Zulaika terbangun. Dia terkejut berada di dalam kamar Arman yang kini berubah. Tanpa sadar Zulaika sudah tertidur selama 1 hari. Dia segera beranjak dari ranjang kemudian keluar dari kamar. Dia benar-benar terkejut melihat kediaman Maulana sangat berbeda. Semua perabotan, bahkan hiasan dinding yang berada di sana tidak sama dengan sebelumnya."Akhirnya kau sadar juga. Sebaiknya kau beristirahat dulu dan jangan seperti ini," ucap Melia mengejutkan Zulaika dari belakang. Dia segera menangkap tubuh Zulaika yang sangat lemah itu dan segera mengajak duduk di kursi sofa."Sudah 1 hari kau tidak sadar. Kau mengalami depresi yang sangat berat dan ternyata membuatmu seperti itu. Untung saja kau sekarang sadar. Karena aku benar-benar menunggumu," lanjut Melia kemudian memberikan minuman hangat kepada Zulaika."Bagaimana dengan Arman? Bagaimana dengan semuanya? Kejadian malam itu benar-benar sangat mengerikan dan aku sedikit tidak mengingatnya. Lalu, bagaimana dengan Ardian. Di mana Ema? Apakah
Lesatan peluru membuat Ardian kehilangan nyawa. Zulaika menatap tubuh Ardian dengan tegang. Wajahnya kaku. Dia menarik napas panjang sebelum menurunkan tangannya.Salah satu bos besar tersenyum. Dia bertepuk tangan, diikuti yang lainnya."Tidak aku sangka. Melihat wanita seperti dirimu. Baiklah, ternyata kau memang pantas menjadi pengganti Arman. Aku tidak yakin dia mengalami kecelakaan. Tapi," ucapnya terhenti dan berjalan mendekati Zulaika. "Aku senang jika memang ada wanita yang menghabisinya. Haha. Tidak aku sangka lelaki seperti Arman akan mati di tangan wanita sepertimu," lanjutnya kemudian menatap Ardian yang tergeletak di lantai tanpa nyawa."Yah, ditambah kau menghabisi adiknya," sela bos besar lainnya. "Kami tidak bodoh, Zulaika. Tapi ... kami senang. Akhirnya ada yang berhasil menghabisi dua penguasa kejam itu. Dan, aku tidak menyangka seorang wanita yang menghabisinya," lanjutnya kemudian kembali bertepuk tangan diikuti lainnya."Agung, selamat datang kembali. Aku lebih su
Zulaika mengusap air mata di wajahnya. Dia mengkerutkan alis sangat dalam. Apalagi melihat Melia tertawa kecil saat menatapnya."Apa maksud Ayah?" tanya Zulaika masih mengernyit.Agung mendekatinya dan memberikan sepucuk surat yang ditulis Ardian untuknya. Zulaika segera berdiri, menerima surat itu. Dia membuka lebar kedua matanya yang sembab, dan segera membacanya. Zulaika masih tidak percaya. Namun, hatinya merasa lega. Ternyata Ardian masih hidup."Zulaika bidadariku. Kau adalah yang terindah. Permata hatiku. Aku sangat bahagia bisa menjadi bagian dari hidupmu. Tapi aku harus pergi. Kita akan bertemu saatnya nanti. Satu hal yang aku ingin katakan, aku sangat mencintaimu. Jagalah hatimu untukku. Ardian, cintamu."Agung saat itu menemui Ardian yang selalu menjaga Zulaika saat pingsan di kamar Arman setelah tragedi makan malam.Ardian tidak hentinya menatap sendu Zulaika dan menggenggam telapak tangannya. Bahkan, tuan muda itu tak kuasa menahan air matanya. Ardian memantapkan hatinya
Redrich sadar. Dia harus merelakan ini semua. Zulaika hanya menatap Redrich saat semakin mendekatinya."Aku memang sudah salah. Tapi kini aku sadar. Ya, paling tidak aku berterima kasih kepada Agung yang sudah membiarkan salah satu anakku hidup. Walaupun aku tidak akan pernah tahu kapan bisa menemuinya. Berhati-hatilah, dan kembalilah dengan cucuku. Karena aku akan menunggumu selama itu. Aku meminta izin untuk menjaga Agung. Apa kau akan mengabulkan permintaanku? Kami akan menikah," ucap Redrich dengan menangis. Zulaika mengganggukan kepala kemudian memeluk sang mertua."Aku percayakan semuanya kepadamu, Ibu. Tunggulah aku saatnya tiba," ucapnya kemudian melepaskan pelukannya. Dia kembali akan memasuki mobil. Hingg dia tersenyum saat melihat Melia ternyata berada di depan pintu mobil dan membukakan untuknya."Jangan lupakan aku. Pergilah, dan bawalah kembali sang penguasa yang sangat hebat. Aku akan menunggumu," ucap Melia dengan tersenyum dan membiarkan Zulaika memeluknya."Aku akan
Jakarta, 1980.“Biarkan aku menikmatinya. Dia sangat cantik! Ah … kau memang luar biasa.”“Ibu …”Bayangan itu selalu hadir. Sebuah bayangan yang membuat seorang gadis harus menahan ambisinya yang meluap.“Aku selalu mengingatnya. Dia … tidak akan aku biarkan lolos,” ucapnya dengan amarah yang masih harus tertahan.“Aku tahu. Sekarang, lebih baik kau mempersiapkan dirimu,” balas seorang lelaki. Tubuhnya dipenuhi tato naga.“Aku ingin keluar. Sudah lama kau mengurungku. Aku ingin bersenang-senang. Hari ini ada pesta lampion.”“Tidak mungkin. Kau akan keluar jika saatnya tiba. Aku tidak bisa membiarkanmu.”Gadis itu berjalan cepat, mendekati lelaki yang segera memalingkan wajahnya. Dia segera menghindar untuk mencegah keinginan sang gadis yang bernama Zulaika.Zulaika adalah gadis yang sangat cantik jelita. Perawakannya hampir sempurna. Dia sangat tinggi dan berkulit putih. Rambutnya yang hitam tebal, membuat dia terlihat sangat menawan. Apalagi, lesung pipinya. Membuat senyuman indah m
Busana merah dengan sangat seksi telah Zulaika gunakan. Ditambah polesan sedikit tebal, membuat kecantikannya terlihat tajam. Kini dia memandangi dirinya sendiri di depan cermin. Memperlihatkan senyuman yang menjadi pesona tanpa batas dalam dirinya. Kaki jenjangnya terlihat sangat indah saat busana itu membelah ketika dia berjalan. Memperlihatkan kedua pahanya yang sangat mulus.“Kau siap?” Dia, lelaki yang selama ini mengasuhnya. Menatap Zulaika yang terlihat tegang. Dia sekali lagi memeluk gadis itu, mengelusnya perlahan. “Jangan menyerah dalam hal apa pun. Selama ini aku sudah mengajarimu semuanya. Ingatlah pesanku. Sembilan puluh hari saja, sudah cukup untuk membuatmu memenangkan kedua hati itu,” lanjutnya sembari menarik napas panjang. Tidak dipungkiri, batin itu sebenarnya sangat resah.“Ini hari yang aku tunggu. Mereka akan menerima semuanya.”Zulaika mulai masuk ke dalam mobil bersamanya. Menuju pesta yang selalu Arman Maulana adakan dengan semua bangsawan lainnya.**Jubah be
Arman masih saja tidak terima. Pandangannya lurus ke depan dengan tajam. Semua pengawal tidak ada yang berani mengatakan sesuatu kepadanya.“Sialan. Wanita itu sudah mempermainkan aku. Ini menyangkut harga diriku.”Tangan kuat dan kekar milik Arman menghentak keras. Membuat jok depan sedikit sobek. Dia masih mengatur napasnya. Kedua matanya memejam, sambil menekan jantungnya. Debaran itu semakin hebat saat mengingat Zulaika. Arman berusaha mengingkarinya. Dia tidak bisa terlihat lemah karena wanita!“Siapkan salah satu istriku. Aku ingin dia menuju ke kamar saat aku pulang. Cepat!”Pengawal di sebelah sopir hanya menganggukkan kepala tanpa berkata. Dengan cepat, dia menghubungi kepala pelayan untuk mempersiapkan keinginan Arman. Sementara, Arman terus menggelengkan kepala saat ingatannya dipenuhi senyuman Zulaika.“Argh, tidak!” teriaknya tiba-tiba. “Aku ingin dua. Yah, kedua istriku akan memuaskanku malam ini. Cepat!”Batinnya terus berteriak. Arman masih berusaha mengatasi dirinya s
Ardian tiba-tiba masuk ke dalam kamar Arman. Dia mendengar kakaknya bergumam cukup keras, membuat dia menawarkan diri untuk mencari Zulaika. "Biarkan aku yang mencarinya," kata Ardian dengan cukup tegas. Dia kali ini berani memandang sang kakak. Walaupun Arman sudah memasang wajah angker. "Apa?" tanya Arman dengan singkat. Dia berjalan perlahan mendekati sang adik. Kedua mata mereka yang sangat tajam, saling menatap. Persaingan kini sudah dimulai. "Aku, akan mencarinya."Ardian selama ini selalu saja diam. Bahkan, tidak pernah merebut apa pun milik sang kakak. Namun, kini berubah. Membuat Arman sangat terkejut. “Aku … akan mencarinya!” lanjutnya tegas."Sejak kapan kau berani mengatakan ini kepada kakakmu? Bukankah kau tahu peraturanku? Tidak ada yang bisa menyela pembicaraan Tuan Besar," ucap Arman pelan namun menekan. Pandangan itu masih menyorot tajam, hingga kedua mata hitam itu tidak berkedip sama sekali.Ardian masih tidak menyerah. Dia malah mengangkat wajahnya."Kau sudah m