Share

Iparku Mantan Mafia Jalanan
Iparku Mantan Mafia Jalanan
Penulis: EL Dziken

Bab 1. Laras

Matanya terpejam, napas memburu. Ada rasa takut lamat-lamat dalam batinnya. Tiba-tiba, ujung hidungnya terasa tersentil.

"Kalau, kau memejamkan mata, aku malah tertawa, ayo, melek."

Suara bisikan itu membuat Laras segera membuka matanya.

Pemandangan yang sangat memacu andrenalin.

Dada bidang dan mulus itu membuat Laras semakin terkesiap. Tak lama tangan sang pemilik dada bidang itu, memeluknya, bibirnya menjadi sasaran empuk. Lumatan kecil yang membuatnya nagih. Tak sengaja bibirnya ikut mengimbangi gerakan mutar dan menghisap itu.

Ah ... begini ternyata rasanya.

"Kau baru pertama kali melakukannya?"

Laras mengangguk. Wajahnya lugu menatap wajah tampan di depannya.

"Kau ingin lebih?"

Lagi-lagi, Laras menganggukkan kepalanya ragu. Ada bagian dari tubuhnya yang berdenyut. Apakah?

Belum juga, Laras berpikir jauh, bibir itu kembali mendarat, kali ini, tangan yang kuat itu melingkar pada pinggangnya.

Tangan kecil Laras, spontan mengusap dada kekar dan keras, merasakan lumatan di bibirnya kini berganti ke lehernya, terasa aliran darahnya berdesir antara geli dan nikmat. Lumatan demi lumatan , hingga pada saat puncaknya. Laras terpekik kaget.

"Tunggu ... "

"Ada apa?"

"Aku ... aku takut."

"Laras ... aku sudah tidak tahan."

Brak!!!!

Sebuah pintu terbuka kasar. Laras kaget setengah mati, pasalnya mamanya sudah berdiri di ambang pintu, membawa sebuah tongkat pentungan .

"Sudah mama, ketok pintunya, tapi kau belum bangun juga!!!" Bentak ibu Kartika, ibu kandungnya dalam suara yang teramat lantang.

"Mama!! "

Laras menatap bantal guling yang dipeluknya erat-erat. Ah, busyetttt semua hanya mimpi.

***

Kali ini pandangannya terus menatap punggung itu. Dari belakang terlihat kedua tangannya sibuk melakukan pekerjaannya. Seragam kokinya terlihat pas di badannya.

"Ras, ini, pesanan untuk meja nomor tujuh."

Suara itu mengagetkan gadis itu.

"Oh, iya. Sip. aku antar."

segera Laras membawa baki berisi dua minuman pesanan tersebut.

Rumah makan terlihat semakin ramai saja. Berkali-kali, Laras harus mondar-mandir mengantarkan pesanan,

"Hari ini, luar biasa, laris. siapkan tenaga ekstra kalian," kata Lukman. Kami , para pramusaji pun, mengangguk cepat.

Lukman dan Haris bagian minuman pun terlihat keteteran juga membuatkan beberapa pesanan minuman. Apa lagi, sang koki. Hebatnya, koki rumah makan hanya ada satu, ya pemilik restoran ini.

Semua rahasia resep ada padanya.

Laras melirik lagi pada ruang Koki.

'Mas Ardi, nggak cape apa yah?" pikir Laras.

Waktu senggang pun tiba. Laras segera masuk ke ruangan koki. Di sana ada tiga orang, satu bagian masak, satu tukang cuci piring, dan satunya lagi bagian racik.

"Mas Ardi!" Panggil Laras pada lelaki tersebut.

"Iya, Laras. ada apa? kau sudah makan?"

"Justru itu yang akan aku tanyakan pada Mas Ardi? dari tadi nggak berhenti masak. kan cape."

"Kau juga cape kan? ngaterin makanan."

"Iya, sih ..."

"Ayo kita, makan. semua istirahat dahulu." Perintah Mas Ardi pada karyawannya. Segera dilepasnya baju kokinya. Kini hanya memakai kaus dan celana jins. Kaus itu terlihat basah oleh keringat, dan itu mengakibatkan semakin jelas lekuk tubuh bagian dadanya yang terlihat kekar.

Laras mengikuti Ardi dari belakang. Lelaki itulah yang semalam hadir dalam mimpinya.

Desahan dan hangat dadanya masih terasa dikalbunya, Juga isapan bibir sensual itu ... tanpa sadar Laras meraba bibirnya sendiri. Mengapa mimpi itu terasa nyata.

"Laras ... kau ingin makan apa?"

Laras langsung kaget, "Eh... apa yah?"

jawabnya gugup. Dirinya bertambah gugup saat tangan mungilnya digandeng dengan mesra.

***

Hari ini, Ibu Kartika yang merupakan ibunda dari Puspa dan Laras, sedang berada di sebuah tempat yang ramai. Setiap meja terdiri dari tujuh orang yang sedang duduk dengan ramai dan riuhnya. Salah satu meja yang paling heboh adalah meja Ibu Kartika.

"Aku berani 100 cash!" teriaknya lantang, dan mengebrak meja dengan gemas.

Beberapa meja berisi benda ukuran kecil, pipih, bergambar berbagai macam, dari bunga, juga panci. Juga ada tulisan kanji. itulah Mahyong!

Ya, ibu Kartika sedang bermain mahyong atau judi. Kali ini, komunitasnya kebanyakan orang keturunan Cina. Dirinya keranjingan dan ketagihan permainan khas Cina tersebut.

"Haiyaaaa ... kau tak akan mampu kalahkan aku!" sengit wanita sebelahnya. Wanita kurus bergaun corak bunga kecil, berlengan pendek itu, memasang taruhan lebih tinggi dari Ibu Kartika.

Ada beberapa lipatan uang berwarna merah, semakin riuh lah meja mereka. Beberapa penonton mulai melingkari meja heboh tersebut.

"Ayo, buka-buka ...." Mereka mulai memberi yel-yel untuk membuka empat kotak yang masing-masing masih tertutup. Bila kotak di hadapan Ibu Kartika bergambar sama, maka kemenangan akan berpihak padanya.

Terlihat senyum hinaan dari rivalnya. Membuat ibu Kartika semakin sewot melihatnya.

"Ayo, tunggu apa lagi! buka sekarang!"

Beberapa orang sudah mulai tak sabar untuk melihat sang pemenang hari ini.

"Satu, dua, tiga! " Tangan lincah ibu Kartika membuka empat kotak itu.

Plak! suara dari kotak berbahan kayu itu, nampak tiga gambar yang sama dan satu berbeda. ibu Kartika segera melirik kotak mahyong milik lawan, terlihat keempat kotak tersebut bergambar sama!

ibu Kartika kalah! Dengan wajah tersenyum wanita kurus tersebut mengambil uang taruhan. Tepuk tangan pengunjung pun semakin riuh.

ibu Kartika kalah ke tiga kalinya, uang sebesar satu juta lebih ludes dalam waktu tiga puluh menit saja. Dirinya pun segera pergi dari tempat tersebut dengan hati kecewa dan malu.

***

Puspa melirik lagi pintu ruang kerja bosnya. Dari tadi masih tertutup rapat. Dia pun tahu, masih ada istri sang bos yang sedang berada di sana. 'Sialan, lama amat.' batinya keki.

Untuk menghalau kebosanannya, dirinya bermain ponselnya, dan mulai bersua dengan teman dunia mayanya.

Pekerjaannya sebagai PR, terlihat sangat mudahnya. Tinggal duduk di ruangan ber-Ac lalu klik komputer, buat jadwal meeting, sudah begitu saja. Apa lagi seorang Puspa berperawakan bak foto model, tak jarang selalu menjadi pendamping bos besar kalau ada kunjungan meeting di luar kota.

Tak ayal, terjadilah sebuah perselingkuhan diantara Puspa dan atasannya. Padahal wanita cantik itu sudah bersuami.

"Mbak Puspa, boleh saya masuk, Mbak?"

sebuah suara merdu milik Intan, terdengar.

"Boleh!"

Intanpun membuka pintu kaca tersebut, dan menyerahkan map berisi dokumen dari tiap bagian dalam perusaahan.

"Ini, Mbak. Bahan untuk meeting besok."

"Oh, iya. terima kasih, ya udah bawain ke sini. eh, apa istrinya Pak bos masih di dalam?" tanya Puspa berbisik.

"Masih, Mbak."

"Oh ya, udah makasih ya."

"Sama-sama."

Intan pun pamit meninggalkan ruang kerja Puspa.

Jam bergulir terasa lambat, tiba-tiba, interkom di mejanya menyala.

"Puspa, ke ruangan ku sebentar." perintah bos besar pada Puspa.

Puspa tersenyum, akhirnya. Di ambilnya, bedak dan membetulkan riasannya, semprot parhum, dan segera saja ke ruang kerja bosnya.

"Iya Sayang ... kangen ya?" Puspa berdiri genit di samping pintu kerja sang bos.

Lelaki berkulit putih itu tersenyum, dan menjentikkan jari telunjuknya menyuruh Puspa untuk mendekat.

"Hari ini, kau aku beri tugas."

"Kok tugas sih ..." Puspa pasang wajah cemberut.

"Ini tugasnya enak. mau?" Bos muda itupun mengerling nakal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status