bagaimana rasanya IMD. Bagaimana rasanya bayi langsung menyusu kepadanya begitu lahir.
Bima terus menerus membantu bayi kecil mereka menyusu sambil terus menerus menitikkan air mata. Semuanya kompak menangis haru, membuat beberapa paramedis sengaja menjauh agar tidak menganggu interaksi keduanya.
"Udah dong nangisnya!" Ejek Vina yang tidak sadar diri, dia bahkan masih menitikkan air mata.
"Aku bahagia banget, Sayang! Sungguh!" Bima tersenyum, matanya masih memerah dan basah, membuat Vina terkekeh seraya mengelus lembut kepala bayi yang baru beberapa menit lahir itu.
"Aku sudah minta lebihan darah untuk kita lakukan pengecekan, Sayang. Kita akan deteksi lebih dini. Dan harapanku ... Tidak ada lagi Anetta yang lain." Bisik Bima lirih.
"Bagaimana ka--."
"Sayang! Stop overthinking, oke?"
Vina tertegun menatap mata itu, ia tersenyum getir dengan air m
Bima terus memacu tubuh dalam kungkungannya itu, keringatnya mengucur deras. Nafasnya tidak beraturan, ia sudah hampir sampai! Rasanya sensasi nikmat itu menjalar hingga keseluruh syaraf tubuh dan ubun-ubunnya. Sungguh sebuah nikmat yang tidak dapat lagi ia ungkapkan dengan kata-kata.Ia memejamkan matanya erat-erat, desahan itu berubah menjadi erangan panjang ketika kemudian ada sesuatu yang meledak-ledak dalam diri Bima. Bima membiarkan miliknya tumpah. Ia sedang berusaha menetralkan nafasnya yang terengah-engah luar biasa karena aktivitas fisik yang baru saja selesai ia lakukan itu.Peluhnya banjir, membuat tubuhnya makin terasa panas dan lengket. Setelah semuanya usai, dengan perlahan Bima menarik keluar miliknya dari dalam gadis itu, tampak cairan putih kental itu meleleh. Bima menyeka keringat yang mengucur dari tubuhnya, lalu menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh polos yang sama bersimbah peluhnya itu.Bima menyapu bibir itu dengan lembut, bibir dengan aroma
Bima tersenyum lebar ketika melihat sosok itu begitu cantik dengan dress batik sambil membawa buket mawar dan sebuah sebuah boneka panda. Hari ini hari bahagianya, akhirnya setelah berjuang dengan segala drama dan tetek-bengek lainnya, ia lulus juga dari kepaniteraan klinik. Lulus UKMPPD one shoot sehingga pada hari ini ia sudah sah menyandang gelar dokter di depan namanya.Ya ... hari ini adalah hari dimana akhirnya ia diambil sumpah dokternya, sebuah prosesi wajib setelah semua proses pendidikannya selesai. Proses yang men-sahkan dirinya menjadi seorang dokter."Congratulation dokter Bima Dirgantara Soebroto, akhirnya sah jadi dokter juga, Sayangku!" teriak sosok itu riang lalu memeluk Bima erat-erat.Bima balas memeluk sosok itu, mendekap erat tubuh wanita yang sangat ia cintai itu. Rasanya lengkap sudah semuanya hari ini. Ia tersenyum sambil mencium puncak kepala Melinda."Terima kasih banyak ya Sayang, terima kasih sudah sangat saba
Bima masuk ke dalam kamarnya setelah semua acara di rumahnya selesai. Tubuhnya letih luar biasa. Sejak pagi tamu tidak ada habis-habisnya, entah sejawat papanya, teman-temannya sendiri, yang jelas hari ini acaranya begitu padat. Bagaimana tidak padat? Hari ini ia sudah resmi menikah, menyandang gelar dan status baru, yaitu seorang suami.Bima tertegun menemukan Melinda tengah menyisir rambutnya yang setengah basah itu. Kekasihnya itu sekarang sudah resmi ia nikahi! Setelah sekian lama menjalin kasih, cinta mereka berlabuh juga di jenjang pernikahan ini."Sayang," Bima memeluk Melinda dari belakang, dikecupnya pipi Melinda dengan penuh kasih."Cepat mandi, biar badannya seger," tampak wajah itu begitu bahagia, sama, Bima juga sangat bahagia."Oke, jangan tidur dulu," pesan Bima sambil tersenyum jahil. Dapat Bima lihat wajah itu memerah, membuat Bima makin gemas dengan gadis yang perhari ini sudah resmi menjadi isterinya itu.Bima mengunci pintu kama
"Gimana, keren kan?"Bima terbelalak ketika tahu akhirnya ia dapat wahana internship masih di kota ini, tanpa perlu keluar kota bahkan ke luar pulau. Sebuah keberuntungan karena ia tidak harus pisah dari sang isteri."Kok bisa sih, Pa? Hebat!" senyum Bima merekah, apakah ini yang dinamakan keuntungan punya half blood? Alias darah keturunan dokter? Jadi semua langkahnya sedikit dipermudah?"Pentingnya punya koneksi ya seperti ini, Bim. Sudah ya, lega kan internship tidak harus jauh dari isteri dan orangtua?" Andi tersenyum, lalu menepuk lembut pundak Bima."Terima kasih banyak ya, Pa. Sejauh ini papa selalu ada buat bantu Bima, entah biayain, entah mempermudah langkah Bima, Bima nggak bisa apa-apa tanpa Papa." guman Bima tulus."Sudahlah, itu sudah jadi kewajiban papa, Bim. Fokus ke internship mu dan segera lanjut ambil PPDS, oke?" Andi tersenyum, menatap putra semata wayangnya itu dengan penuh kebanggaan.Bima meng
Bima tersentak dari tidurnya, nafasnya tersengal-sengal. Keringat dingin mengucur membasahi tubuhnya. Gadis itu ... gadis yang dulu dia setubuhi itu datang dalam mimpinya! Datang dengan membawa pisau menghampiri dirinya, kenapa ia harus mimpi seperti itu sih?Bima mencoba menetralkan nafasnya, ia tidak mau menganggu tidur sang isteri. beberapa bulan setelah peristiwa itu, baru kali ini dia mimpi seperti ini. Apa artinya? Apa jangan-jangan gadis itu depresi lalu bunuh diri? Astaga, kenapa jadi rumit macam ini sih? Kenapa?Bima bangkit dari ranjangnya, lalu melangkah ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, ia mencuci wajahnya di wastafel. Wajah gadis itu masuk begitu ia ingat, masih sangat jelas terbayang dalam benak Bima! Dia cantik, sangat cantik, dengan tubuh yang luar biasa menggodanya! Kulit putih bersih, dengan dengan rambut panjang hitam legam. Belum lagi kenikmatan tubuh itu sama sekali tidak bisa Bima lupakan begitu saja!Sama-sama masih perawan, kenap
"Kehamilan sebelas minggu, namun sayang sekali, Bu, kehamilan Nina tidak bisa dipertahankan lagi," guman dokter Gina sambil menatap nanar wanita paruh baya yang menangis sesegukan itu."Jadi terpaksa kita harus lakukan kuretase ya, Bu." lanjut dokter Gina lagi."Astaga, Nin! Kenapa kamu jadi begini? Kenapa kamu sampai jauh kebablasan sejauh ini? Siapa pelakunya, Nin?" rintih wanita itu sambil mengangkat sesegukan."Ini mohon maaf, suaminya benar-benar tidak ada? Kami dari pihak rumah sakit hendak meminta tanda tangan persetujuan prosedur kuretase-nya, Ibu," tanya dokter Gina sabar."Biar saya yang tanda tangan saja, Dokter!" guman wanita itu sambil menyusut air matanya."Minta perawat mempersiapkan dokumennya, Bim!" perintah dokter Gina pada Bima yang langsung dibalas anggukan kepala.Bima bergegas pergi menemui perawat jaga IGD untuk mempersiapkan lembar persetujuan itu. Hatinya berkecamuk luar biasa, dipikirannya hanya ada gadis itu. Apaka
Bima mengentikan mobilnya tepat di depan kantor cabang sebuah bank swasta terbesar di Indonesia, tempat di mana Melinda isterinya itu bekerja. Melinda adalah seorang banker, berbeda dengan Bima yang merupakan seorang dokter.Jika kebanyakan teman-teman sejawat-sejawatnya memilih untuk menikahi sesama dokter, maka tidak dengan Bima. Ia lebih memilih mengikuti jejak sang ayah yang memilih menikahi wanita yang berbeda profesi dengan dirinya. Bima pun demikian, sama sekali ia tidak tertarik untuk menikahi sesama dokter karena ia tahu profesi mereka memakan banyak waktu, banyak waktu mereka akan habis di rumah sakit untuk pasien-pasien mereka. Akan sangat jarang mereka memiliki waktu di rumah, dan Bima ingin kelak anak-anaknya bisa punya banyak waktu di rumah dengan ibunya di rumah, seperti dirinya.Dan itulah yang kemudian membuat Bima menikahi Melinda, anak fakultas ekonomi manajemen yang ia kenal sejak pre-klinik. Dari semula ikut seminar perpajakan yang diadakan fakulta
Melinda meletakkan testpack yang baru saja ia gunakan itu dengan lesu, masih garis satu! Sudah tiga bulan bukan ia bergumul dengan suaminya, tanpa pengaman, menghitung masa subur, kenapa ia belum hamil juga? Kenapa? Apa yang salah?Air matanya mendadak menetes, ia menangis sesegukan di kamar mandi. Hatinya khawatir, risau, takut dan kecewa! Ia benar-benar kecewa dengan dirinya sendiri! Kenapa ia tidak kunjung hamil?Bima menekan knop pintu kamar mandi kamar mereka dan tertegun mendapati sang isteri tengah menangis sambil duduk di atas kloset."Sayang, kenapa?" tanya Bima lalu jongkok di depan sang isteri.Melinda sontak memeluk erat-erat tubuh suaminya, tangisnya kembali pecah, dadanya sesak luar biasa. Bima masih tidak mengerti apa yang membuat isterinya itu menangis sesegukan macam ini, hingga kemudian matanya menatap benda itu ada di depan bagian atas kloset. Dan ia paham apa yang kemudian membuat Melinda menangis sampai sebegitunya."Sudah, ken