Share

Bab 8. Hanya pembantu

Rendra tidak menjawab pertanyaan Naira. Dirinya memilih turun dan memutuskan untuk meminta mangga muda tersebut. Dengan resiko menanggung malu.

Sedangkan Naira yang melihat suaminya berusaha mendapatkan mangga yang diinginkannya pun seketika perasaannya menjadi sensitif. Ada rasa haru dalam dadanya padahal beberapa saat yang lalu dirinya tidak peduli dengan apa yang Rendra lakukan. Mungkin karena bawaan bayi yang ada di dalam perutnya.

"Ada apa dengan perasaanku. Kenapa melihat mas Rendra yang berusaha mencari mangga muda untukku kenapa hatiku merasa senang? Jangan Naira. Jangan mudah terbawa perasaan."

"Permisi!" 

"Permisi!" sejak lagi Rendra mencoba memanggil pemilik rumah yang terdapat buah mangga tersebut.

"Iya, selamat siang, Pak. Ada yang bisa di bantu," suara seorang wanita berpakaian rumahan menyaut ucapan permisi Rendra.

"Maaf apakah Ibu ini adalah pemilik rumah ini. Jika iya saya ingin membeli mangga muda punya Ibu boleh?" tanya Rendra bersikap baik.

"Maaf, Pak. Ini bukan rumah punya saya. Ini punya majikan

saya."

"Kalau begitu apakah boleh saya bertemu dengan majikan ibu. Saya ingin memintanya langsung."

"Aduh, Pak. Gimana ya saya menyampaikannya. Saat ini majikan saya gak ada di rumah. Mereka saat ini sedang berada di luar negri," balas wanita tersebut.

Rendra yang mendengar jika pemilik rumah itu sedang berada di luar negri pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke dalam mobil. 

"Kita cari mangga muda yang lain saja," kata Rendra setelah dirinya masuk.

"Tapi…" 

"Kita akan pergi ke rumah temanku. Dia memiliki pohon mangga yang sedang berbuah."

"Terserah…" Naira tidak bisa berkata apalagi. Dirinya tidak bisa memaksa jika pemilik rumah itu tidak ada.

Rendra pun membawa mobilnya ke rumah temannya yang merupakan rekan bisnisnya juga. 

"Selamat datang Rendra. Tumben datang ke sini gak ngasih kabar. Terus lo datang sama siapa?" tanya teman Rendra ketika melihat kedatangan Rendra yang secara tiba-tiba.

"Fiko kedatangan gue ke sini cuma mau nganterin pembantu gue. Dia itu lagi ngidam pengen buah mangga. Tapi lumayan susah juga nyarinya. Terus gue ingat kalau lo punya pohon mangga."

Rendra pun memberikan isyarat kepada Naira untuk tidak mengatakan apapun.

"Serius pembantu?" tanya Fiko.

"Ya iyalah. Coba aja lo liat penampilannya, kalau cewek itu teman atau kerabat gue. Penampilannya gak kampungan gitu."

Rasa haru karena Rendra berusaha mendapatkan mangga muda yang diinginkannya kini telah hilang di hati Naira berganti dengan rasa sakit ketika Rendra mengatakan bahwa dirinya seorang pembantu.

"Ayolah Naira, memangnya apa yang ingin kau harapkan. Di kenalkan sebagai istri sedangkan setelah anak ini lahir kamu akan di ceraikan." Batin Naira.

"Tapi serius, gue salut banget sama lo. Pembantu lo ngidam. Lo bantu cariin dia mangga muda. Benar-benar majikan idaman lo."

"Udahlah boleh kan gue minta mangga muda punya lo buat pembantu gue."

"Ambil aja kalau mau." Fiko mengajak Naira dan Rendra ke taman belakang untuk mengambil mangga muda tersebut. 

"Ambil!" Rendra menyerahkan satu kantong plastik kecil mangga muda yang di petiknya pada Naira.

"Makasih."

"Kita pulang sekarang."

Naira menganggukkan kepalanya menurut. Saat ini moodnya benar-benar tidak baik-baik saja setelah dikatakan pembantu kampungan oleh Rendra.

"Fiko, gue balik ya. Makasih mangga mudanya."

"Sama-sama. Ren, lo gak mau ngobrol dulu di sini atau santai-santai gitu."

"Enggak, Fik. Makasih, gue pulang dulu."

"Tunggu, Ren!" Fiko menahan tangan Rendra. Lalu ia pun mendekatkan wajahnya dan berbisik di telinga Rendra.

"Meskipun pembantu lo itu kampungan, tapi dia cantik juga. Kasih tau gue kalau misalkan dia udah jadi janda. Gue siap jadiin dia simpanan gue."

Rendra yang mendengar ucapan Fiko tentang Naira pun mengepalkan tangannya. Jujur saja perasaannya tidak suka jika Fiko berniat menjadikan Naira sebagai wanita simpanan. Walaupun kenyataannya saat ini Naira juga menjadi wanita simpanan dirinya.

"Ya," balas Rendra singkat. Lalu ia pun segera menarik tangan Naira untuk pulang.

Fiko yang mendengar jawaban Rendra pun tersenyum miring sambil menatap Naira intens.

"Lumayan juga, bodoh aja Rendra kalau gak ngelirik pembantunya yang lumayan cantik ini. Apalagi kalau dia dipoles, gak akan jauh beda sama Bianca."

Setelah dari rumah Fiko untuk meminta mangga muda. Naira dan Rendra pun langsung pulang setelah mendapatkannya. 

Di dalam paviliun, Bi Nimah langsung saja mengupas mangga muda dan membuat sambal rujak untuk Naira. Sementara Rendra, dirinya langsung saja pergi ke apartemen untuk menemui Bianca. Istri pertamanya, jujur saja dirinya tidak ingin terlalu dekat dengan Naira. Rendra takut rasa cintanya untuk Bianca terbagi dua untuk Naira.

Namun pada saat dirinya berada di apartemen, Rendra tidak menemukan Bianca. Hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk menelepon Bianca.

"Bianca, kamu ada di mana?" tanya Rendra. 

"Rendra, aku lagi ada di mall sama teman-teman. Ada apa?" tanya Bianca yang saat ini sedang berada di restoran bersama dengan teman sosialitanya.

"Pulang!" perintah Rendra tegas.

"Apa maksudmu? Aku baru aja keluar dari apartemen. Masa kamu minta aku pulang," balas Bianca dengan ekspresi wajah kesalnya karena kesenangannya diganggu. Padahal pergi ke mall, jalan-jalan bersama temannya adalah salah satu menghilangkan rasa stresnya karena perbuatan Rendra yang memilih menikah lagi.

"Kalau kamu tidak pulang, jangan salahkan aku jika besok aku tidak akan pulang." 

"Kamu mengancamku, mas!" seru Bianca terkejut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status