Berkali-kali Khanza menarik nafas dalam-dalam sambil memegangi dadanya yang terasa sakit. Sekarang ia mengerti kenapa Romi akhir-akhir ini sangat peduli padanya, ternyata untuk di jadiin taruhan."Tapi kamu mau apain Khanza kalo misalnya kamu menang?""Nggak aku apa-apain sih, palingan pacaran aja mungkin selama dua minggu. Karena bagaimanapun juga pasti Khanza bakal kecewa banget kalo dia tau aku ngajak dia pacaran karena cuma ya itu taruhan," Khanza tidak sanggup lagi mendengar ucapan karyawan itu. Ia langsung memilih masuk ke toilet perempuan lalu menangis sejadi-jadinya. Ia tidak menyangka Romi sejahat itu padanya.Hampir setengah jam ia di kamar mandi, Khanza kembali ke ruangan Romi.Di sisi lain, Romi tengah panik karena melihat Khanza sudah tidak ada saat hendak membuka pintu. Romi langsung kaget melihat Khanza sudah di depan pintu, ia langsung menghela nafas panjang."Kamu darimana aja?" tanya Romi, lagi-lagi air mata Khanza turun membuat Romi kaget sekaligus bingung."Kamu k
"Iya Bang Khanza dari arah toilet sih awalnya. Tapi dia masuk ke ruangan Abang trus keluar lagi. Saya sempat manggil tapi nggak di jawab," terang Salman membuat Romi langsung panik."Kalo gitu saya ke dalam dulu ya," ucap Romi lalu ia buru-buru masuk ke ruangannya, begitu sampai benar saja Khanza sudah tidak ada."Ya Tuhan ... Kenapa gadis ini selalu membuatku panik," gumam Romi mencari Khanza kesana-kemari.Tanpa membuang waktu Romi langsung menyambar kunci mobil, lalu ia membawa mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumahnya."Sial! Macet lagi," kesalnya Romi sambil meremas setir mobil.Hampir setengah jam menempuh perjalanan akhirnya Romi sampai di rumah. Buru-buru Romi keluar, lalu ia masuk ke dalam rumah."Khanza!" panggil Romi begitu ia sampai di ambang pintu.Mendengar tidak ada jawaban, Romi langsung naik ke kamar. Begitu sampai ia melihat Khanza sedang mengemasi pakaiannya dengan air mata yang tak kunjung reda."Kamu mau kemana?" tanya Romi sambil mengatur nafasnya. Khanza tid
"Khanza ... " panggil Romi mulai panik namun tidak ada sahutan sedikitpun. Ia langsung bangkit dari ranjang, detik kemudian ia mematung melihat bercak darah di seprai putih.Romi sadar dari lamunannya, ia langsung buru-buru keluar kamar mencari Khanza. Ia mencari ke seluruh rumah namun hasilnya nihil."Za, kamu kemana sih? Kenapa kamu suka sekali buat saya kesal." gumam Romi sambil memegang pinggangnya yang terasa pegal. Kemudian ia meraih ponselnya berniat menghubungi Khanza. Saat mencari kontak Khanza, ia langsung tersadar."O iya ya, 'kan nggak punya kontaknya," ucapnya lalu ia kembali duduk lesu di sisi ranjang sambil memijit pelipisnya. Pandangannya kembali tertuju ke bercak merah di seprai.Tiba-tiba saja bibirnya melengkung indah melihat itu. Rasa bangga dan bahagia tiba-tiba menyelimutinya, ia merasa laki-laki yang paling beruntung saat ini.***Disisi lain, Khanza turun dari angkot tepat di depan rumah Salman. Ia menekan bel rumah Salman, tidak berapa lama kemudian keluarlah
[Terminal Bus menuju Jawa sih Bang, cuma saya nggak tahu Khanza naik yang mana, soalnya tadi saya buru-buru nggak sempat nanya juga dan saya nggak tau juga dia punya uang atau nggak] bohong Salman, ia ingin memberi pelajaran pada Romi. Romi yang mendengar itu yang awalnya duduk langsung berdiri mencoba mengatur nafasnya, lalu ia kembali duduk dan mencoba tetap tenang agar Salman tidak curiga.[Ta--tapi Khanza ada ngomong mau kemana nggak? Atau ke rumah siapa gitu?] lagi-lagi Romi khawatir, sekarang ia mengetuk-ngetukkan jerinya ke meja rias.[Waduh nggak tuh Bang, karena jujur saya pun bingung kenapa Khanza pergi padahal sebentar lagi dia mau wisuda. tapi itu lah bocahnya keras kepala, kayaknya Khanza mau rileksin diri deh bang, soalnya kalo aku lihat sekilas tadi di kayak orang putus cinta hehe.Terus juga cara jalannya agak aneh Bang, kayaknya dia jatuh deh jadinya gitu kayak bebek hahah ...] bohong Salman padahal ia hanya menguji Romi.Deg! 'Cara jalan Khanza aneh,' ucap Romi dal
Setelah dokter pergi Salman mengatur nafasnya pelan-pelan, karena dadanya sekarang sudah sangat sesak mendengar pernyataan barusan. Setelah merasa aman, Salman perlahan mendekati Khanza yang tengah menangis di ranjang rumah sakit."Za," panggil Salman, Khanza langsung menoleh melihat Salman."Man a--aku-" Khanza berhenti berbicara saat Salman mengangguk pertanda paham perasaan gadis itu sekarang."Aku harus gimana Man di perutku udah ada bayi," lirihnya pilu. Salman sendiri pun sebenarnya tengah kecewa, ia tidak mengerti harus senang atau sedih dengan keadaan Khanza sekarang."Za aku tidak tahu harus bagaimana, tapi sebagai sahabat aku cuma mau nasehatin kamu jangan pernah menyalahkan bayi itu. Dia tidak mengerti apa-apa bayi itu butuh sosok ibu kayak kamu.Jadi jangan pernah menganggapnya beban, karena bagaimanapun juga dia adalah darah daging kamu." nasehat Salman walaupun hatinya sebenarnya sangat bertolak belakang dengan mulutnya.Khanza diam sejenak mencoba mencerna kata-kata Sa
"Em … kamu pulang duluan aja Vin, makasih banyak udah ngaterin saya. Kayaknya saya belum bisa pulang sekarang, kamu pesan online aja ya." ucap Romi membuat Vina bingung, bukannya tadi Romi sangat lemas sekarang malah semangat sekali."Tapi Pak, Bapak bisa nyetir sendiri?" tanya Vina memastikan, Romi langsung mengangguk tapi matanya terus ke arah cafe."Ya sudah kalo begitu saya duluan ya, hati-hati Pak," pamit Vina yang dibalas anggukan oleh Romi.Setelah Vina pergi Romi langsung memarkirkan mobilnya di depan kafe. Sebelum keluar ia memakai masker terlebih dahulu supaya Khanza tidak curiga.Begitu masuk di cafe, Romi langsung memilih tempat yang jauh dari Khanza, tapi ia tetap bisa melihat gadisnya itu.Deg! 'Salman,' Romi kaget melihat Salman lah yang sedang duduk bersama Khanza. Itu artinya Salman tahu dimana Khanza selama ini.'Jangan-jangan Salman yang menyembunyikan Khanza, pantas saja dicari kemana-mana tidak ketemu biangnya orang terdekat ternyata.' ucap Romi dalam hati.Romi d
"Aku belum terpikir kesana Bang, sebenarnya Khanza juga yang salah ia tidak mau keluar sama sekali selam sebulan bulan. Selain tadi itupun karena saya paksa berobat Bang," ujar Salman membuat Romi mengangguk."Berapa bulan kandungannya?" tanya Romi membuat Salman berusaha mengingat ucapan dokter tadi."4 Minggu Bang, Abang tahu dari mana Khanza hamil?" tanya Salman bingung."Saya juga mual-mual persis seperti yang dialami Khanza. Kata dokter itu biasa terjadi jika istri lagi hamil muda," jawab Romi membuat Salman mangut-mangut."Abang mau ketemu Khanza sekarang?" tanya Salman, Romi tampak berfikir sejenak."Sebenarnya sangat ingin, cuma saya nggak mau buat dia stress pasti sangat berpengaruh pada janinnya. Setidaknya izinkan saya melihatnya diam-diam," jawab Romi membuat Romi mangut-mangut."Caranya?" tanya Salman, Romi langsung menjelaskan semua niatnya pada Salman.***Malam hari, Khanza masih saja makan karena makanan yang di pesan Romi sangat banyak.Tok! Tok! Tok! "Masuk," sahut
"Hah? Apa nggak terlalu cepat," jawab Khanza merasa tidak yakin."Aku nggak punya waktu kosong selain besok Za, adanya weekend seminggu lagi," terang Salman membuat Khanza diam."Ya udah," ucapnya dengan berat hati.***Keesokan harinya, Khanza antara yakin dan tidak yakin dengan usul Salman. Tapi ia mencoba untuk berfikir positif."Rileks Za cuma ngasih tau nggak lebih," gumamnya sambil memilih baju yang tepat. Setelah rapi ia dan Salman pun berangkat, tujuan awal mereka adalah kantor Romi.Hampir 20 menit menempuh perjalanan akhirnya mereka sampai, Khanza yang melihat itu jadi bimbang."Yuk turun," ajak Salman, Khanza langsung menggeleng membuat Salman kaget."Kenapa?" tanya Salman bingung melihat Khanza enggan turun."Aku nggak yakin Man, aku takut," ucap Khanza tiba-tiba sambil menunduk."Gak apa-apa, ada aku kok santai, yuk." ajak Salman mau tidak mau Khanza ikut turun kemudian mereka masuk ke dalam kantor."Kak Salman," panggil seseorang membuat mereka berdua langsung berbalik.