Share

PART - 06

"Errghh, sayang."

Erangan itu membuat Zafier yang sejak tadi duduk memandangi lampu-lampu gedung kota Jakarta menoleh ke samping, di mana Helena tergeletak tanpa sehelai benangpun setelah pergulatan mereka tadi.

"Tidurlah," ucap Zaf seraya menghisap rokoknya dalam-dalam dan menghembuskannya ke udara.

"Aku maunya meluk kau," ucapnya manja.

Bukannya menuruti kemauan wanita itu, Zaf malah turun dari tempat tidur membuat Helena jelas bingung.

"Why, zaf?" Tanyanya heran.

"Aku mau cari udara segar dulu. Kau lanjutkan saja tidurnya. Kalau aku tidak kembali itu berarti sedang ada yang aku kerjakan di tempat lain."

"Tapi aku mau kau tidur di sini dan temanin aku sampai pagi."

Zaf tidak mempedulikan protesan Helena, berjalan mengarah ke kamar mandi untuk membasuh diri dan keluar setengah jam kemudian dengan setelan santai. Dilihatnya Helena duduk di tepi ranjang sedang menghisap rokoknya. Zaf menghampiri, menarik rokok itu dari tangannya dan mematikannya.

"Hei—" ucapnya kesal.

"Jangan merokok. Buruk buat kesehatan," ucapnya seraya berjalan mengambil jaket hoodienya.

"Seharusnya kau ngaca tadi," desisnya.

"Aku laki-laki,Hel. Kau perempuan. Jangan merokok." Kemudian berjalan ke arah pintu dan keluar dari sana.

Helena menghempaskan diri di ranjang dan menggerutu. "Dasar bajingan tampan yang kelakuannya manis banget," desahnya. "Aku jadi ingin memilikimu."

***

"Zafier Gaster, lahir di California 31 tahun yang lalu dan memiliki satu kakak kembar berjenis kelamin laki-laki. Kedua orang tuanya masih hidup dan sekarang menetap di  Florida. Hubungan mereka dikatakan tidak akur sejak kematian kembarannya dalam insiden kecelakan mobil bersama dengan calon istrinya beberapa tahun yang lalu. Sejak itu dia memilih menetap sendiri di manapun dia mau dan lebih banyak menghabiskan waktunya di New York."

Agam berdiri di depan Martin Allison yang duduk di sofa ruang tamu Mansionnya dengan segelas whiskey di tangan.

"Kecelakan mobil?" Tanya Martin, menegak minumannya dan mengelus dagunya.

Agam mengangguk. "Menurut laporan mereka kecelakaan mobil dan tidak ada keterangan yang lain. Sepertinya hanya kecelakaan lalu lintas biasa."

Martin memandang lurus ke depan, Agam melanjutkan laporannya.

"Saudara dekat Alva Alexander, keturunan tunggal Gabriell Alexander Forze yang merupakan kakak dari ayah Zafier sendiri, Stevan Miller Forze. Dua lelaki yang masuk dalam jajaran pengusaha terkenal di Amerika."

"Ah, keturunan konglomerat rupanya," desah Martin.

"Benar. Catatannya bersih dan dia merintis usahanya sendiri sejak lama tanpa bantuan campur tangan keluarganya. Kegilaannya pada bidang teknologi membawanya menjadi salah satu pengusaha yang diperhitungkan dunia. Perusahaannya di Indonesia adalah cabangnya yang pertama di Negara Asia."

"Lawan yang tidak bisa dianggap enteng.”

"Apa yang akan Pak Martin lakukan?"

Martin meletakkan gelas kosongnya di atas meja dan memandangi kaki tangannya dengan pandangan aneh. "Apalagi kalau bukan menjatuhkannya.” Martin tersenyum smirk dan mengaitkan jemarinya di depan bibirnya. "Aku tidak terima dipermalukan seperti kemarin dan dia salah menjadikanku lawan. Dia harus terpuruk bagaimanapun caranya.”

Agam tahu dengan pasti kalau bosnya, Martin Allison, orang yang bisa melakukan apa saja yang dia inginkan.

***

Akhirnya Zaf memilih duduk di depan mini market 24 jam di pinggir jalan jauh dari apartemennya setelah menghabiskan sebotol kopi dingin dan pop mie instan. Setelah membuat penjaga tokonya seperti terkena asma, Zaf memilih duduk diam memandangi jalan raya yang masih ramai dengan hoodie yang menutupi kepala. Motor sportnya bertengger manis tidak jauh dari sana.

"Ahh, mie lagi. Terpaksa."

Zaf menoleh ke meja yang lain saat mendengar gerutuan itu dan tertegun. Dilihatnya wanita itu duduk di sana, sibuk dengan mie dan sebotol air putih lalu memakannya dengan lahap. Zaf terpaku pada wajahnya yang tidak asing.

"Sasha pasti akan ngomel kalau tahu apa yang aku makan ini," gumamnya seraya mengunyah mienya.

Zaf membuang muka saat wanita itu tiba-tiba melihat ke arahnya. Untung saja kepalanya tertutup dengan hoodie.

"Memangnya ngaruh apa keseringan makan mie bisa buat rambut keriting. Ngaco ah. Kalau otak yang keriting sih mungkin. Kebanyakan micin. Sebodolah yang penting enak. Mau makan mie atau gak ujung-ujungnya tetap di PHK. Ribet!!" Zaf tersenyum mendengar omelannya. Masih wanita yang sama yang banyak omong dan selalu bisa membuatnya menarik senyuman di sudut bibir. Wanita yang tega menamparnya setelah bahunya pegal untuk alas tidur.

"Ah kenyang," desahnya tidak lama kemudian, menegak air mineralnya sampai tandas dan menghempaskan tubuhnya di kursi di bawah tatapan mata Zaf. Tidak lama dia seperti mengantuk dan akhirnya berdiri dari duduknya. Zaf menundukkan wajah saat dia berjalan ke arahnya untuk membuang sampah di tempat sampah yang ada di belakang kursi Zaf.

Reflek Zaf berdiri saat melihat siluetnya lewat dan berjalan kaki dengan santai mengarah ke gerbang perumahan tidak jauh dari mini market. Zaf nekat mengikuti dari jauh dan mencoba menjaga jarak aman dengan hati-hati. Dia hanya ingin melihat di mana wanita itu tinggal.

Wanita itu berbelok masuk ke dalam salah satu blok perumahan dan Zaf yakin kalau dia tidak tahu sedang diikuti. Saat dia akhirnya berbelok, langkah kakinya terhenti. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri tapi sepi. Sama sekali tidak ada orang di sana tapi Zaf yakin sekali jika wanita itu berbelok ke dalam.

"Ke mana dia?" Gumam Zaf, melihat ke sekitarnya. "Ah sial, dia hilang!" gerutunya kesal.

Zaf berbalik dan tertegun di tempatnya. Seseorang sudah berdiri di depannya dengan seringaian devil di wajah cantiknya dan kepala miring ke samping mencoba melihat wajahnya. Zaf berdiri kaku. Bukan karena tatapan wanita itu tapi pada sesuatu yang saat ini menempel di lehernya.

"Hai bastard, wanna die, huh?!" Ucapnya tajam dan menekan pisau lipat yang menempel di leher Zaf bersiap menembus lapisan hoodienya jika dia bertindak gegabah.

Ah sial!!! Beruntung atau apes ?

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status