Ardian tiba-tiba masuk ke dalam kamar Arman. Dia mendengar kakaknya bergumam cukup keras, membuat dia menawarkan diri untuk mencari Zulaika.
"Biarkan aku yang mencarinya," kata Ardian dengan cukup tegas. Dia kali ini berani memandang sang kakak. Walaupun Arman sudah memasang wajah angker."Apa?" tanya Arman dengan singkat. Dia berjalan perlahan mendekati sang adik. Kedua mata mereka yang sangat tajam, saling menatap. Persaingan kini sudah dimulai."Aku, akan mencarinya."Ardian selama ini selalu saja diam. Bahkan, tidak pernah merebut apa pun milik sang kakak. Namun, kini berubah. Membuat Arman sangat terkejut. “Aku … akan mencarinya!” lanjutnya tegas.
"Sejak kapan kau berani mengatakan ini kepada kakakmu? Bukankah kau tahu peraturanku? Tidak ada yang bisa menyela pembicaraan Tuan Besar," ucap Arman pelan namun menekan. Pandangan itu masih menyorot tajam, hingga kedua mata hitam itu tidak berkedip sama sekali.Ardian masih tidak menyerah. Dia malah mengangkat wajahnya.
"Kau sudah memiliki istri yang cukup banyak. Bukankah mereka sudah memuaskanmu? Sedangkan kau, tidak mau mencari wanita itu. Kali ini, berikan dia kepadaku. Aku tidak akan pernah mengganggu apa pun yang kau kerjakan." Balasan dari Ardian yang cukup mengejutkan sang kakak sekali lagi.Wajah Arman yang semula tegang, kini perlahan memperlihatkan senyuman. Dilanjut dengan tawaan yang cukup keras. "Hahaha. Aku tidak akan pernah membiarkan seseorang mengambil milikku. Kau tahu sendiri. Wanita itu menginginkan aku.""Aku sangat heran. Kenapa kakakku yang sama sekali tidak pernah seperti ini, akhirnya luluh dengan seorang wanita. Makhluk yang sangat lemah. Bukankah itu sangat memalukan?"Tawaan itu kembali lenyap. Wajah angker semakin terlihat. Arman mendekati Ardian, menarik kerah kemejanya.
"Aku akan menemukan wanita itu dan membawanya ke sini. Tanpa harus menjemputnya." Arman kini melepaskan jemarinya dengan keras. Dia mendekati meja dan meminum anggur mahal."Kak, berikan dia!" pinta Ardian berteriak."Sadarlah!” balasnya dengan suara lebih keras. “Dia tidak menginginkan kamu. Sekarang, keluar! Sebelum aku sangat marah dan menghabisimu!"Arman menunjukkan jemarinya tepat ke pintu kamar. “Pergilah,” ucapnya sekali lagi. Kedua mata itu menunjukkan penolakan.Ardian perlahan membalikkan tubuhnya, dan melangkah. Mendadak, dia menghentikan langkah sebelum benar-benar keluar.
"Kali ini aku tidak akan pernah melepaskannya, atau memberikan kepadamu. Aku akan merebutnya!" Kedua mata Ardian memicing dengan tajam, sebelum dia akhirnya keluar dari kamar. Dengan amarah, Ardian terus berjalan. Dia melewati semua istri siri Arman yang mengamatinya dalam diam."Siapa wanita itu? Yang sudah diperebutkan oleh kedua tuan muda? Dia pasti benar-benar sangat hebat. Kenapa mereka memperebutkan seperti itu?" ucap salah satu istri siri Arman yang bernama Melia. Dia adalah istri siri pertama Arman."Aku sendiri tidak tahu. Hah, suamiku sendiri sudah menamparku dengan sangat keras, hingga aku tersungkur ke lantai. Pasti gara-gara wanita itu. Jika memang dia benar-benar ke sini, kita akan menghabisinya. Dia tidak boleh merebut suami kita," ucap istri siri ketiga Arman bernama Paula. Dia adalah wanita blasteran Inggris yang membuat Arman menikahinya. Kedua matanya sangat indah berwarna biru."Biasanya kita bersaing. Tapi, kali ini kita harus bekerja sama. Tidak ada yang boleh menjadi istri sah Arman Maulana, selain salah satu dari kita." Dengan tegas Melia mengatakan hal itu kepada Paula.Sementara, istri siri kedua Arman hanya menatap mereka dari kejauhan.
**
Di dalam kamarnya, Arman masih saja sangat resah. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Tetapi, harga dirinya sangat tinggi. Tidak mungkin bagi dirinya, menjemput seorang wanita untuk dia miliki. Biasanya, dia hanya berdiam di dalam rumah. Beberapa pengawal membawa wanita yang diinginkannya."Apa yang sudah aku pikirkan? Aku tidak akan pernah membiarkan dia mempermainkan aku. Aku tidak akan pernah menjemputnya!"Walaupun mulut Arman mengatakan hal itu, dia tetap ingin sekali menemui Zulaika. Memiliki gadis itu seutuhnya. Hatinya benar-benar gundah. Sama sekali tidak tenang. "Argh!" Arman keluar dari kamar. Dia berjalan cepat menuju ke kediaman yang dikhususkan untuk para wanita."Paula! Di mana dirimu? Cepat lah masuk ke dalam kamarku! Aku menginginkan dirimu!" ucapnya dengan keras. Dia kembali berbalik dan menuju kamarnya.Dengan sangat percaya diri, Paula tersenyum. Membuat ke-9 istri siri Arman sangat iri kepadanya. Mereka semua saling berlomba untuk memikat hati Arman. Walaupun tidak ada yang berhasil di antara mereka.Di dalam kamar Arman, Paula segera menunjukkan tubuhnya yang sangat seksi. Kulitnya mulus berwarna putih kemerahan. Kedua mata birunya yang sangat indah, membuat Arman sedikit merasakan hasratnya.Paula mulai memuaskan Arman. Dia membasahi kepemilikan Arman dengan bibirnya. Sang Penguasa terus menikmati dengan memejamkan kedua matanya. Hingga selang beberapa menit, ia masih sangat gundah. Arman mendadak menampar Paula kembali sampai tersungkur ke lantai.Plak!"Ini tidak mungkin. Aku tidak mungkin seperti ini! Jantungku ... kenapa berdebar!" teriaknya sambil mengamati jam dinding yang masih setia berdetik."Pergilah Paula. Ada sesuatu yang harus aku lakukan.""Suamiku. Aku bisa memuaskan dirimu di sini. Izinkan aku melakukannya sekali lagi. Jangan pernah mempermalukan aku di depan semua istrimu."Plak, plak!Dua tamparan melayang di pipi Paula. Seketika itu juga Paula terpaku. Melihat apa yang Arman lakukan kepadanya."Jangan pernah memerintahkan apa pun kepadaku. Aku tidak menyukainya. Sekarang, keluar!" teriaknya dengan sangat keras.Paula segera berjalan keluar kamar. Sambil memegang pipi kanannya yang sangat merah dan sedikit bengkak. Dia berjalan menahan rasa malu, saat semua istri siri Arman tersenyum melihat dia diperlakukan seperti itu."Ini benar-benar tidak bisa aku terima. Dia sudah terpikat dengan gadis itu dan ingin menjemputnya. Aku tidak akan pernah memaafkan gadis itu saat berada di sini," ucap Paula sambil menatap Melia yang menganggukkan kepala."Kau benar. Kita akan membuat gadis itu sangat sengsara."**Arman masih berdiri tegak di depan jubah naga merah yang sangat berharga itu. Dia mengepalkan kedua tangannya. Berusaha mengatasi hatinya yang sama sekali tidak pernah dia rasakan. Hingga dia benar-benar menyerah. Dia akan menjemput Zulaika."Aku akan menjemputnya. Aku tidak peduli. Dia harus tetap menjadi milikku," gumamnya sembari mengambil jubah naga itu dan memakainya.Arman keluar dari kamarnya, berjalan dengan terburu-buru menuju ke halaman untuk menaiki mobilnya.Redrich sedikit tersenyum ketika melihatnya. Dia lega, akhirnya Arman bisa jatuh cinta.“Ardian?” Lamunan itu teralihkan saat melihat Ardian melewatinya. Dengan sigap Redrich menarik lengan Ardian.
"Jangan! Biarkan saja kakakmu yang memilikinya. Kau ... jangan masuk ke dalam kemarahannya.""Lepaskan aku, Ibu! Aku ... akan memiliki gadis itu!" Ardian menampis tangan Redrich dengan keras."Ardian! Jangan!" teriak Redrich sama sekali tidak membuat Ardian menurut. Kini Redrich hanya bisa pasrah, melihat kedua anaknya jatuh cinta dengan gadis yang sama.**
Arman mengarahkan tangannya, membuat beberapa pengawal mendekat.
"Cepat! Kita akan memeriksa semua rumah. Mencari gadis itu!”Hati itu kini meluap-luap. Rasanya akan terbakar. Arman bertekad akan menanggalkan harga dirinya, demi seorang wanita yang sangat membuatnya penasaran.Mobil melesat cukup kencang sampai ke perumahan warga. Tanpa menunggu pengawal membuka pintu mobil, Arman segera keluar.“Periksa semua rumah itu. Cepat!” teriaknya sekali lagi.
Semua pengawal berjalan cepat. Memeriksa semua rumah warga dengan mendadak. Mereka memeriksa puluhan rumah, dan masih saja tidak menemukan Zulaika.
"Di mana dia?" Arman berdiri tepat di tengah jalanan dengan hati yang cukup terkejut."Kenapa gadis itu tidak ada di mana pun!" teriaknya sangat keras. Semua pengawal segera berlari dan memutari tubuh Arman. Mereka segera melindunginya dari warga yang semakin mendekat."Tuan, gadis itu tidak ada. Sebaiknya kita mencari di tempat lain. Semua warga sudah mengamati Anda. Sebaiknya kita pergi dari sini. Ini menyangkut harga diri Anda.""Argh! Ini benar-benar tidak bisa aku biarkan. Dia sudah mempermainkanku seperti ini. Aku benar-benar akan mencarinya. Dan ... memberikan dia pelajaran!" gumam Arman sembari mengepalkan kedua tangannya. Bahkan, kedua tangan itu bergetar. Menahan amarah yang sebenarnya tidak bisa ditahannya.Arman kembali menuju mobil dan menutup pintu itu dengan sangat kencang. Dia masih saja menatap tajam ke depan.“Kita akan tetap mencarinya. Pergilah ke semua desa.”
Pengawal semakin melesatkan mobil. Mereka terus berupaya untuk mencari keberadaan Zulaika. Hingga waktu sangat larut malam, Arman masih saja tidak menemukannya.
Ardian yang juga berada di semua sudut kota, sama-sama tidak menemukan. Dia tidak mengerti. Kenapa Zulaika benar-benar menghilang?"Dia seperti hantu. Ke mana dia? Hah, dia sudah berhasil mempermainkan Maulana. Dia memang hebat," batinnya sambil tersenyum. Dia kembali menyalakan mesin mobil dan melesat pergi.**Di dalam mobil, Arman masih saja memendam amarah. "Dia ... wanita yang sudah membuatku seperti ini untuk pertama kalinya. Aku tidak akan pernah membiarkannya. Aku akan mencarinya, kemanapun dia bersembunyi," ucapnya dengan obsesi yang semakin meluap. Dia menghentakkan tangannya yang mengepal kuat ke depan sekali lagi."Argh!" teriaknya kerasMobil itu terus melaju kencang hingga sampai di depan gerbang hitam yang sangat tinggi kerajaan Maulana."Dia ...."
Lampu mobil terus menyorot ke depan untuk menerangi sosok makhluk hawa yang paling cantik. Zulaika ternyata berdiri di sana dengan jubah merahnya yang sangat indah. Rambutnya terurai dan bergelombang terkena semilir angin. Menambah kecantikan Zulaika yang tidak tertandingi."Dia ... ternyata berada di depan rumahku?" ucap Arman dengan terkejut.Senyuman Zulaika sekali lagi membuat Arman lupa dengan amarahnya. Dia berdiri tegak, membuat sang penguasa keluar dari mobil dan perlahan menghampirinya.Kini, mereka berdua saling bertatapan tajam. Arman sedikit menggelengkan kepalanya, sambil tersenyum. Dia masih tidak percaya sudah dipermainkan oleh seorang wanita. Zulaika perlahan mengangkat tangan kanannya, mengelus pipi Arman.“Kau ….”Tanpa sadar, Arman memejamkan kedua matanya. Menikmati sentuhan itu. Semua wanita penghuni kerajaan Maulana, memandang dengan terkejut. Mereka masih saja tidak percaya melihat Arman. Lelaki kejam dan sedingin es batu, bisa luluh seketika hanya dengan senyuman. Apalagi Ardian juga berjalan mendekat. Spontan, Tuan Muda kedua itu menarik tangan Zulaika dan menatapnya dengan senyuman.“Senyuman bidadari. Sangat damai dan indah,” ucap Ardian. Tidak peduli Arman di sebelahnya memandang dengan tegang.Sesuatu kembali terjadi. Arman menarik Zulaika dan menggendongnya. Ardian kini terpaku dalam kecemburuan
Zulaika tidak percaya. Dia melihat Tuan Muda kedua berada di depan jendela kamarnya. Pemuda itu menaiki pohon, merayap seperti maling haus akan hasratnya."Berikan aku kebahagiaan. Senyuman itu sangat indah. Aku ingin kau memberikannya kepadaku," ucap Ardian. Pandangan wanita yang di hadapannya, tidak berubah. Zulaika menatap kaku Ardian. Dia mencengkeram dadanya. Ada sesuatu yang sangat aneh di sana. Getaran yang sama sekali tidak pernah dia rasakan. Namun, Zulaika berusaha menutupinya."Untuk apa kau ke sini?" tanya Zulaika. Walaupun pandangan yang dia berikan sangat tajam, Ardian tetap saja tersenyum. Dia semakin menaiki pohon itu hingga berada di ujungnya. Zulaika mengernyit dalam. Dia spontan menyingkir saat Tuan Muda melompat dan memasuki kamarnya."Keluarlah. Tidak baik kau berada di sini. Aku ini calon istri kakakmu."Zulaika mundur saat langkah lelaki tegap dan tinggi 190cm itu semakin melangkah mendekatinya. Zulaika berhenti saat punggungnya menabrak meja. Pandangannya teta
Arman tersenyum. Dia masih diam tidak melangkah masuk ke dalam. Semua istri sirinya terdiam kaku. Kecuali Ema. Dia mengangkat salah satu alisnya dengan tersenyum saat Melia memandangnya. Dia sudah mengatakan Zulaika akan menang, dan itu benar.Zulaika bersujud, mengangkat jepit rambutnya ke atas. Itu menandakan dirinya sudah siap menyerahkan dirinya kepada Arman.Kali ini kaki sang penguasa melangkah, mulai masuk ke dalam kamar. Dia menampis penjepit rambut itu. Zulaika tidak menyangka. Arman akan melakukannya. Zulaika berpikir, dia akan mendapatkan Arman dengan mudah. Ternyata tidak!"Aku tidak pernah menerima wanita manapun sebelum dia berhasil memikatku. Jangan pikir kau menang, wanita. Hmm, aku yang sudah berhasil memikatmu. Kau datang sendiri kepadaku. Kau pikir siapa dirimu!" Suara tegas, serak, masih membuat Zulaika masih tertunduk. Ini adalah penolakan yang sengaja dilakukan Arman. Dia tidak akan menyerah. Dia akan terus melawan!Arman terkekeh, lalu berjalan meninggalkan kama
Teriakan mencekam terdengar mengejutkan. Semua istri siri Arman dan pelayan yang tertidur lelap berhamburan keluar. Mereka terpaku. Tidak percaya dengan penglihatan mereka.Zulaika menyunggingkan senyuman. Puas! Melihat istri kedelapan dengan kejam diseret para pengawal keluar ruangan. Pengawal tersenyum saat membawanya. Arman sangat kesal jika seseorang mengabarkan hal buruk kepadanya. Tidak heran jika semua orang selalu menutup rapat mulut mereka saat mengetahui sesuatu. Itu demi keselamatan mereka.Konglomerat Malik Maulana saat hidup paling ditakuti di kota. Semua pengusaha kaya raya tunduk kepadanya. Bahkan, pejabat setempat tidak berkutik jika Malik Maulana menginginkan sesuatu. Kekayaan dan kesuksesannya tidak terbatas. Malik sangat ahli berbisnis.Malik adalah pemuda yang sangat jenius. Sejak kecil dia hidup sangat susah. Bahkan, menderita. Kedua orang tua Malik mati akibat kecelakaan misterius. Saat itu dia selalu saja menangis di makam ayah dan ibunya. Hingga seseorang menem
Ardian mengernyit dalam. Terdiam kaku. Hatinya berdetak kencang. Dia tidak percaya, melihat Zulaika mengelap pisau kecil. Tangannya berlumuran darah. "Ckk, dia yang melakukannya? Bagaimana mungkin?" batin Tuan Muda. Tangannya mulai mendorong pintu itu. Zulaika terkejut. Dia tidak bisa menghindar. "Kau ... kenapa masuk ke dalam kamarku?" Zulaika meletakkan pisau itu di sebuah kotak berukiran khas Jawa. Pisau tajam hampir mirip dengan keris Jawa."Bagaimana caranya? Apakah kau yang melakukannya?" tanya Ardian cemas. Dia menarik Zulaika. Menatapnya dalam-dalam. Menunggu wanita itu menjawab pertanyaannya."Tidak ada bukti apa pun yang bisa membuatku tertangkap. Untuk apa menanyakan hal yang sangat mustahil? Bisakah wanita lemah sepertiku melakukannya?"Ardian memutuskan tidak membahasnya. Dia mengeluarkan satu bunga mawar merah tanpa duri. Dipasangkannya di telinga sebelah kanan Zulaika. Dipandangnya wajah itu yang semakin cantik. Sangat ... cantik. Perlahan, bibirnya mengecup. Zulaika
Istri kedelapan mendekati Zulaika dan menjabat tangannya. "Aku Sera. Aku adalah anak dari salah satu manajer kantor perusahaan Maulana. Ayahku melakukan kesalahan. Dia mengambil uang perusahaan untuk mengobati ibuku yang saat itu sakit parah. Kami membutuhkan biaya sangat banyak," ucapnya dengan sendu. "Yah, Arman selalu saja memberikan gaji pas-pasan kepada semua pegawainya. Dia ... menginginkanku. Ayahku terpaksa menjualku. Tapi, Arman hanya menembus kesucianku saja satu tahun lalu. Setelah itu, dia tidak pernah menyentuhku. Bahkan, dia sering mengatakan jijik kepadaku," lanjutnya sembari menarik napas panjang. Hatinya tersiksa saat mengingatnya."Zulaika. Kenapa kau mau membalas dendam? Apakah kau juga korban dari Arman?" tanya Ema.Zulaika hanya menahan hatinya. Dia tidak akan pernah mengatakan aib itu."Peristiwa itu hanya untukku. Akan aku bongkar saatnya tiba," balas Zulaika singkat.Sera menyerahkan saputangan merah. Zulaika mengernyit, tidak mengerti dengan Sera. "Kenapa den
Arman masih saja bersitegang dengan Ardian di kantornya. Dia dengan nekat merobek secarik kertas milik Ardian. Kertas yang berisi lukisan Zulaika. Ardian semakin marah! Dia tidak akan pernah memaafkan Arman!"Aku tidak akan pernah memaafkanmu!" teriak Ardian. Dia melesatkan pelurunya tepat di sebelah Arman.Arman meluap. Kemarahannya tidak bisa dia tahan lagi. Spontan dia menarik senjata di tangan salah satu pengawal, berjalan cepat mengarahkan ke kening Ardian. Tuan Muda kedua juga melakukan hal yang sama!Kedua mata mereka saling bertumbukan tajam. Memperlihatkan kemarahan yang sudah tidak bisa dicegah. Keduanya ingin saling membunuh. Semua pengawal memutari mereka. Tidak ada yang bisa mencegah. Mereka hanya diam menunggu. Hingga seseorang masuk dengan tiba-tiba dan mendekati mereka."Kita sedang menjalani rapat. Tidak mungkin kita menundanya." Sekretaris tinggi, berbadan kurus. Sedikit berkumis. Dia bernama Bagus. Dia adalah sekretaris lama Malik yang masih sangat setia berkerja d
Arman sangat resah di dalam kamarnya. Dia tidak akan pernah menemui Zulaika. Keinginannya untuk memainkan perasaan Zulaika akan tetap dia lakukan. Dia yang akan membuat Zulaika berlutut. Bukan dirinya!"Sialan. Aku tidak akan pernah menemuinya. Dia ... tidak bisa masuk ke dalam hatiku. Tidak akan pernah!" teriaknya keras. Prang! Semua barang kembali dia lempar. Pecah berserakan ke mana-mana. Arman menjambak rambutnya sendiri. Tidak bisa menahan perasaannya. Dia tetap ingin bertahan!"Bagaimana mungkin dia bisa membuatku seperti ini?" gumamnya kesal."Bukankah kau mengatakan ingin menemukan wanita yang membahayakan hatimu? Hmm, Ibu pikir inilah saatnya kau menemukannya," ucap Redrich tiba-tiba memasuki kamar Arman yang terbuka. Dia tidak menyangka perkataan sang ibu sangat menusuknya."Ibu sangat ingat. Saat kita melakukan makan malam, kau mengatakan ingin menemui wanita yang bisa membuatmu dalam bahaya. Hmm, jika kau jatuh cinta. Para Bos Besar itu akan membuatmu sengsara. Bahkan, mer