“Jadi, Dewa Pedang adalah pemilik dari Pagoda Sembilan Naga?” tanya Hou Cun kepada Dewa Pedang saat mereka sama-sama sudah berdiri di depan Pagoda.“Bukan, Pagoda Sembilan Naga adalah milik Wuxia,” jawab Dewa Pedang, “saya hanyalah orang yang diberi mandat oleh leluhur untuk menjaganya.”Hou Cun hanya mengangguk-angguk sebagai tanggapan. Setelah itu dia melangkah maju. Kakinya sudah akan menapak pada anak tangga pagoda ketika tiba-tiba pergerakannya ditahan oleh Min Cun.“Pagoda Sembilan Naga tidak boleh dimasuki sembarangan orang.”Hou Cun menahan napasnya; menarik kembali kakinya; dan menutup mata. Dia berusaha untuk menahan amarah. Menurutnya, belum waktunya ia berurusan dengan Dewa Pedang Maha Tahu.Batin Hou Cun berucap, “Akan tiba saatnya di mana kau kukalahkan dan pagodamu ini rata dengan tanah.”Hou Cun kembali membuka matanya dengan mimik muka yang sudah berubah. Dia berbalik dan menatap Dewa Pedang dengan senyuman terukir di wajah.“Maaf atas kelancangan saya, Dewa Pedang!”
Suara teriakan Bai Jia terdengar hingga ke sudut-sudut Paviliun Utara. Namun, hal itu tidak bisa didengar oleh mereka yang ada di luar paviliun tersebut. Murid-murid Paviliun Sembilan Naga yang lain hanya dapat melihat cahaya terang di atas atap Paviliun Utara. Mereka selalu takjub sekaligus merinding setiap kali melihatnya. “Aku selalu merasakan perasaan aneh setiap Paviliun Utara menyala terang seperti itu,” ucap salah seorang murid Pagoda Sembilan Naga.“Benar, aku juga merasakan hal yang sama, seperti ... entahlah, rasanya campur aduk, ada perasaan sedih tapi bersamaan dengan itu juga ada rasa takut dan marah,” sahut murid yang lain. Semua orang setuju dengan pernyataan itu. Meskipun Paviliun Utara telah dilindungi, tapi dampak dari kedahsyatan energi murni Pedang Surga dan kekuatan iblis Bai Jia tetap saja bisa dirasa.“HA ... A ...!” Teriakan Bai Jia terdengar begitu menyakitkan. Min Cun baru saja melepas satu ikatan yang menyegel energi Bai Jia. Hampir sama seperti sebelum
Setelah satu tahun berada di paviliun tanpa pernah keluar sekalipun, akhirnya kini tiba waktu di mana Bai Jia berdiri di depan pintu Pagoda Sembilan Naga. Hanya tinggal satu langkah lagi dan ia bisa keluar ke dunia persilatan. JEGLEK!Pintu pagoda terbuka, sekarang giliran Bai Jia yang akan menghadapi ujian. Lantai dasar pagoda menjadi tingkat pertama yang harus Bai Jia lalui. Di sini Bai Jia akan diuji mengenai pemahaman dasar dari kitab dharma yang ada di perguruan mereka. Walau waktu Bai Jia berada di perguruan masih bisa dibilang sebentar, akan tetapi dia jauh lebih sering menghafal kitab daripada murid-murid lainnya yang sudah lebih dulu ada di perguruan.Bai Jia hafal dengan cukup lancar. Dia sampaikan kepada guru yang mengujinya semua yang terdapat dalam kitab, tanpa ada kesalahan serta kekurangan.Guru itupun merasa puas. “Bagus, Bai Jia! kuharap kamu tidak hanya sekedar menghafalnya di kepala, tetapi juga mengamalkannya dengan hati.”“Baik, Guru.”“Sekarang, silakan kamu me
Setibanya Bai Jia di lantai empat Pagoda Sembilan Naga, dia melihat seseorang tengah memainkan kecapi. Suara kecapi yang dihasilkan dari petikan jari orang itu mengalun dengan sangat indah. Menggema di ruangan tersebut dan masuk dengan sangat sopan ke telinga Bai Jia.“Cantik.”Pujian itu tidak hanya untuk musik yang dihasilkan, akan tetapi juga untuk yang memainkannya. Seorang perempuan cantik yang kecantikannya tidak bisa dideskripsikan oleh Bai Jia.Gaun merah muda bermotifkan bunga yang membalut kulit putih dan rambut hitam panjang yang terurai dengan sedikit pernak-pernik giok, serta wajah tirus dengan hidung, bibir, dan mata yang proporsional.Apa yang Bai Jia lihat saat ini mengingatkannya pada hari pertama kali dirinya sampai di Ibu Kota Wuxia. Saat itu dari kejauhan dia melihat bagian atas Pagoda Sembilan Naga yang tertutup kabut putih, membuatnya seolah terhubung dengan langit.Setelah melihat ini semua, sekarang Bai Jia semakin penasaran apakah Pagoda Sembilan Naga sungguh
Bai Jia tiba di lantai lima Pagoda Sembilan Naga dan menemukan seorang pria tampan dengan rambut putih panjang terurai sedang duduk sambil mengelap sebuah pedang. Penampilan si pria semakin terlihat elok dengan pakaian yang senada dengan warna rambutnya. Terdapat sebuah tanda merah di dahi pria indah itu, dan Bai Jia merasa tidak asing dengan tanda tersebut. Namun, ia tidak yakin di mana pernah melihatnya.Pria di hadapan Bai Jia saat ini terlihat sedang membersihkan pedang yang sebenarnya sudah tampak sangat mengkilat. Hal itu memunculkan sebuah spekulasi di kepala Bai Jia, bahwa kemungkinan besar setelah ini ia akan kembali bertarung pedang.“Jadi, bagaimana di lantai empat?” tanya laki-laki berambut putih tersebut.Bai Jia tidak tahu ‘bagaimana’ seperti apa yang dimaksud. Cukup ragu Bai Jia menjawab, “Nona Xiao Jiang, beliau terluka setelah semalaman bertarung pedang.” Pada akhirnya Bai Jia memilih kalimat itu sebagai jawab
“Kitab iblis?”“Iya,” jawab Lin Yi, “tapi sudahlah, lupakan! sekarang, lebih baik kamu lanjutkan perjalananmu, Saudara Jia!”“Baik! kalau begitu ...,”—Bai Jia memberi hormat—“saya pamit.”“Hem.”Sebenarnya Bai Jia masih sangat penasaran dengan Kitab Iblis. Namun, untuk sementara ini dia akan menahan rasa penasarannya terlebih dulu. Setelah nanti ujiannya selesai, barulah Bai Jia akan kembali mencari tahu.Langkah Bai Jia kembali menapaki satu per satu anak tangga. Dia menuju ke tingkat selanjutnya dengan banyak pertanyaan di kepalanya mengenai sosok seperti apa lagi yang akan ia temui kali ini. Bai Jia sedikit bingung begitu menginjakkan kaki di lantai enam Pagoda Sembilan Naga. Berbeda dari lantai-lantai sebelumnya, kali ini dia tidak melihat adanya pendekar bertubuh kekar ataupun pendekar dengan pedang di tangan, melainkan seorang kakek bertubuh kecil dengan jenggot putih panjang. Pria tua itu duduk bersila di belakang meja untuk bermain Weiqi/ Go (sejenis permainan catur dengan m
Sesampainya Bai Jia di lantai tujuh, dia menatap punggung seorang laki-laki paruh baya dengan rambut panjang yang diikat cemol ke atas. “Guru?”Laki-laki tersebut berbalik, membuatnya berhadapan langsung dengan Bai Jia. Seutas senyum pun orang itu berikan kepada Bai Jia.Min Cun, dia lah Dewa Pedang yang harus dilawan oleh Bai Jia di tingkat tujuh Pagoda Sembilan Naga. Semua kemampuan yang ada di tingkat-tingkat sebelumnya seperti ketahanan fisik, kejelian, teknik dan ilmu pedang, serta strategi akan diuji bersamaan di sini.“Jadi, di tingkat ini, aku harus melawan Guru?”Min Cun mengangkat sebelah ujung bibirnya. Lalu, tanpa aba-aba dia langsung menyerang Bai Jia dengan pedangnya. Bai Jia reflek mencabut pedang dari tempatnya untuk kemudian melawan Min Cun. Sekalipun itu gurunya, Bai Jia bertekad bahwa ia tidak akan melunak.Dentingan pedang keduanya mengisi seluruh ruangan lantai tujuh. Sudah beberapa kali Bai Jia menang melawan Min Cun saat latihan, jadi pasti kali ini dia juga b
Jarak Antara Yuan Zi dan Pedang Surga semakin terkikis. Yuan Zi sudah pasrah jika harus mati sekarang. Yuan Zi menahan napas dan menutup matanya. Di dalam gelap itu dia menanti ujung besi merobek kulitnya. Namun, sudah sejak beberapa detik lalu pedang itu meluncur ke arahnya, Yuan Zi masih tidak merasakan apapun.“Apakah mati tidak terasa menyakitkan seperti ini? kenapa aku tidak merasakan apa-apa?” batin Yuan Zi.Penasaran, akhirnya Yuan Zi memberanikan diri untuk membuka mata. Betapa terkejutnya dia, ketika membuka mata didapatinya Pedang Surga hanya berputar-putar di depan dadanya.Bai Jia, dia menahan laju pedangnya dari jauh. Dia menahan diri untuk tidak membunuh Yuan Zi.Yuan Zi kembali mengatur napasnya. Namun, kali kini kakinya terasa lemas hingga membuatnya berlutut. Bai Jia menarik pedangnya kembali ke tangannya. Lalu, dia masukkan pedang tersebut ke dalam wadahnya.“Sepertinya aku sudah kalah,