Share

Chapter 2

Dengan tergopoh-gopoh Aryo terus lari menggendong Hasna memasuki puskesmas terdekat. Bagaimana tidak, kehidupan mereka yang memang serba kekurangan membuat mereka tidak memiliki harta apapun yang berharga termasuk pula kendaraan. 

Saat itu wajah Hasna mulai terlihat pucat dan di iringi pula dengan peluhnya yang terus menyucur deras. Hasna yang saat itu dalam keadaan sudah terkulai lemas, hanya bisa terus meringis memegangi perutnya. 

"Sakit mas." Ucapnya pelan. 

Aryo pun berhasil membawa istrinya masuk ke dalam puskesmas, malam yang semakin larut membuat puskesmas itu terlihat begitu sepi, bahkan suara langkah kaki Aryo pun terdengar begitu menggema di ruangan itu. 

Dengan cepat Aryo mendudukkan Hasna di kursi roda yang berada tak jauh dari pintu masuk puskesmas. 

"Hallooo,, apa ada orang disini? Tolong, ada orang sakit disini" Teriak Aryo yang semakin terdengar menggema. 

"Iya mas, siapa yang sakit?" Tanya seorang perawat wanita yang baru saja muncul dari salah satu ruangan dengan wajahnya yang seperti orang khas baru bangun tidur.

"Dia yang sakit, tolong periksa dia! Saat ini dia sedang hamil 6 bulan dan katanya ketubannya pecah." Jelas Aryo secara singkat. 

perawat itu pun melirik ke arah Hasna yang sedang duduk lemas di kursi roda dengan wajahnya yang terlihat semakin pucat. Lalu matanya mulai melirik ke arah kaki Hasna, karena saat itu terlihat darah yang mengalir di kakinya. 

"Ah ayo pak, sebelah sini." Ucap perawat yang syok dan langsung mengarahkan mereka untuk memasuki ruang pemeriksaan. 

Mereka pun menidurkan Hasna di kasur, perawat dengan sigap mulai memakai sarung tangan dan memeriksa bagian kemaluan Hasna. 

"Benar mas, ibu ini mengalami pecah ketuban dan pendarahan." Jelas perawat singkat. 

Mendengar hal itu sontak membuat Hasna kembali histeris dan menangis kuat.

"La, lalu bagaimana? Ayo segera obati dia!" 

"Jalan satu-satu adalah melahirkan bayi yang ada di kandungannya mas." 

"Hah?! Harus dilahirkan?! Tapi kan kandungannya masih 6 bulan!" Ketus Aryo yang masih merasa tak terima. 

"Mau tidak mau memang harus seperti itu mas, karena jika tidak, bayi akan terminum banyak air ketuban dan juga akan terinfeksi bakteri dari luar rahim karena kantung ketubannya juga sudah pecah."

"Apa bisa begitu? Lalu jika dilahirkan sekarang apa dia masih bisa selamat dan hidup?" Tanya Aryo lagi. 

"Kami tidak berani menjamin mas." Jawab perawat itu dengan sedikit ragu.

Mendengar hal itu, sontak membuat Hasna menjadi tak karuan, seolah rasa takut yang begitu besar kini mulai menerkamnya. 

"Sudah cukup! Tolong cepat lakukan yang terbaik untuk anakku!" Teriak Hasna yang meninggikan suaranya. 

Perawat itu pun mengangguk singkat, ia pun memanggil satu rekannya yang ikut bertugas malam itu. Dengan sigap mereka mempersiapkan semua peralatan yang akan di butuhkan untuk proses persalinan di malam yang terasa begitu mencekam pada bagi Hasna. 

Suntikan injeksi segera di suntikkan pada Hasna demi merangsang bayi agar bisa keluar. Beberapa saat setelahnya Hasna pun merasakan rasa mules yang luar biasa pada perutnya. 

"Aagh tolong, sakit, perutku mules sekali, aku mau ke toilet!" Teriak Hasna sembari mulai mencengkram lengan salah satu perawat. 

Mendengar hal itu, perawat pun kembali membaringkan Hasna, menyuruhnya membuka lebar kedua kaki lalu menekuknya. Hasna pun mengikuti segala intruski yang di berikan perawat, hingga setelah beberapa kali mengejan, akhirnya ia pun berhasil melahirkan seorang bayi perempuan. 

Kini seluruh perasaan sakit yang sebelumnya di rasakan oleh Hasna, seolah lenyap seketika. Yang tersisa hanyalah peluh yang masih bercucuran deras di dahi dan lehernya. 

"Apa jenis kelaminnya?" Tanya Aryo sigap. 

"Dia perempuan mas." Jawab perawat itu namun dengan raut wajah berbeda.

Tapi bagi Hasna, seperti ada sesuatu yang mengganjal, seperti yang dia tau pada umumnya, bayi ketika baru di lahirkan ke dunia pasti akan menangis kuat. Namun nyatanya hal itu tidak terjadi pada bayi yang baru di lahirkan Hasna, hal itu pun seketika mengundang tanda tanya besar baginya, Hasna yang masih terbaring lemas pun langsung melirik ke arah perawat yang sedang menggendong bayinya. 

"Putriku baik-baik saja kan? Kenapa aku tak mendengar suara tangisannya?" Tanya Hasna dengan dahinya yang nampak mengernyit. 

Kedua perawat itu pun seketika saling berpandangan satu sama lain, lalu dengan ragu-tagu seorang perawat mendekati Hasna dan mengusap lembut pundaknya. 

"Yang tabah ya bu, bayi ibu tidak bisa terselamatkan, organ tubuhnya nyatanya belum matang sepenuhnya, di tambah pula ia terlalu banyak meminum cairan ketuban hingga badannya membiru." Jelas perawat dengan nada begitu pelan.

Mendengar penjelasan dari perawat itu pun sontak membuat Hasna langsung menangis sejadi-jadinya. 

"Tidak! Tidak mungkin, anakku pasti selamat! Anakku pasti masih hidup!" Teriak Hasna histeris.

"Maaf bu, tapi nyatanya bayi ibu memang sudah meninggal ketika dilahirkan." Jelas perawat itu lagi. 

"Tidak mungkin!!! Baru tadi dia masih bergerak begitu aktif di dalam perutku ini." Hasna nampaknya masih tak menyangka dengan apa yang terjadi pada putri kecilnya itu. 

"Ibu yang kuat ya bu, yang tabah." Jawab perawat itu. 

Hasna pun hanya bisa kembali menangis, Berbeda halnya dengan Aryo yang saat itu hanya berdiri terdiam di sudut ruangan. Ia terlihat begitu syok sembari terus mengusap kasar wajahnya dengan kedua tangannya. 

"Astaga, apa yang telah aku lakukan?" Tanya Aryo dari dalam hati sembari terus memukul-mukulkan kepalanya ke dinding.

"Ini semua karena kamu mas! Tega kamu mas, kamu benar-benar lelaki yang kejam!" Teriak Hasna yang mulai menatap tajam pada Aryo. 

Saat itu Aryo memilih terus diam, karena sesungguhnya ia pun menyadari jika semua ini terjadi memang karena sikapnya yang sudah begitu kasar menolak istrinya. 

"Pergi kamu mas, pergi!!" Teriak Hasna pun terdengar semakin melengking.

"Ta, tapi Hasna, ak, aku...." Ucap Aryo dengan terbata-bata. 

"Pergi dari sini!!" Bentak Hasna lagi. 

Membuat Aryo seketika terdiam sembari memandangi Hasna yang jadi begitu berani padanya. Setelah menghela nafas, Aryo pun akhirnya keluar dari ruangan tempat dimana Hasna bersalin. Dengan berjalan lesu, ia pun akhirnya duduk di sebuah kursi tunggu dan kembali mengusap kasar wajahnya. 

Kini rasa bersalah pada diri Aryo kian membesar, apalagi saat melihat bayinya yang begitu memprihatinkan, sontak membuat Aryo menjadi semakin ingin menangis.

*Beberapa hari kemudian* 

Ini adalah hari ketiga selepas kepergian bayi perempuan yang ia beri nama Karmila itu. Sejak hari pertama penguburannya anaknya, Hasna terlihat terus datang ke makam itu setiap hari. Hasna pun duduk termenung di depan makam anaknya dengan keadaan wajahnya yang masih terlihat begitu sembab dan pucat. Dengan tatapannya yang kosong, ia pun mulai memeluk batu nisan anaknya. 

"Kenapa kamu tidak membawa ibu ikut ke surga bersamamu nak?" Tanya Hasna yang kembali menangis tersedu-sedu di pusaran sang anak. 

Namun tiba-tiba saja seorang lelaki terlihat datang menghampiri Hasna yang kala itu masih terus menangisi makam anaknya, lelaki itu berdiri di hadapan Hasna, dan lelaki itu tak lain tak bukan ialah Aryo.

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status