"Tenanglah aku pernah ada di posisimu, kita sama- sama menantu di keluarga ini," kata Eva.Dinda menatap iparnya dengan pandangan heran."Makan dengan lauk sisa, hanya Ifah dan suami yang makan lauk enak, selalu di katakan benalu, mandul, pemalas, benar bukan? Ibarat makan aku sudah terlalu kenyang mengalami hal itu," ucap Eva agar Dinda yakin."Stttt! Belum selesai ketika teman- teman gengnya berkumpul selalu menjadi mertua terbaik, memperlakukan menantu spesial, dan lagi kita adalah menantu durhaka! Hahaha," tawa Eva membahana.'Prok... Prok...' Dinda bertepuk tangan."Hebat banget Mbak Eva bisa tahu, apakah ini artinya kita akan jadi Bestie?" tanya Dinda."Tentu, aku lima tahun hidup dengan Ibu Nafis mertuamu itu," ucap Eva."Mbak tolong! Please, mertuaku itu juga mertuamu," sanggah Dinda."Hahahaha, kalau bisa kau ambil aja! Pengen ku tukar tambah mertua tapi anaknya baik, gimana dong?" Kata Eva sambil menutup bagasi mobil tua milik Hasan yang selama ini di pinjamnya."Sudah nanti
"Aku... Aku tak merasa mengatakan sesuatu Mas," jawab Dinda tergagap."Yakin? Jangan samapi penialaian Mas Zain terhadapmu berubah ya!" ancam Zain.Dinda mengangguk pelan. Untung Eva datang dari belakang sambil membawa ember air dan kain pel. Dia heran mengapa suaminya duduk berhadapan dengan Dinda. Dia yakin pasti ada sesuatu yang tak beres."Ada apa ini? Masih sore lo masak iya sudah mau mengadakan acara rapat musyawarah mufakat?" ledek Eva."Bukan begitu Mi, ini lo Ibu di kamar nangis- nangis bercerita jika Dinda mengoloknya dengan kata- kata yang tak pantas lah pokoknya di sebutkan," jawab Zain.Eva melanjutkan kegiatannya mengepel lantai. Sedangkan Dinda hanya mampu duduk terdiam memandang ke lantai bawah."Halah sampean (kamu) itu kayak ndak hapal sama kelakuan Ibumu to Bi, bukannya apa- apa kalau seperti ini Abi yang salah! Dinda ini baru dalam keluarga sini, wajar kalau salah! Tapi Abi tak berhak langsung menghakiminya layaknya tersangka begitu, bagaimanapun Abi harus mengharg
"Iya Bu!" teriak Dinda kencang dan berlari.Dinda tergopoh- gopoh berlari meninggalkan cucian piring kotornya yang belum selesai di cuci. Dia seger berlari ke arah suara itu."Ada apa Bu?" tanya Dinda.Tak lama Mbak Eva juga keluar dari kamar dengan menggunakan jilbab yang asal- asalan terkejut dengan teriakan Ibu mertuanya."Kau itu benar- benar ya Din! Bodoh ndak ketulungan! Mengapa kau tak sesekali menggunakan otakmu agar bermanfaat!" teriak bu Nafis.Dinda masih plonga- plongo, dia tak mengetahui apa kesalahan yang telah dia perbuat. Dia memandang sekeliling ruang tamu masih rapi."Lolak lolok (tampang bodoh) kau masih tak mengerti apa salahmu?" bentak bu Nafis.Dinda menggelengkan kepalanya."Bodoh!" hardik bu Nafis."Astagfirulloh Bu! Mbok Njenengan nyebut (kamu istigfar), ada Fikri cucu Ibu lo, kok bahasanya seperti itu, tak baik! Bagaimana kalau Fikri menirukan ucapan Ibu?" tegur Eva.Fikri yang berdiri di depan Uti (panggilan untuk nenek singkatan dari Eyang Putri) hanya diam
"Eh... Oh! Hay!" kata Eva tergagap."Mbak Eva kenal dia?" tanya Dinda.Eva mengedipkan matanya perlahan memberikan kode pada Dinda."Ini Fikri ya Mbak?" tanya wanita itu."Eh, iya!" jawab Eva."Sudah besar ya! Hallo adek Fikri ingat sama Tante ndak? Dulu saat kau kecil Tante sering lo mengajakmu main, gendong kamu, duh gembulnya sekarang," wanita itu mengajak Fikri berinteraksi."No no! No no!" jerit Fikri."Maaf Nan, anaknya tak mau! Dia sedang rewel karena mengantuk jadi jangan di paksa" tegur Eva."Oh iya Mbak, mungkin dia sudah lupa kalik ya Mbak, karena kita tak bertemu lama, oh iya Ibu mana? Kemarin Ibu mengundangku untuk makan malam di sini, katanya syukuran kecil- kecilan sekalian karena beliau ulang tahun," ujar wanita itu."Oh beliau di dalam kamar sepertinya! Masuk dulu," perintah Mbak Eva.Dinda hanya diam berdiri mematung, keberadaannya sepertinya tak di anggap dan terlupakan. Wanita itu masuk ke dalam rumah tanpa peduli dengan Dinda."Mbak, siapa sih dia?" tanya Dinda me
"Mbak apa maksud Nanda?" tanya Dinda.Eva memandang wajah Dinda. Dia menganggap Dinda sudah sebagai adiknya sendiri walaupun sebenarnya mereka hanya saudara ipar. Bukan tanpa alasan Eva bersikap demikian, pernah tinggal selama hampir lima tahun dengan bu Nafis membuatnya sadar bahwa Dinda membutuhkan dukungan untuk kesehatan mental dan psikisnya sama seperti dia dulu."Dek, duduklah sini dulu," ajak Eva.Dinda duduk di dekat Eva."Kau percaya pada Mbak?" tanya Eva sambil memegang tangan Dinda.Dinda menganggukkan kepalanya."Baik, terimakasih ya Dek atas kepercayaan yang telah kamu berikan! Insyaallah Mbak akan menjaga dan tak menyia- nyiakan hal itu! Ingatlah perkataan Mbak ini sekarang sampai kau mati, mengerti?" tanya Eva."Ketika kamu berumah tangga, tutup telingamu, tutup matamu! Jangan pernah mau percaya apapun yang di katakan orang lain siapapun itu kecuali suamimu! Jangan pernah mencari tahu apa yang sebenarnya ingin kau ketahui karena itu akan membuat kita kecewa dan sakit ha
"Apa mungkin Ibu masuk konten Ifah dan ingin viral?" tanya Eva.Eva dan Dinda segera meletakkan peralatan perang dapur mereka. Adik dan kakak ipar itu berlari ke depan."Astagfirulloh!" teriak Eva dan Dinda bersamaan."Mbak, apa ini tak akan mengakibatkan kesalahan fatal ke depannya?" tanya Dinda."Din, bukankah lebih baik kita ke dapur dan berpura- pura tak tahu saja?" sambung Eva.Mereka berdua terhipnotis dengan apa yang di lihat di depan mata kepala mereka sendiri. Ifah anak paling bontot dengan status pelajar sekaligus selebgram Madiun kesayangan bu Nafis, sekarang sedang membuat konten bersama teman- temannya. Dia menjadikan ajang birthday party ala- ala untuk sang Ibu."Hay Guys yang sejak kemarin tanya mana sih Ibunya? Ini dia Ibuk kulo (saya), hari ini beliau ulang tahu ke lima dua tahun! Yeay! Untuk memperingatinya mari kita menyakikan lagu selamat ulang tahun bersama," ajak Ifah.Happy birthday Ibu,Happy birthday Ibu,Happy birthday dear Ibu,Happy birthday Ibu,"Yeayyyy!
Dinda dan Eva melihat bu Nafis dan Ifah sedang bernyanyi lagu Inda, bukan itu yang menjadi masalah sebenarnya tetapi dandanan mereka yang sangat menor di tambah background Nanda yang berjoget ala- ala juga. Mereka melakukan live sosial media dari HP Ifah sepertinya."Bu! Hentikan!" teriak Eva.Namun ketiga orang itu tak menggubrisnya. Eva dengan geram langsung menyahut HP Ifah yang ada di tripod depan mereka. Mematikan siaran langsung yang sedang mereka buat."Heh Eva rada gila kau ya?" tanya bu Nafis."Mengapa kau matikan?" hardiknya lagi."Astagfirulloh Bu, istigfar! Eling dan nyebut, Ibu sedang melakukan apa?" tegur Eva."Apa salahnya? Aku hanya bernyanyi! Tak ada yang salah, lagian jika ada yang menyawer Ibu nanti dapet duit! Memangnya kalian menantu- menantu miskin bisa kasih Ibu duit," sindir bu Nafis."Bu, benar Ibu membutuhkan uang, kita manusia hidup juga pasti butuh uang tapi ndak gini caranya! Njenengann (kamu) sama saja mempermalukan diri sendiri bu," ujar Dinda."Heh mena
"Biar ibu mengaca Mbak, barangkali kaca di kamarnya kurang besar! Biar dia tahu kelakuannya seperti ini sangan memalukan!" ujar Hasan.Eva cekikan melihat tingkah Hasan. Dia segera menggantikan baju FIkri di dalam kamar."Bu, maksud panjenengan (kamu) itu apa?" tanya Zain.bu Nafis terdiam tak menjawab."Nih! Lihat bu, kaca besar ini mulai sekarang taruh di kamar Ibu!" ujar Hasan."Sekarang lihatlah penampilan Ibu! Bercerminlah!" perintah Hasan.Bu Nafis mendongakkan kepalanya berkaca pada cermin yang di bawakan Hasan. Menurunya tak ada yang salah dengan penampilannya. Kebetulan sekali tadi Nanda datang, jadi dia meminta tolong Nanda mendadaninya."Tak ada yang salah," gumam bu Nafis."Astagfirulloh Bu!" pekik Hasan setengah frustasi sambil mengusap kasar wajahnya."Lihat ini! Bayangan di cermin ini? Apa pantas istri dari seorang kyai pemimpin yayasan seperti ini? Boleh bu berdandan asal jangan berlebihan," ucap Hasan."Ibu tahu kan bagaimana hukum memakai bulu mata sambungan? Hukum me