Share

Sebelas Tahun Kemudian ...

Sebelas tahun kemudian ...

"Aku terlambat!" Sharena berlari dari prodi jurusan ke kelas yang di mana telah dialihkan ke gedung B. "Kenapa harus dialihkan, sih?!"

Gadis cantik dengan rambut sepunggung itu tampak berlari cepat menyusuri lorong gedung B untuk mencapai kelas yang telah diubah dari dua jam yang lalu. "Aku sudah terlambat saja di hari pertama semester tujuh."

Sharena telah sampai di depan kelas dan menghirup udara dalam-dalam untuk menetralkan pernapasan karena habis berlari dari jarak yang cukup jauh. 

"Kamu dari tadi ke mana?"

"Aku ke prodi dulu mengurus surat aktif berkuliah."

"Untuk apa?"

"Aku ingin ikut organisasi. Nanti pulang kuliah, kami ada acara kumpul temu."

" Oh, kamu ingin bersama dengan gebetanmu itu?"

"Bu-bukan, akhir-akhir ini aku suka bermain musik. Jadi—"

Sharena terdiam saat pesan masuk lewat notifikasi ponselnya. Ia tidak tahu siapa pemilik nomor ponsel itu, tetapi deretan nomor di sana telah menanyai keberadaan Sharena beberapa kali.

[Kamu di mana?]

"Jadi apa, Ren?" tanya teman yang duduk di samping Sharena. "Bicaramu terpotong."

Sharena mengernyit pelan sebelum jempolnya berhasil menekan pesan dari notifikasi layar.

[Aku ada di rumah. Maaf, ini siapa?]

[Lukas. Kau masih ingat?]

Sharena langsung menutup mulutnya sendiri saat Lukas telah memberikannya pesan setelah sebelas tahun tidak berjumpa.

"Apa ini paman itu?" tanya Sharena dalam hati. "Aku sudah lupa wajahnya, tapi kenapa aku deg-degan?! Dia hanya 'paman' kan?"

"Kenapa, Ren?"

Sharena memijit keningnya pelan, padahal mata kuliah kuantitatif belum dimulai, tetapi ia sudah merasakan pusing yang luar biasa.

"Tidak ada. Se-sepertinya aku tidak akan ikut organisasi, Lin."

"Kenapa? Gebetanmu tidak datang?"

"Bukan, kurasa pamanku akan datang ke rumah."

"Paman?"

"Ya. Pamanku. Jadi kurasa aku tidak bisa datang organisasi dalam beberapa hari."

"Sudah ada di rumah?"

"Aku belum tahu, tetapi aku harus ada di rumah."

"Pamanmu pemarah?"

"Tidak tahu, aku sudah sebelas tahun tidak bertemu dengannya."

Hari ini Sharena benar-benar tidak fokus dalam materi yang diberikan. Ia selalu memikirkan Lukas yang sepertinya akan pulang ke rumah. "Pasti kami akan canggung, kan?"

Sharena berpikir hal-hal buruk yang akan terjadi jika Lukas datang. Bisa saja pria itu membawa istri atau anaknya. "Benar, siapa tahu aku akan segera di usir dari rumah itu," batinnya resah. 

Mata kuliah hari ini hanya ada satu dalam sehari, itu berarti ia sudah boleh pulang di jam sebelas siang. Sharena memilih untuk tidak pergi ke mana pun setelah pulang kuliah karena mengantisipasi dari kedatangan Lukas. 

"Astaga, kenapa aku deg-degan? Apa karena Paman Lukas akan datang? Kira-kira dia membawa anak dan istrinya, tidak, ya? Kalau aku di usir, Lina akan menampungku untuk sementara, tidak, ya?" Sharena memegang dadanya karena semakin lama semakin sesak.

[Hari ini tidak ikut organisasi?" tanya kakak tingkat yang sekarang sedang dekat dengan Sharena. 

"Aku bahkan sudah tidak deg-degan saat Kenan memberi pesan. Semua ini karena Paman Lukas. Dia bertanya aku di mana setelah sebelas tahun berlalu tanpa komunikasi." 

Sharena menjatuhkan tubuhnya di atas kasur dengan pelan sambil menatap langit-langit kamar. "Rasanya sudah lama tidak melihat Paman Lukas. Kira-kira wajahnya bagiamana, ya? Aku—"

"Ren ..." 

Bibi mengetuk pintu beberapa kali untuk memanggil Sharena dari balik kamar. "Kakek Gerald datang."

Sharena yang tadinya masih berbaring langsung buru-buru mengangkat tubuh dari tempat itu. "Kakek Gerald datang?" tanyanya entah kepada siapa.

Jika Lukas sudah sebelas tahun tidak menjumpai Sharena, maka Paman Gerald juga sudah dua tahun tidak mengunjungi rumah ini.

"Bagiamana ini?" tanya Sharena pelan. Ia masih berpikir agak lama sebelum sang bibi mengetuk lebih cepat pintu kamar dari gadis itu.

"Iya, Bi?"

"Maaf bibi mengetuknya seperti tadi, soalnya Kakek Gerald datang, bibi pikir kamu tidur."

"Tidak kok, Bi. Aku tidak tidur, tadi hanya ke kamar mandi sebentar," jawab Sharena sedikit berbohong.

"Baiklah, ayo cepat ke bawah. Sapa Kakek Gerald."

"Iya, Bi."

Sharena keluar dengan pakaian yang sudah diganti sejak berangkat ke kampus. Kali ini ia hanya berpakaian rumahan dengan celana kulot bewarna hitam.

Perempuan cantik yang rambutnya diikat jadi tampak sebahu itu berjalan pelan menuruni beberapa anak tangga untuk sampai ke bawah.

"Ren?" Kakek Gerald tersenyum saat Sharena telah sampai dihadapannya.

"Kakek sehat?"

"Sehat, kamu bagiamana, Ren? Kakek sudah dua tahun tidak ke sini karena istri kakek sedang kurang sehat."

"Tidak apa-apa, Kakek Gerald. Aku mengerti. Aku juga sehat di sini, Kek. Oh, iya kakek mau minum apa?" tanya Sharena yang di depan mereka belum tersedia minuman apapun. "Biar aku yang buat, Kek."

Sedetik setelah itu, satu bibi yang membangunkan Sharena tadi datang dan membawa nampan berisi dua teh.

"Terima kasih, Bibi," ucap Sharena saat tahu kalau teh plum itu juga diberikan untuknya. 

"Kamu sudah semester berapa sekarang, Ren?"

"Tujuh, Paman."

"Wah, sudah besar. Sebentar lagi akan wisuda. Jangan lupa bilang pada kakek, ya."

"Pasti, Kek. Oh iya, ngomong-ngomong, kenapa kakek bisa ke sini?"

"Kakek datang ke sini untuk menjengukmu sekalian bertanya sesuatu."

"Kakek Gerald ingin bertanya apa? Katakan saja."

Pria paruh baya yang seluruh rambutnya sudah memutih itu memilih tersenyum kecil untuk memulai pembicaraan yang akan menjadi sedikit lebih serius ini.

"Lukas akan datang. Kamu masih mengenal Lukas? Paman Lukas," terang sang kakek di belakang kalimatnya.

Sharena sudah menebak kalau Lukas akan datang ke kota ini. Kenapa rasanya sangat sesak? 

"Paman Lukas akan datang bersama istri dan anaknya?" 

"Anaknya?"

"Oh, belum punya anak ternyata," batin Sharena yang langsung memperbaiki ucapannya. "Istrinya saja, ya, Kek?"

"Istrinya?" tanya sang kakak yang membuat Sharena tambah bingung. "Bagiamana Lukas bisa punya anak kalau calon istrinya saja masih di depan kakek."

Sharena tertegun, ia tidak terlalu bodoh untuk mengolah kata-kata itu dengan baik. Mereka hanya ada dua orang di ruang tamu ini, tidak ada perempuan lain di depan sang kakek selain Sharena.

"I-istri?"

"Iya. Paman ke sini untuk bertanya pada kamu. Kamu sudah diberi tahu Lukas kalau akan datang ke sini?"

"Paman Lukas hanya bertanya aku ada di mana, tapi dia tidak bilang kalau akan datang, Kakek."

"Oh, begitu. Mungkin dia lupa. Kakek hanya ingin bertanya, apa kamu ingin menikah dengan Lukas? Pamanmu itu belum mau menikah sampai sekarang. Usianya sudah tua, tahun ini mau naik tiga puluh enam tahun." 

Sharena tidak terlalu terkejut dengan hal ini, sejak kecil ia juga sudah diiming-imingi akan menikah dengan Lukas, tetapi bukankah pria itu yang selalu menolak dengan keras? Lalu kenapa sekarang dia datang setelah sebelas tahun dan ingin menikah?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status