Share

Bab 4 Drama Pernikahan

'Drama akan segera dimulai,' batin Revalina kala melihat tangga yang menjulang tinggi di depan matanya. 

Felix melirik gadis yang masih berbaju pengantin itu yang justru dibalas lirikan oleh ibunya. Pria itu mencoba tersenyum sambil merangkul pundak Revalina. Revalina memperhatikan dengan perasannya yang mulai tidak nyaman. 

"Kita akan istirahat duluan, Ma. Iya, kan sayang?" 

Gadis yang sudah tertekan itu terpaksa memasang senyuman sambil mengangguk. 

"Ya pergilah istirahat," jawab Vina membalas senyumannya. 

Kepergian dua insan itu membuat Vina tersenyum lebar. Ya, wanita tua itu memikirkan kalau Revalina adalah gadis yang cukup bodoh, menikah dengan alasan uang. Ia gadis miskin yang bisa dikendalikan dengan uang, sehingga Revalina tidak akan mungkin bisa menguasai harta. 

'Revalina ataupun keluarganya juga sama-sama bodohnya, anaknya bisa dibeli begitu saja. Mereka hanya menginginkan uang, tapi tidak punya pemikiran maju untuk bisa mendapatkan uang tanpa menjual diri.'

Sementara, di lantai atas sepasang suami istri memasuki kamarnya. Setiba di kamar, Felix langsung melepaskan tangannya yang sejak tadi merangkul pinggang Revalina. 

"Apakah saya akan tidur satu kamar dengan ..." 

"Hanya satu ruangan, kamu bisa tidur di sofa ataupun di lantai, tetapi yang jelas dilarang untuk tidur di ranjang ini bahkan kamu tidak diperbolehkan untuk menyentuh barang-barang milik saya! Perlu diingat, saya dan kamu hanyalah sebatas atasan dan bawahan bukan sepasang suami dan istri. Jadi, tetap bersikap layaknya bawahan pada atasannya!" 

Revalina mengangguk paham, Felix menghembuskan nafasnya yang berat. Kepalanya terasa sangat pening karena pernikahan kontraknya baru saja dimulai sudah terasa begitu rumit. Jika saja di rumah itu tidak ada Vina, Felix tidak ingin satu ruangan dengan gadis yang tidak disukainya, bahkan sekedar seleranya pun tidak sama sekali. 

"Tetaplah berada di ruangan ini sebelum saya memintamu untuk keluar!" tegas Felix yang begitu menggema di telinga Revalina. 

Malam berlalu begitu cepat, ketika pagi tiba Revalina meringkuk di sofa tanpa bantal dan selimut yang membungkus tubuhnya. Ia pun masih mengenakan baju pengantin karena tidak berani keluar hanya sekedar untuk mengganti pakaian. 

Felix yang sudah merapikan rambut di depan cermin pun melihat gadis itu. Ia mengambil baju dari dalam paper bag yang berada di sudut ruangan tersebut. Revalina terbangun menyadari kalau hari sudah mulai pagi. 

"Ganti pakaianmu sebelum ibu saya datang memanggil kita." 

Gadis dengan wajahnya yang sudah lusuh itu pun mengangguk sembari pergi. Sepuluh menit kemudian, keduanya keluar bersamaan dari kamar tersebut menemui Vina.

"Kamu mau ke kantor?" tanya wanita paruh baya itu. 

"Nggak, aku cuma ada keperluan aja." 

"Kenapa kamu gak pergi bulan madu? Kamu baru menikah."

Vina ingin tahu reaksi anaknya ketika dilibatkan dengan pertanyaan semacam itu untuk mengetahui kalau Felix masih menginginkan kekasihnya ataukah tidak. Pertanyaan yang sempat dilayangkan membuat Felix memiliki ide cemerlang. 

"Aku sengaja gak bulan madu karena mau mengajak Revalina tinggal di apartemen, ya biar terkesan lebih romantis, Ma." 

"Ya itu bagus sayang," sahut sang Ibu.  

Sebelum menuju apartemen, mereka terlebih dahulu mengantarkan putri Felix ke sekolah. 

Felix memarkirkan kendaraan di pinggir jalan hanya agar puas marah. Ia sangat kesal kala Revalina yang menginginkan kerja sama menikah kontrak, tetapi ternyata tidak pandai berakting. Hampir-hampir Felix gagal membawa Revalina keluar dari rumah orang tuanya. 

Revalina tahu itu, bahkan merasakannya. Hanya saja gadis tersebut merasa takut untuk berakting ketika lawan aktingnya segalak Felix. Di pikirnya menikah kontrak dengan berbagai drama akan mudah dilalui, tetapi ternyata Felix bukanlah orang yang bisa diajak bicara baik-baik. 

"Saya juga berusaha, Pak." Revalina angkat bicara. 

"Kalau kamu terus-terusan kayak gini, saya tidak akan membayarmu!" 

Revalina menelan ludahnya pun terkejut ketika Felix kembali menghidupkan mesin kendaraan itu meninggalkan jalanan tersebut. Tidak ada sepatah kata lagi yang terucap di antara mereka. Revalina hanya memasang wajahnya yang pasrah ketika Felix mengemudi seperti orang gila. 

"Jika diizinkan hari ini saya ingin ke rumah orang tua saya, Pak," pinta Revalina saat mobil yang dikendarai berhenti di lampu merah. 

"Baiklah, saya akan menjemputmu nanti sore. Hanya sekali ini saja kau saya izinkan, selebihnya jangan berharap kau bisa keluar rumah!" ancam Felix. 

Bukan tanpa alasan, hanya saja anak buah sang ibu pasti masih berada di sekitar mereka saat ini, sehingga Felix berpikir untuk lebih berhati-hati. 

Felix pun membawa Revalina ke rumah orang tuanya. Ia meninggalkan gadis tersebut tanpa basa-basi apalagi sekedar mampir menyapa mertuanya pun tidak sama sekali karena Felix tidak pernah menganggap punya istri ataupun mertua, gadis itu hendak mengetuk pintu rumahnya tiba-tiba saja si bandot tua datang. Betapa terkejutnya kala mata mereka saling bertemu.

'Kenapa dia ada di sini?' batin Revalina bertanya-tanya sambil mundur beberapa langkah karena hatinya mulai merasa was-was. 

Pria bernama Heri itu tersenyum lebar pada gadis yang selalu diimpikan menjadi istrinya. Revalina melihat sekitar, ia hendak berlari, tetapi dua anak buahnya berhasil menangkap.

"Mau lari kemana kamu cantik?" tanya si pak tua itu sambil menyentuh dagu Revalina. 

"Jangan kurang ajar ya kamu!" tegasnya sambil berusaha menghindari sentuhan itu. 

"Ada ribut-ribut apa ini?" Suara bariton terdengar beriringan pintu terbuka. 

"Ayah, Ibu," panggil Revalina pada kedua orang tuanya. 

"Nak, kau datang," bisik sang Ibu langsung memeluk putrinya. 

"Pak Heri, ada urusan apalagi Bapak di sini? Bukankah kami sudah membayarkan utang-utang kami?" 

"Iya, itu benar, tapi aku ingin menawarkan pada kalian sebuah transaksi. Berikan Revalina, lalu aku akan serahkan uang sebanyak apapun yang kalian minta!" 

"Bapak sudah gila? Putri saya sudah menikah." Sang Ayah membela. 

"Jangan berlagak kaya orang miskin, berapa kalian menjual putri kalian pada mereka? Aku akan memberikan dua kali lipat!" tantang rentenir tua tersebut. 

"Saya tahu kamu udah menikah, tapi itu tidak membuat saya mundur satu langkah pun. Kamu masih punya kesempatan untuk meninggalkan suamimu, lalu kembali pada saya." 

"Saya tidak sudi menikah dengan tua bangka yang tidak tahu diri seperti kamu!" 

Justru ucapan Revalina membuatnya semakin tertantang, ia kembali tersenyum mendekatkan wajahnya pada gadis itu, "Gadis yang manis, tidak peduli seberapa galak dirimu karena dalam pandangan saya kamu tetaplah cantik." 

Ia mencoba melepaskan diri dari cengkraman dua pria yang berada di sampingnya, "Lepaskan, saya!" 

"Jangan berlagak, kau juga pasti akan segera ditendang keluar oleh orang kaya itu. Saya yakin mereka hanya mempermainkan dirimu, saat bosan nanti kau akan dicampakkan!" pekik rentenir tua itu. 

Revalina membayangkan dirinya saat yang begitu sengsara karena kemiskinan. Air mata luruh jatuh, terlebih pernikahan yang dilakukan hanya sebuah kontrak. Di mana bisa kapan saja gadis tersebut dicampakkan. 

"Kalau memang lelaki yang menikah denganmu itu tidak main-main. Pasti saat ini kalian si pengantin baru masih bersama menikmati indahnya bulan madu, bukan?" Kalimat menyakitkan itu kembali terlontar dari mulut pedas Heri. Ingin rasanya Revalina berlari sejauh mungkin menghindar. 

Si rentenir dan dua anak buahnya tertawa begitu keras melihat wajah tidak berdaya Revalina dan keluarganya. 

"Bawa dia ke mobil, hari ini juga dia akan menjadi milik saya!" 

"Tidak, lepaskan saya!" Revalina meronta. 

"Tolong jangan bawa putri kami!" Sang Ayah berusaha meraih Revalina, tetapi Heri mendorong tubuh kurus itu hingga tersungkur ke tanah. 

Revalina diseret masuk ke dalam mobil, ia tidak berhenti meminta pertolongan sekuat tenaga. Ketika mereka hendak masuk justru seseorang berteriak begitu lantang, "Berhenti!" 

Ucapan itu berhasil membuat mereka melihat ke arah orang tersebut dengan tatapannya yang menantang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status