Share

Jatah makan siang

"Aduh..! Ketemu lagi,"

Senja menutupi sebagian wajahnya dengan sebelah tangan. Dia tidak ingin jika Ziko melihatnya.

"Kamu kenapa Senja?"

Ayu menoleh saat Senja mengaduh, dia mengerutkan keningnya menatap Senja menutupi sebagian wajahnya.

"Ah, tidak apa-apa kok. Mataku kemasukan debu,"

Senja berbohong, hingga harus mengucek pelan pelupuk matanya yang tidak sakit.

Ayu menggeleng singkat, lalu memalingkan kembali wajahnya. "Siang Pak Ziko! Pak Rio!"

Ayu menyapa kedua pemuda itu dengan ramah saat berpapasan dengan mereka. Namun tidak ada sahutan dari kedua pemuda itu, mereka hanya melirikkan sekilas bola mata mereka kearah Ayu, tanpa melirik kearah Senja.

"Hah! Syukurlah,"

Seketika Senja menghela nafas lega, setelah Ziko dan Rio melewati mereka.

"Hah! Syukur katamu?"

Ayu yang kembali menoleh dan bertanya dengan nada heran.

"Emm.. Itu, maksudku.. Syukurlah mataku sudah nggak perih lagi. He.. he.. he.."

"Oh! Kirain apaan,"

Ayu dan Senja terus berjalan hingga menaiki lift, hingga menit kemudian mereka pun sampai di lobby utama.

Ayu dan Senja terus melanjutkan langkah mereka hingga ke kantin kantor. Di sana, Ayu dan Senja membeli makanan yang harganya pas di kantong. Setelah mendapatkannya, mereka berdua kembali ke ruangan mereka.

Karena di kantin terlalu ramai, jadi mereka memutuskan untuk makan di ruangan mereka saja.

Menit berikutnya mereka berdua sampai di lantai 3, tempat dimana ruang cleaning servis berada. Namun saat berjalan menyusuri lorong, tepat di pertigaan lorong tiba-tiba saja tubuh Senja dan Ziko bertabrakan.

Bruukk..

"Aaack!"

Pluk

Kantong yang berisi makan siang milik Senja yang ia pegang jatuh ke lantai, hingga isinya berserakan di lantai, bersama dengan suara Senja yang terkejut.

"Aaarrrggghhh! Kau lagi rupanya,"

Ziko kembali kesal karena saat bertemu dengan senja, gadis itu selalu membawa masalah baginya.

Namun apa yang terjadi dengan Senja? Justru gadis itu tidak menghiraukan Ziko, dia malah menatap sendu jatah makan siangnya yang sudah berserakan di lantai.

"Heh! Tunggu apa lagi? Ayo cepat bersihkan,"

Suara keras Rio mengejutkan Ayu yang sedang menatap Senja sesekali melihat kearah makanan di lantai.

"I-iya Pak,"

Ayu cepat menyahut lalu menarik sedikit ujung seragam Senja.

"Senja,"

Senja tidak menghiraukan suara panggilan Ayu dengan nada pelan, dia tetap menunduk memandangi jatah makan siangnya.

Sedangkan Ziko dan Rio, mereka tidak mau berdiri terlalu lama di sana, sehingga detik kemudian mereka melanjutkan kembali langkah mereka, melewati Senja dan Ayu.

"Senja! Ayo cepat kita bersihkan ini! Nanti kita dimarahi lagi!"

Senja menoleh. "Diantara mereka berdua, yang mana yang namanya Ziko?"

"Yang bertabrakan dengan mu tadi, memangnya kena_"

Sebelum Ayu menyelesaikan ucapannya, Senja sudah lebih dulu pergi meninggalkannya. Senja melangkah dengan cepat mengejar Ziko dan Rio.

Ayu mengerutkan kening. "Mau apa dia?"

Ayu mengamati apa yang akan di lakukan oleh Senja, dari posisi tempatnya berdiri.

"Maaf, Pak,"

Senja menghentikan langkah Ziko dan Rio hampir bersamaan.

Ziko menoleh hingga berbalik badan, diikuti oleh Rio.

"Maaf, Pak. Bapak yang bernama Pak Ziko, pemilik perusahaan ini bukan?"

Senja memberanikan dirinya untuk bertanya. Rasa sakit hatinya sedikit menghilangkan rasa takutnya terhadap Ziko.

Ziko tidak menjawabnya, ia mengabaikan pertanyaan Senja dengan terus menatap tajam kearah Senja.

Sesaat Senja mendengus kasar, lalu kembali berucap. "Maaf kalau saya lancang. Bagi Bapak mungkin makanan itu tidak berharga, tidak ada artinya, tidak bisa membuat perut Bapak kenyang. Bahkan melihatnya saja Bapak tidak berselera. Tapi bagi orang rendahan seperti kami, makanan itu sangat berarti, Pak. Karna di beli dengan hasil keringat,"

"Lalu apa mau mu?! Kau minta ganti rugi? Berapa yang kau inginkan?

"Saya tidak mau apa-apa, Pak. Tidak perlu Bapak mengganti makan siang saya," Senja menjeda sejenak ucapnya yang tercekat di tenggorokan. Lalu menambahkannya lagi.

"Yang saya mau, Bapak bisa sedikit menghargai kami, itu saja sudah cukup. Saya permisi,"

Dengan cepat Senja berbalik arah lalu pergi begitu saja meninggalkan Rio dan Ziko yang terdiam membisu.

'Astaga! Gadis yang itu luar biasa,'

Rio terperangah mendengar ucapan Senja yang begitu berani berbicara di depan Ziko, hingga ia refleks memuji Senja dalam hatinya

'Kurang ajar, berani-beraninya dia berkata seperti itu kepada ku,'

Ziko merasa sakit hati mendengar ucapan Senja yang seolah-olah mengajarinya tentang etika. Dia sungguh tidak senang mendengar itu, apalagi di sampingnya ada asisten pribadinya. Rio.

"Suruh Anton ke ruangan ku,"

"Baik, Tuan!"

Dengan emosi yang menggebu, Ziko berbalik lalu kemudian kembali melanjutkan langkahnya, meninggalkan tempat itu. Diikuti oleh Rio.

________

Di arah lain.

"Aku tidak menyangka, kau begitu berani berbicara seperti itu kepada atasan kita,"

"Aku hanya memberinya sedikit pelajaran saja, supaya dia bisa menghargai bawahannya,"

"Apa kau tidak takut jika dia memecat mu?"

Senja menghela nafas. "Kalau dia memecatku hanya karna omonganku yang tadi, anggap saja aku tidak cocok bekerja di sini,"

Ayu menghela nafas lelah sambil menggelengkan pelan kepalanya mendengar itu.

"Tapi harap, semoga Pak Ziko tidak memecat mu,"

Senja hanya menanggapinya dengan senyum tipis. Sebenarnya apa yang di harapkan Ayu sama dengan apa yang di harapkan Senja. Walaupun dia berkata tidak masalah jika Ziko memecatnya, namun jauh di dalam lubuk hatinya dia juga takut. Takut bagaimana dia bisa membiayai pengobatan Ibunya nanti jika dia tidak bekerja. Itulah yang sebenarnya dia pikirkan. Tapi sikap Ziko juga tidak bisa di benarkan, sekali-kali pemuda itu memang harus diberi pelajaran.

________

~~Ruang Presdir~~

Tok tok tok

"Permisi, Pak!"

Saat jam istirahat usai, Anton datang dan mengetuk pintu ruangan Ziko.

"Masuk,"

Setelah mendapat sahutan dari dalam, Anton pun masuk menghampiri Ziko. Dia menggeser kursi yang berseberangan dengan Ziko lalu mendudukinya.

"Bapak memanggil saya?!"

"Ya,"

Suara Ziko terdengar sangat dingin dan datar ke telinga Anton.

"Em! Ada apa ya, Pak?!"

"Karyawan mu yang bernama Senja. Sejak kapan dia mulai bekerja?"

Ziko menatap serius kearah Anton.

"Oh! Itu! Baru hari ini, Pak,"

"Aku mau kau menyerahkan data dirinya padaku,"

"Data diri? Untuk apa Pak?"

Anton mengerutkan keningnya. Dia tidak mengerti mengapa tiba-tiba Ziko meminta data diri Senja.

"Jangan banyak tanya! Serahkan saja padaku,"

Ziko meninggikan nada suaranya.

"I-iya Pak, segera saya ambilkan,"

Anton pun gelagapan di buatnya. Anton bergegas berdiri lalu melangkah dengan cepat keluar dari ruangan itu, meninggalkan Ziko.

15 menit kemudian.

Setelah mendapatkan berkas lamaran milik Senja, Anton kembali ke ruangan Ziko.

"Ini milik Senja, Pak!"

Anton mengulurkan amplop berwarna coklat ditangannya kepada Ziko.

Ziko pun meraihnya. "Kau boleh pergi,"

"Baik, Pak. Saya permisi,"

Anton segera beranjak dari sana, namun saat Anton ingin melangkah keluar dari pintu ruangan, Ziko meneriakinya.

"Anton!"

"Ya, Pak,"

Anton refleks menoleh dan menyahut. Dia menghentikan langkah kakinya lalu berdiri di depan pintu.

"Pulang nanti, suruh dia ke ruanganku,"

"Oh, iya Pak,"

Anton mengangguk paham. Setelah itu ia pun kembali melanjutkan langkahnya, keluar dari ruangan itu.

Sepeninggalan Anton, Ziko terus mengingat perkataan Senja yang tadi. Baru kali ini ada seorang karyawan yang berani kepadanya, terlebih lagi gadis itu cuma seorang cleaning servis. Pikirnya membatin.

Ziko menekan tombol telepon kantor yang terletak di atas meja kerjanya, hingga terhubung ke telepon yang berada di ruangan Rio. "Rio, segera ke ruanganku,"

Tanpa menunggu jawaban dari Rio, Ziko langsung menutup panggilan telponnya begitu saja.

Tak lama kemudian, Rio pun datang menghampirinya.

"Ya, Tuan! Ada yang bisa saya bantu?"

"Carikan aku wiski, aku ingin minum,"

"Baik, Tuan!"

Tidak menunda waktu lagi, Rio pun segera beranjak dari sana. Dia pergi ke sebuah bar, membeli beberapa minuman beralkohol untuk Ziko.

__________

Di tempat lain.

"Ada apa, Senja? Kenapa Pak Anton memanggil mu?"

Ayu segera menyambut Senja dengan pertanyaan saat gadis itu keluar dari ruang manager.

"Pak Ziko menyuruhku ke ruangannya, setelah pulang kerja nanti,"

"Hah! Gawat. Apa dia akan memecat mu?"

Senja mengangkat sedikit kedua pundaknya. "Entahlah, aku juga tidak tau. Kita lihat saja nanti,"

Ayu menghela nafas. "Ya! Baiklah,"

Walaupun dia tidak mengajukan pertanyaan lagi? Tapi bukan berarti dia berhenti memikirkan apa yang akan terjadi pada Senja. Ayu sudah tidak sabar mengetahui akan hal itu.

Hingga sore harinya, saat waktu pulang kerja pun tiba.

"Senja!"

Ayu mengejar langkah Senja sambil meneriakinya, saat Senja berjalan menuju lift yang mengarah ke lantai 5.

"Ada apa?! Kenapa kau belum pulang?

"He.. he.. Aku mau menunggumu saja, kita pulang sama-sama,"

"Tidak usah! Kau pulang duluan saja. Aku tidak mau nanti Ibumu khawatir kalau kau pulang terlambat. Tenang saja! Nanti aku kabari,"

Ayu cemberut. Tapi setelah itu dia tersenyum kecil. "Baiklah. Kalau begitu aku duluan ya!"

Ayu mulai melangkah berjalan sambil berteriak.

"Jangan lupa kabari aku apa kau di pecat atau tidak!"

"Iya! Sudah sana pulang, hati-hati di jalan!"

Lanjut episode 5

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status