Namun, kata kata itu hanya sampai di pangkal lidah Sena kemudian tertelan kembali saat bayangan Eva melintas di matanya. Laki-laki itu tidak tahu mengapa dia masih mempertahankan Eva, meski wanita tersebut telah membuatnya seperti seorang pengemis cinta. Padahal, kebersamaan selama kurang lebih dua tahun, dia tidak pernah merasakan perasaan nyaman seperti saat bersama Laras. Bukan sekadar nyaman, tetapi juga tenang.Meski belum terlalu lama berinteraksi dengan Laras, tetapi dia yakin sifat wanita itu memiliki hati yang baik. Laras begitu lembut dan mudah iba pada orang lain. Satu yang membuatnya semakin menyukai perilaku wanita itu, setiap kali dia mengajak Laras ke outlet barang barang branded, wanita itu malah berbisik di telinganya agar segera keluar. Laraa ngeri melihat harga yang tertera di tag price. Kalau saja Sena tidak bersikeras membeli beberapa buah tas branded dan gaun hasil rancangan desain ternama, mungkin mereka akan keluar dari tempat tersebut dengan tangan kosong. Jau
Akhirnya semua urusan Sena di negara kincir angin sudah selesai. Waktunya dia dan Laras kembali pulang. Dada lelaki itu penuh dengan tumpukan rasa bahagia. Sejak pulang sampai pesawat jet mendarat di bandar udara Soekarno - Hatta dia selalu menggenggam tangan Laras erat erat. Sena mulai berpikir menjadikan wanita itu satu satunya. Dia harus segera menyelesaikan urusannya dengan Eva."Tuan, apa boleh aku menjenguk Ayah?"Sena mengecup tangan Laras dalam genggamannya. "Ayahmu sudah keluar dari rumah sakit karena keadaannya sudah pulih. Besok aku akan mengantarmu. Sekarang kita pulang dan beristirahat.""Benarkah?" Mata Laras berpendar cerah mendengar ayahnya baik-baik saja. "Terima kasih banyak, Tuan." Laras memeluk Sena erat-erat.Lelaki itu membalas pelukan Laras. Dia membubuhkan kecupan di pucuk kepala wanita itu. "Iya, aku sudah membelikan rumah untuknya dan menggaji asisten rumah tangga dan perawat untuk mengurus Ayahmu.""Aku berhutang budi pada Anda, Tuan," lirih suara Laras. Dia
Laras tidak bisa memejamkan matanya. Pikirannya masih tertuju kepada Sena. Lelaki itu telah membuatnya jatuh cinta sedalam dalamnya hingga rasanya wanita itu tidak menemukan celah untuk membencinya. Menilik ke belakang, Sena memang tidak menjanjikan apa apa. Lelaki itu membayar kegadisannya, juga mengeluarkan dari cengkeraman Indah agar bisa memberikan keturunan untuknya. Mana Laras tahu kisah mereka berkembang seperti sekarang. Harusnya dia sudah mengira tidak mungkin laki-laki tampan dan mapan seperti Sena tidak memiliki seseorang yang spesial."Nyonya Eva model brand ternama. Dia beberapa bulan ini tinggal di Paris. Tuan Sena yang sering ke sana mengunjunginya. Mereka memiliki banyak rumah. Ini rumah orang tua Tuan. Dia ke sini hanya kalau Nyonya tidak di rumah."Kata-kata Maria kembali melintas di tempurung kepala Laras. Pantas saja Sena pergi begitu saja karena Eva telah kembali. Perih kembali menikam dada wanita itu, membuat matanya panas lalu dengan cepat melinangkan genangan d
Salah satu yang paling disukai Laras ketika tinggal bersama ayahnya adalah, perhatian laki-laki itu yang semua untuknya. Sampai seusia sekarang sang ayah masih nyinyir mengingatkan tentang alerginya. Bahkan, laki-laki itu mengingatkan kepada asisten rumah tangganya apa apa saja yang boleh dan tidak untuk dimakan sang putri. Sepanjang malam dihabiskan dengan mendengarkan sang ayah bercerita tentang masa kecil Laras. Senyum wanita itu tidak memudar sepanjang ayahnya bercerita. Senyum itu terulas sampai dia tertidur.Laras bangun dengan perasaan lebih baik. Dia keluar rumah ingin menikmati suasana pagi di tempat tinggal sang ayah. Suhu sejuk dan udara yang segar, serta banyaknya pepohonan tabebuya yang berbaris di sepanjang jalan menjadikan sekitar komplek perumahan itu asri. Apalagi bila pohon itu berbunga di musim kemarau, sekitar bulan Juli sampai september, pasti terlihat lebih indah. Dulu sekali saat anak anak dia suka sekali berdiri di bawah pohon menunggu bunganya rontok dari dah
"Ayahmu benar benar lawan bermain catur yang hebat."Randy memuji kehebatan Ayah Laras setelah makan siang dan berbincang bincang, laki laki itu mengajak Bastian bermain catur. Kebetulan sekali bos Mayapada Corporation itu memang menyukai olahraga otak tersebut. Biasanya dia selalu bisa menang dengan mudah. Namun, melawan Ayah Laras dia berkali kali mati langkah, sehingga Randy tidak lagi meremehkan kemampuan Ayah Laras. Bahkan, beberapa kali kalah di 'skak mat' oleh laki laki itu. Baru kali ini ada orang yang bisa mengalahkannya dalam sepuluh langkah. Randy yakin laki laki itu bukan orang sembarangan. Meski terlihat sangat sederhana, tetapi raut cerdas terlihat jelas di wajahnya.Laras tersenyum mendengar pujian Bastian untuk ayahnya."Ayah memang sangat menyukai olahraga catur. Bahkan dulu di tempat tinggal kami, hampir setiap hari orang orang datang mengajak Ayah bermain catur. Tidak seorang pun yang mampu mengalahkan Ayah karena beliau sangat lihai dalam mengatur strategi. Bagaima
Sepanjang perjalanan Laras tidak sekali pun menatap ke arah Sena. Pandangan wanita itu berlabuh keluar melalui kaca jendela mobil memperhatikan pohon pohon yang seolah-olah berlarian berlawanan arah dengan laju kendaraan yang dikemudikan sopir laki laki tersebut. Laras tidak ingin Sena melihat air mata yang terus berjatuhan di pipinya. Dia tidak mau laki laki itu semakin bahagia melihat kesedihannya. Serapuh apa pun dia tidak mau menarik simpati Sena dengan air matanya."Setelah ini kau tidak boleh pergi tanpa ijin dariku." Sena membuka suara. Dia melirik sekilas ke arah Laras yang mengangguk patuh. Laki-laki itu mengembuskan napas dalam. Dia tidak bermaksud untuk menyakiti Laras dengan kata katanya. Melihat gadis itu tertawa dengan Randy membuat dadanya terasa panas, lalu dia melampiaskan rasa kesal itu kepada Laras. Dia pikir, dengan mengingatkan siapa gadis itu akan membuat Laras kembali tunduk dan menjadi gadis penurut seperti awal mereka bertemu."Apa kau dengar apa yang aku kat
Eva tersenyum dan melambaikan tangan ketika mobil yang membawa Sena bergerak menjauh dari rumah. Setelah menemani laki-laki itu sarapan sambil berbincang ringan, dia mengantar ke teras. Tak lupa laki-laki itu mengingatkan agar Eva bersiap-siap untuk menghadiri makan malam di rumah salah seorang relasi bisnisnya. Tentu saja wanita itu mengiyakan karena memang sudah seharusnya dia mendampingi sang suami. Eva ingin menunjukkan bahwa dia benar-benar ingin mengabdikan diri sepenuhnya untuk Sena.Senyum wanita itu menghilang ketika ponselnya berbunyi. Dia menggerutu karena di pagi hari telah diganggu oleh panggilan dari benda tersebut, apalagi ketika melihat ID pemanggil yang tampil di layar ponsel. Eva berdecak keras. Apakah orang itu tidak mengerti perkataannya beberapa hari yang lalu? Dengan langkah lebar dan menghentak wanita itu menaiki anak tangga untuk kembali ke kamarnya. Dia tidak gila untuk menerima telepon di tempat terbuka, karena Eva bukan wanita yang bisa mempercayai siapa pu
Eva menatap pantulan wajahnya di dalam cermin dengan sorot bangga. Bagaimana tidak, dia yang memang sudah cantik tampak semakin mempesona setelah didandani di salon langganannya. Tempat itu bukan salon biasa, tetapi khusus diperuntukkan untuk para wanita sosialita. Tentu saja harga pelayanannya berbanding lurus dengan hasil kerja mereka. Make-up yang tidak berlebihan, tetapi membuat para pelanggan tampak semakin menarik dan elegan. Istilah kerennya tampak 'flawless'. Jika diberi rating, maka salon itu akan mendapatkan peringkat 10/10. "Duh, memang, ya, kalau model internasional di poles dikit aja cantiknya udah cetar membahana," puji seorang laki-laki kemayu yang menangani yang Eva. Dia menetap takjub kepada istri Sena tersebut. Eva melirik laki-laki itu sebentar, lalu dia berpindah dari kaca kecil ke kaca besar yang memperlihatkan seluruh pantulan tubuhnya. Untuk makan malam kali ini, Eva memilih rancangan dari Dior berupa gaun berwarna hitam pekat. Di bagian luar gaun menggunakan