Share

5. Suara Desahan Di Ponsel Yuyun

"Lho, itu bukannya Mas Rohman?"

Aku sontak langsung mengucek kedua mataku, ketika melihat Mas Rohman membonceng seorang wanita, dan berhenti di area parkir yang tidak jauh dari tempatku berjualan.

Aku hendak memanggilnya, namun seseorang pembeli datang dan membuatku mengurungkan niat untuk memanggil Mas Rohman.

"Mbak, beli cabenya lima kilo saja, sekalian sama tomatnya dua kilo."

"Oh, iya Bu." Dengan sedikit tergesa aku menimbang pesanan ibu-ibu tersebut, lalu setelah diberi uang dan aku mengucapkan terima kasih, aku kembali menoleh ke tempat Mas Rohman parkir tadi.

"Benar, itu motor Mas Rohman. Tapi, kenapa dia bisa nganterin wanita itu ya? Siapa dia?"

Ingin sekali rasanya aku masuk ke dalam pasar, dan kemudian mencari mereka berdua. Namun, aku tidak bisa meninggalkan barang dagangan ku begitu saja kan? Apalagi sekarang hari Minggu, yaitu hari pasaran untuk Pasar Wage ini, jadi para pengunjung yang datang lebih ramai dua kali lipat dari hari-hari biasanya.

"Apa mungkin itu Ika?" Aku jadi teringat dengan janda di gang sebelah, yang kata Mbak Yuyun, dia memiliki ciri-ciri, rambut panjang sebahu, kulitnya putih, terus dada dan pantatnya montok. Dan, ciri-ciri itu sama persis dengan wanita tadi. Berarti, itu beneran Ika.

Ahh ... Tapi, masa sih itu beneran Ika?

Aduh ... aku jadi semakin was-was ketika memikirkan hal ini.

Lalu tidak lama kemudian aku melihat mereka berdua keluar dari pasar induk, dan berjalan menuju parkiran kembali, aku hendak mengejar mereka berdua, namun lagi-lagi ada pelanggan yang datang.

"Hei, Mbak Nella. Mau ke mana? Aku mau beli nih."

"Eh, Bu Retno. Bentar ya, Bu. Bu Retno tolong tunggu sebeentaarr saja ya?"

"Aduh, Mbak. Nggak bisa, Mbak. Ini sudah jam setengah enam, aku sudah kesiangan."

Huft ....

Aku hanya bisa menghela napas menghadapi kenyataan seperti ini, ya sudahlah, urusan Mas Rohman biar aku tanyakan di rumah nanti, sekarang aku harus melayani para pelangganku.

Meski aku tetap memutuskan untuk berjualan, namun sedari tadi hatiku tidak bisa tenang, aku tetap saja terus kepikiran Mas Rohman dan wanita tadi.

Ya Allah ... cobaan apalagi ini? Masa iya sih, suamiku yang kerjanya tidak jelas itu, bisa membuat janda itu kepincut?

Jika dipikirkan rasanya sungguh tidak masuk akal.

Namun ....

"Eh, Nella. Coba kamu lihat perempuan yang pakai jaket merah dan legging warna hitam itu, dia itu tetanggaku. Tapi, kelakuannya aduh amit-amit ...."

"Lho, memangnya kenapa, Bu Yanti?"

"Huh, dia itu ... Hemm ... apa sih sebutan untuk perempuan seumuran kami yang suka sama laki-laki muda? Tante girang ya? Aduh, lupa aku. Pokoknya dia itu seperti itu, banyak yang bilang dia sekarang ngehidupin empat brondong yang masih kuliah, wes pokoknya amit-amit jabang bayi deh."

"Hah! Masa sih, Bu? Maksudnya membiayai cowok gitu? Lho, bukannya seharusnya cowok ngebiayain cewek ya?"

"Heh, Nella. Kamu pikir hanya laki-laki yang bisa ngebiayain cewek? Di dunia ini banyak tahu cewek yang ngebiayain cowok, terutama wanita-wanita lumayan berumur seperti kami. Pokoknya asalkan kita punya duit, dan laki-lakinya mau, kita juga bisa pilih yang ganteng dari mereka. Jadi jangan pikir di dunia ini hanya ada sugar daddy. Itu kan sebutan anak muda sekarang?"

"Ooww ...." sahutku seraya mengangguk, sebab aku juga baru tahu kenyataan ini.

Hah! Jangan-jangan, Mas Rohman?

Setelah mendengar penjelasan Bu Yanti, hatiku semakin tidak tenang. Mungkinkah Mas Rohman benar-benar selingkuh dengan Ika?

Sebab, meskipun Mas Rohman tidak bisa membiayai hidupnya Ika, namun Ika masih memiliki banyak laki-laki yang bisa ia porotin hartanya.

Tiba-tiba aku kepikiran hal ini setelah mengingat gosip tentang Ika dari para tetanggaku. Jadi, kemungkinan besar saat ini Mas Rohman jadi lelaki pemuas nafsunya Ika, seperti tetangganya Bu Yanti tadi.

Huh, pantas saja suamiku tidak pernah mengeluh tidak punya uang walau tidak bekerja. Ia pun juga masih bisa beli rokok, atau mancing ke tempat jauh sekalipun, tanpa memikirkan dapat uang bensin dari mana? Sebab kenyataannya ia punya dekengan di belakangnya, atau bisa disebut backingan.

Ini benar-benar tidak bisa didiamkan, jadi aku haru pulang untuk meminta penjelasan sekarang juga. Putusku seraya mulai membereskan barang-barang dagangan ku.

"Lho, Nell. Kamu mau ke mana?" tanya Bu Yanti yang terlihat kebingungan, sebab tiba-tiba aku beres-beres barang dagangan.

"Mau pulang dulu, Bu. Ada urusan di rumah."

"Owalah ... Ya udah, hati-hati."

Aku mengangguk, lalu kemudian segera memanggil Mas Anton untuk meminta tolong membawakan sepeda motorku mendekat ke tempatku.

***

Sesampainya di rumah, rumah terlihat masih sepi, sepertinya Mas Rohman belum pulang. Lalu ke mana dia?

"Lho, Nella. Tumben hari Minggu sudah pulang pagi? Sudah habis ya dagangannya?"

"Belum Mbak, pingin pulang aja."

"Lho, kenapa? Lagi ada masalah ya? Kenapa raut wajahmu seperti itu?" tanya Mbak Yuyun yang peka sebab aku tidak terlihat seperti biasanya.

Aku sebenarnya sedikit ragu bercerita tentang kejadian tadi kepada Mbak Yuyun, tapi kalau aku pendam sendiri, aku tetap tidak tenang.

"Gini Mbak, aku tadi lihat Mas Rohman nganterin cewek ke pasar, dan sepertinya itu Ika."

"Hemmh ... Cewek itu pakai baju putih dan celana jeans tow?"

Aku sontak terkejut, lalu kemudian mengangguk.

"Iya, cewek itu memang Ika, aku juga melihatnya tadi ketika membuka jendela ruang tamu. Hemmh ... Nella, sebenarnya aku mau cerita sama kamu, tapi aku takut kalau kamu tidak percaya. Namun, setelah kamu melihat kenyataan ini sendiri, aku jadi yakin buat cerita sesuatu sama kamu."

"Hah! Memangnya apa, Mbak? Jangan-jangan ini juga berkaitan dengan perkataan Mbak Yuyun waktu itu, yang aku disuruh waspada dengan Mas Rohman.

"Kita ke rumahku dulu ya, aku juga mau tunjukkin sesuatu sama kamu."

Entah mengapa perasaanku jadi semakin tidak enak setelah mendengar hal ini. Ya Allah ... petunjuk apa yang akan Engkau berikan kepada hamba Mu ini?

Lalu kemudian Mbak Yuyun menarik tanganku menuju belakang rumahnya, dan dia kemudian menyuruhku duduk di bangku yang biasanya buat kegiatan petan uban.

Setelah itu Mbak Yuyun masuk ke dalam rumahnya, dan tidak lama kemudian ia keluar lagi seraya membawa HP di tangannya.

"Coba dengarkan baik-baik, tapi kamu harus kuat ya? Yang sabar," ujarnya dengan mata yang mulai memerah, membuat jantungku berdetak semakin tidak nyaman.

Ya Allah, bolehkah aku menolaknya? Rasanya aku seperti tidak sanggup mendengar kenyataan apa yang tersimpan di ponsel Mbak Yuyun.

Tapi, kalau aku tidak mendengarnya, rasa penasaranku ini juga akan semakin tidak berujung.

Dengan sedikit gemetar jariku mulai menyentuh tombol 'play' tersebut, lalu kemudian samar-samar terdengar suara aneh yang keluar dari speaker ponselnya Mbak Yuyun.

"Akh ... akh ... akh .... aku hampir sampai," ujar seseorang wanita, yang suaranya tidak terlalu jelas.

"Sama aku juga, kita keluar barengan ya?" Yang ini aku kenal jelas suara siapa ini, sebab ini adalah suaranya Mas Rohman, suamiku sendiri.

Aku sontak memegang dadaku sendiri setelah mendengar rekaman ini, aku tidak menyangka kalau Mas Rohman benar-benar berselingkuh.

Ya Tuhan ... apakah semua ini memang nyata?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status