Jakarta, 1980.
“Biarkan aku menikmatinya. Dia sangat cantik! Ah … kau memang luar biasa.”
“Ibu …”
Bayangan itu selalu hadir. Sebuah bayangan yang membuat seorang gadis harus menahan ambisinya yang meluap.
“Aku selalu mengingatnya. Dia … tidak akan aku biarkan lolos,” ucapnya dengan amarah yang masih harus tertahan.
“Aku tahu. Sekarang, lebih baik kau mempersiapkan dirimu,” balas seorang lelaki. Tubuhnya dipenuhi tato naga.
“Aku ingin keluar. Sudah lama kau mengurungku. Aku ingin bersenang-senang. Hari ini ada pesta lampion.”
“Tidak mungkin. Kau akan keluar jika saatnya tiba. Aku tidak bisa membiarkanmu.”
Gadis itu berjalan cepat, mendekati lelaki yang segera memalingkan wajahnya. Dia segera menghindar untuk mencegah keinginan sang gadis yang bernama Zulaika.
Zulaika adalah gadis yang sangat cantik jelita. Perawakannya hampir sempurna. Dia sangat tinggi dan berkulit putih. Rambutnya yang hitam tebal, membuat dia terlihat sangat menawan. Apalagi, lesung pipinya. Membuat senyuman indah menyempurnakan wajah bagaikan dewi kayangan itu.
“Tolonglah, izinkan aku melakukannya. Aku hanya berjalan-jalan. Tidak ada hal lain.”
Kedua mata lelaki yang bertubuh kekar dengan rambutnya yang gondrong, akhirnya menatap Zulaika dengan tersenyum. Dia memeluk gadis itu, kemudian menganggukkan kepala. Tidak ada yang bisa menolak keinginan Zulaika jika memasang senyuman indah di wajahnya.
“Baiklah. Tapi ....”
Lelaki itu menghentikan ucapannya. Dia melerai pelukan yang semula masih erat, dan berjalan menuju almari di pojok ruangan. Zulaika mengernyit saat melihat dia mengambil jas. Apalagi jas itu disodorkan tepat di wajahnya.
“Keluarlah. Tapi, kau harus menyamar menjadi laki-laki. Kau akan aman jika menutupi identitasmu. Pakailah jas dan kaca mata ini. Sembunyikan rambut panjangmu itu di balik topi.”
Zulaika tersenyum saat dia benar-benar mendapatkan izin. Dalam langkah cepat, dia masuk ke dalam kamar untuk bersiap. Menyamar menjadi laki-laki memang yang terbaik untuknya. Gadis itu tidak bisa keluar dan memperlihatkan diri sebelum waktunya tiba.
Lelaki yang semula bersedekap dengan ekspresi datar, kini menggelengkan kepalanya. Kemudian dia terkekeh pelan saat melihat Zulaika dengan jas yang dipakainya. Jas itu kedodoran. Perlahan dia mendekati Zulaika, membenarkan topi yang sedikit tidak benar.
“Hmm, kau sangat tampan,” ucapnya tersenyum. Dengan perasaan cemas, dia melepas Zulaika yang sudah berlari untuk keluar.
Dalam langkah cepat, Zulaika terus berjalan menuju kota. Tempat tinggalnya terletak di dalam gudang. Sebuah gudang yang sudah disulap menjadi rumah layak huni oleh lelaki yang mengasuhnya. Gudang itu terletak di belakang bangunan kosong yang sama sekali tidak diketahui orang lain.
Lampu lampion yang menerangi jalanan, membuat Zulaika semakin tersenyum. Dia terus menatap angkasa, menikmati semua cahaya indah itu.
“Sangat indah,” ucapnya sambil tersenyum. Dia melepas kaca matanya, dan memasukkan ke dalam saku jas. Zulaika ingin melihat cahaya itu lebih jelas. Dia terus berjalan dengan kepala mendongak ke atas. Hingga dia menabrak seseorang di hadapannya. Namun, Zulaika masih saja terus berjalan sambil menatap angkasa. Tanpa sadar melihat siapa yang sudah bersentuhan dengannya.
Kedua mata tajam bewarna hitam, mengamati sosok yang menabraknya. Pemuda berumur dua puluh lima tahun itu, dengan serius tidak mengalihkan pandangannya sama sekali. Dia membuang putung rokok, lalu membuangnya ke tanah. Sepatu pantofel mahal miliknya, menginjak putung rokok itu hingga apinya padam.
“Kurang ajar. Kenapa dia menabrakku?” ucapnya dengan emosi. Tapi, kedua alisnya mengkerut dalam. Melihat sesuatu yang sangat aneh dengan sosok itu. “Dia laki-laki. Tapi … kenapa terlihat?” batinnya. Kedua matanya terus menatap, membuat dia melangkah untuk mengikuti.
“Tuan Muda Ardian. Anda mau ke mana?” tanya pengawal. Mereka berusaha mencegah Ardian masuk ke dalam kerumunan warga yang masih menikmati lampion. Dia adalah Tuan Muda kedua penguasa Maulana. Keluarga konglomerat terkaya di kota. Perawakannya yang sangat tampan dan rapi, membuat semua orang selalu menyukainya. Namun, dia tidak pernah terlihat bersama wanita sampai saat ini.
“Aku ingin melihat cahaya itu. Biarkan aku sendiri. Apakah aku terlihat seperti anak kecil?” Kedua mata tajam Tuan Muda itu membuat pengawal menundukkan kepala.
Dengan gagah, dia menerabas semua kerumunan warga. Spontan semua menepi, saat Tuan Muda melewati mereka. Tidak ada wanita yang berani mendekatinya. Untuk menjadi pendamping keluarga Maulana, harus memiliki kriteria yang sangat tinggi.
“Kau!” ucapnya dengan keras.
Spontan Zulaika menolehkan pandangan. Dia mengkerutkan kedua alisnya. Gadis itu masih tidak mengerti, kenapa seorang pemuda memanggilnya. Pemuda itu terus menelisik tubuh Zulaika dari atas sampai bawah. “Hmm, dia ternyata ….” Mendadak, dia membuka jasnya dengan cepat. Zulaika hanya diam mengamatinya.
“Kau … tangkap!”
Jas itu dilemparkannya ke arah Zulaika. Dengan sigap gadis itu menangkap.
“Pakailah di depan tubuhmu,” ucap Ardian. Perkataannya semakin membingungkan Zulaika.
Ardian berkacak pinggang, melihat Zulaika tidak segera memakainya.
“Baiklah ….”
Mendadak Ardian mendekati Zulaika dan memasangkan jasnya. Bahkan, dia menutup semua kancing jas itu. Semua mata memandang mereka.
“Lindungi Tuan Muda.” Para pengawal memutari mereka agar warga tidak bisa mendekat.
“Apa yang kau lakukan? Aku ini laki-laki. Sangat aneh jika kedua pria terlihat seperti ini.” Zulaika mengedarkan pandangan ke semua arah. Dia cemas melihat semua orang memandang dirinya. Dia mendorong tubuh Ardian, namun gagal. Tuan Muda menahan tangannya dengan tersenyum. Mereka sejenak saling memandang.
“Ikuti aku.”
Spontan Ardian menarik Zulaika dan mengajaknya berlari hingga masuk ke kebun tebu. Gadis itu berusaha melepaskan cengkeraman Tuan Muda.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Zulaika menghentikan langkahnya.
“Kau … lupa mengancingnya. Yah, kancing ketiga itu lupa kau tutup. Renda di balik jas itu terlihat. Hmm, sangat aneh melihat pria, namun ….”
Tangan kuat Ardian menarik tubuh Zulaika. Topi yang menutup rambutnya pun terlepas. Ardian membuka dengan tersenyum dan melemparnya ke tanah. Kedua mata bulat hitam pekat itu tidak berhenti menatap Zulaika yang sangat cantik.
“Ternyata dugaanku benar. Kau, menyamar? Untuk apa, Cantik?” bisik Ardian dengan tersenyum.
“Bukan urusanmu. Aku, adalah laki-laki,” balas Zulaika dengan sorotan tajam.
“Hmm, masih mengelak? Bagaimana jika aku sedikit menyentuhnya.”
Ardian menyentuh aset indah Zulaika yang menggunung. Dengan cepat Zulaika menampisnya. Namun, sekali lagi dia gagal. Tuan Muda lebih kuat darinya. Kini gadis itu malah berada di dalam dekapan Ardian.
“Sangat … cantik,” ucap Ardian. Wajah mereka sangat dekat. Napas keduanya pun saling terasa.
“Kau …,” ucap Zulaika masih berusaha meronta, namun gagal. Ardian semakin mendekap lebih erat dari sebelumnya.
Pandangan keduanya saling bertumbukan. Ardian terhanyut dengan tatapan Zulaika. Tuan Muda merasakan detakan hebat. Hingga, sinar cahaya lampion melewati tepat di atas mereka. Sinar itu menerangi dengan jelas wajah Tuan Muda. Spontan, ingatan Zulaika kembali ke masa lima tahun lalu.
“Wajah itu …,” batin Zulaika. Dengan kuat, dia melepaskan Ardian. Mendadak, Zulaika menamparnya sangat keras.
Plak!
“Jangan menyentuhku!” teriaknya keras. Dia mengambil topi yang berada tepat di sebelah kakinya. Rambut hitam yang terurai panjang, kini digulungnya kembali. Zulaika meninggalkan Ardian setelah dia memakai topinya kembali.
“Siapa dia? Sangat menawan. Aku akan mencarinya,” batin Ardian. Dia tersenyum sambil mengamati Zulaika yang terus berlalu.
Tanpa arah, Zulaika terus berlari. Dia masuk ke dalam hutan. Kakinya berusaha menghindari bebatuan licin yang berada di dekat air sungai. Namun, sepatu pantofel yang sedikit longgar di kakinya, membuat dia tergelincir. Zulaika berteriak saat jatuh ke dalam sungai.
“Argh!”
Dia segera berusaha untuk menuju permukaan. “Hah?” Kedua mata Zulaika tidak percaya, melihat pria dengan telanjang dada ada di hadapannya. Ditambah, mengulurkan pistol tepat di keningnya. Kedua mata Zulaika semakin melotot saat melihat.
Pria itu mengamati Zulaika dengan tajam. Kedua mata bulatnya menelisik semua tubuh Zulaika.
“Hmm, kau wanita? Ckk, sangat aneh. Wanita memakai pakaian laki-laki? Apa yang kau lakukan?”
“Tuan Muda Arman Maulana. Saya akan mengurus lelaki ini!” Beberapa pengawal segera mendekati Tuan Muda pertama Maulana yang sedang menikmati air sungai. Mereka segera mendekat ketika melihat Zulaika tiba-tiba terjebur.
Spontan Arman mengangkat tangannya. Membuat semua pengawal menghentikan langkah.
“Siapa kau?” tanya Arman terus menatap Zulaika.
Zulaika tidak membalasnya. Dia menyiratkan air sungai dengan mendadak, membuat Arman memejam. Dengan cepat Zulaika berlari. Arman menahan semua pengawal yang akan mengejarnya.
“Biarkan saja. Dia … sangat cantik. Besok malam, dia sudah harus berada di dalam kamarku. Carilah dia.”
“Baik, Tuan Muda.”
Zulaika terus berlari kencang. Dia melewati jalan kecil agar tidak tertangkap. Dengan deraian air mata, dia terus berlari hingga sampai di gudang tempat tinggalnya.
“Mereka berdua. Tuan Muda itu ….”
Zulaika datang dalam keadaan sangat berantakan.
“Zulaika! Kenapa?” tanya lelaki yang sedari tadi sangat cemas menunggunya. Dia menarik Zulaika, memegang kedua pundak gadis itu. “Zulaika, katakan!” lanjutnya berteriak.
“Aku … aku bertemu dengan mereka!”
Dalam tegang, dia memeluk Zulaika dengan sangat erat. Dia mencoba menenangkan hati Zulaika. Kini, lelaki yang sudah mengasuh Zulaika selama lima tahun itu menatap dengan tajam.
“Sudah waktunya kau keluar.”
Busana merah dengan sangat seksi telah Zulaika gunakan. Ditambah polesan sedikit tebal, membuat kecantikannya terlihat tajam. Kini dia memandangi dirinya sendiri di depan cermin. Memperlihatkan senyuman yang menjadi pesona tanpa batas dalam dirinya. Kaki jenjangnya terlihat sangat indah saat busana itu membelah ketika dia berjalan. Memperlihatkan kedua pahanya yang sangat mulus.“Kau siap?” Dia, lelaki yang selama ini mengasuhnya. Menatap Zulaika yang terlihat tegang. Dia sekali lagi memeluk gadis itu, mengelusnya perlahan. “Jangan menyerah dalam hal apa pun. Selama ini aku sudah mengajarimu semuanya. Ingatlah pesanku. Sembilan puluh hari saja, sudah cukup untuk membuatmu memenangkan kedua hati itu,” lanjutnya sembari menarik napas panjang. Tidak dipungkiri, batin itu sebenarnya sangat resah.“Ini hari yang aku tunggu. Mereka akan menerima semuanya.”Zulaika mulai masuk ke dalam mobil bersamanya. Menuju pesta yang selalu Arman Maulana adakan dengan semua bangsawan lainnya.**Jubah be
Arman masih saja tidak terima. Pandangannya lurus ke depan dengan tajam. Semua pengawal tidak ada yang berani mengatakan sesuatu kepadanya.“Sialan. Wanita itu sudah mempermainkan aku. Ini menyangkut harga diriku.”Tangan kuat dan kekar milik Arman menghentak keras. Membuat jok depan sedikit sobek. Dia masih mengatur napasnya. Kedua matanya memejam, sambil menekan jantungnya. Debaran itu semakin hebat saat mengingat Zulaika. Arman berusaha mengingkarinya. Dia tidak bisa terlihat lemah karena wanita!“Siapkan salah satu istriku. Aku ingin dia menuju ke kamar saat aku pulang. Cepat!”Pengawal di sebelah sopir hanya menganggukkan kepala tanpa berkata. Dengan cepat, dia menghubungi kepala pelayan untuk mempersiapkan keinginan Arman. Sementara, Arman terus menggelengkan kepala saat ingatannya dipenuhi senyuman Zulaika.“Argh, tidak!” teriaknya tiba-tiba. “Aku ingin dua. Yah, kedua istriku akan memuaskanku malam ini. Cepat!”Batinnya terus berteriak. Arman masih berusaha mengatasi dirinya s
Ardian tiba-tiba masuk ke dalam kamar Arman. Dia mendengar kakaknya bergumam cukup keras, membuat dia menawarkan diri untuk mencari Zulaika. "Biarkan aku yang mencarinya," kata Ardian dengan cukup tegas. Dia kali ini berani memandang sang kakak. Walaupun Arman sudah memasang wajah angker. "Apa?" tanya Arman dengan singkat. Dia berjalan perlahan mendekati sang adik. Kedua mata mereka yang sangat tajam, saling menatap. Persaingan kini sudah dimulai. "Aku, akan mencarinya."Ardian selama ini selalu saja diam. Bahkan, tidak pernah merebut apa pun milik sang kakak. Namun, kini berubah. Membuat Arman sangat terkejut. “Aku … akan mencarinya!” lanjutnya tegas."Sejak kapan kau berani mengatakan ini kepada kakakmu? Bukankah kau tahu peraturanku? Tidak ada yang bisa menyela pembicaraan Tuan Besar," ucap Arman pelan namun menekan. Pandangan itu masih menyorot tajam, hingga kedua mata hitam itu tidak berkedip sama sekali.Ardian masih tidak menyerah. Dia malah mengangkat wajahnya."Kau sudah m
Senyuman Zulaika sekali lagi membuat Arman lupa dengan amarahnya. Dia berdiri tegak, membuat sang penguasa keluar dari mobil dan perlahan menghampirinya.Kini, mereka berdua saling bertatapan tajam. Arman sedikit menggelengkan kepalanya, sambil tersenyum. Dia masih tidak percaya sudah dipermainkan oleh seorang wanita. Zulaika perlahan mengangkat tangan kanannya, mengelus pipi Arman.“Kau ….”Tanpa sadar, Arman memejamkan kedua matanya. Menikmati sentuhan itu. Semua wanita penghuni kerajaan Maulana, memandang dengan terkejut. Mereka masih saja tidak percaya melihat Arman. Lelaki kejam dan sedingin es batu, bisa luluh seketika hanya dengan senyuman. Apalagi Ardian juga berjalan mendekat. Spontan, Tuan Muda kedua itu menarik tangan Zulaika dan menatapnya dengan senyuman.“Senyuman bidadari. Sangat damai dan indah,” ucap Ardian. Tidak peduli Arman di sebelahnya memandang dengan tegang.Sesuatu kembali terjadi. Arman menarik Zulaika dan menggendongnya. Ardian kini terpaku dalam kecemburuan
Zulaika tidak percaya. Dia melihat Tuan Muda kedua berada di depan jendela kamarnya. Pemuda itu menaiki pohon, merayap seperti maling haus akan hasratnya."Berikan aku kebahagiaan. Senyuman itu sangat indah. Aku ingin kau memberikannya kepadaku," ucap Ardian. Pandangan wanita yang di hadapannya, tidak berubah. Zulaika menatap kaku Ardian. Dia mencengkeram dadanya. Ada sesuatu yang sangat aneh di sana. Getaran yang sama sekali tidak pernah dia rasakan. Namun, Zulaika berusaha menutupinya."Untuk apa kau ke sini?" tanya Zulaika. Walaupun pandangan yang dia berikan sangat tajam, Ardian tetap saja tersenyum. Dia semakin menaiki pohon itu hingga berada di ujungnya. Zulaika mengernyit dalam. Dia spontan menyingkir saat Tuan Muda melompat dan memasuki kamarnya."Keluarlah. Tidak baik kau berada di sini. Aku ini calon istri kakakmu."Zulaika mundur saat langkah lelaki tegap dan tinggi 190cm itu semakin melangkah mendekatinya. Zulaika berhenti saat punggungnya menabrak meja. Pandangannya teta
Arman tersenyum. Dia masih diam tidak melangkah masuk ke dalam. Semua istri sirinya terdiam kaku. Kecuali Ema. Dia mengangkat salah satu alisnya dengan tersenyum saat Melia memandangnya. Dia sudah mengatakan Zulaika akan menang, dan itu benar.Zulaika bersujud, mengangkat jepit rambutnya ke atas. Itu menandakan dirinya sudah siap menyerahkan dirinya kepada Arman.Kali ini kaki sang penguasa melangkah, mulai masuk ke dalam kamar. Dia menampis penjepit rambut itu. Zulaika tidak menyangka. Arman akan melakukannya. Zulaika berpikir, dia akan mendapatkan Arman dengan mudah. Ternyata tidak!"Aku tidak pernah menerima wanita manapun sebelum dia berhasil memikatku. Jangan pikir kau menang, wanita. Hmm, aku yang sudah berhasil memikatmu. Kau datang sendiri kepadaku. Kau pikir siapa dirimu!" Suara tegas, serak, masih membuat Zulaika masih tertunduk. Ini adalah penolakan yang sengaja dilakukan Arman. Dia tidak akan menyerah. Dia akan terus melawan!Arman terkekeh, lalu berjalan meninggalkan kama
Teriakan mencekam terdengar mengejutkan. Semua istri siri Arman dan pelayan yang tertidur lelap berhamburan keluar. Mereka terpaku. Tidak percaya dengan penglihatan mereka.Zulaika menyunggingkan senyuman. Puas! Melihat istri kedelapan dengan kejam diseret para pengawal keluar ruangan. Pengawal tersenyum saat membawanya. Arman sangat kesal jika seseorang mengabarkan hal buruk kepadanya. Tidak heran jika semua orang selalu menutup rapat mulut mereka saat mengetahui sesuatu. Itu demi keselamatan mereka.Konglomerat Malik Maulana saat hidup paling ditakuti di kota. Semua pengusaha kaya raya tunduk kepadanya. Bahkan, pejabat setempat tidak berkutik jika Malik Maulana menginginkan sesuatu. Kekayaan dan kesuksesannya tidak terbatas. Malik sangat ahli berbisnis.Malik adalah pemuda yang sangat jenius. Sejak kecil dia hidup sangat susah. Bahkan, menderita. Kedua orang tua Malik mati akibat kecelakaan misterius. Saat itu dia selalu saja menangis di makam ayah dan ibunya. Hingga seseorang menem
Ardian mengernyit dalam. Terdiam kaku. Hatinya berdetak kencang. Dia tidak percaya, melihat Zulaika mengelap pisau kecil. Tangannya berlumuran darah. "Ckk, dia yang melakukannya? Bagaimana mungkin?" batin Tuan Muda. Tangannya mulai mendorong pintu itu. Zulaika terkejut. Dia tidak bisa menghindar. "Kau ... kenapa masuk ke dalam kamarku?" Zulaika meletakkan pisau itu di sebuah kotak berukiran khas Jawa. Pisau tajam hampir mirip dengan keris Jawa."Bagaimana caranya? Apakah kau yang melakukannya?" tanya Ardian cemas. Dia menarik Zulaika. Menatapnya dalam-dalam. Menunggu wanita itu menjawab pertanyaannya."Tidak ada bukti apa pun yang bisa membuatku tertangkap. Untuk apa menanyakan hal yang sangat mustahil? Bisakah wanita lemah sepertiku melakukannya?"Ardian memutuskan tidak membahasnya. Dia mengeluarkan satu bunga mawar merah tanpa duri. Dipasangkannya di telinga sebelah kanan Zulaika. Dipandangnya wajah itu yang semakin cantik. Sangat ... cantik. Perlahan, bibirnya mengecup. Zulaika