Yang paling Mexsi sukai dari foto itu sebuah kumis hitam tebal menempel sempurna di bawah lubang hidungnya. Memakai kacamata bulat, dan tahi lalat besar di bawah mata sebagai pelengkap.
Terkadang Mexsi memuji dirinya sendiri, hanya dengan satu spidol hitam ia menciptakan sebuah karya. Hasil dari tangannya sendiri yang luar biasa, dari mana ia mendapatkan foto itu?
Entahlah...
Jika Mexsi marah atau kesal. Foto itulah yang akan menjadi korbannya, mengingat kejadian masa lalunya saat pertama kali mengenal Toa membuatnya kembali mematung.
"Gue gak percaya, dia bilang apa barusan," kata Mexsi ngedumel sendiri. Menggeleng-gelengkan kepalanya lagi dan lagi, masih tetap tidak percaya.
Gadis itu dengan tulus mengucapkan terima kasih? Daripada pusing akhirnya ia memutuskan merebahkan tubuhnya di atas kasur, tanpa memikirkan bunga yang baru ia beli berhamburan di pinggir jalan. Menghilangkan niatnya mandi kembang tujuh rupa yang beterbangan tertiup angin pelan.
***
Kayla duduk di bangku meja belajarnya, mulai membuka lembar demi lembar buku fisika. Saat membuka pada lembar berikutnya ia teringat pada suatu kejadian. Menempelkan siku lengannya di atas meja, tak sadar telapak tangannya menompa pipi kanannya mulai membayangkan malam yang dingin. Saat terjatuh bunga berwarna-warni berhamburan ke udara, jatuh ke bawah tertiup angin pelan, menimpa kepalanya dan Mexsi saat itu sedang membantunya hampir berdiri.
Tiba-tiba dijatuhkan begitu saja, tangannya turun langsung menggebrak meja, senyuman pada wajahnya kini telah hilang.
"Kesel banget gue, tapi... " ia mengernyit memegang bukunya sampai lecek, saat menyadarinya terkejut, "hampir aja robek, kenapa sih kepikiran itu orang yang nilai gue buruk, jadi gini kan." sesuatu mulai mengganggu pikirannya, telepon bergetar membunyikan suara lonceng.
Diraih ponsel itu dari dalam saku kantung celananya, di liriknya ke arah layar ponsel.
1 pesan W******p.
From : 08953368xxx
Kayla?
Kening Kayla berkerut heran saat dilihatnya ada sebuah chat wa masuk dari nomor tak dikenal.
To : 08952435xxx
Ya, ini siapa?
Send. Send...
Lima detik kemudian mendapatkan balasan chat.
Ini Will, apa kabar?
Will!
Bola matanya nyaris keluar saat membaca chat itu, bagaimana tidak. Sahabat kecilnya yang sudah lama pergi dari Indonesia dan selama bertahun-tahun berada di Australia tanpa ada kabar sekalipun, tiba-tiba dia mengirim sebuah chat. Kayla secepatnya membalas sambil senyum-senyum sendiri.
Alhamdulillah baik, lo ke mana aja. Baru ngabarin gue? Kapan balik?
Lima detik kemudian ponselnya berbunyi suara lonceng.
Syukurlah, nyokap sama bokap nahan hp gue, kata mereka supaya pelajaran gue gak terganggu. Jadi sorry baru bisa ngabarin lo, insya allah secepatnya.
Membaca balasan dari sahabat kecil yang sangat ia rindukan, tak terasa satu jam berlalu begitu cepat. Ngantuk berat, akhirnya tertidur di atas meja belajar. Ibunya mengetuk pintu namun Kayla tidak dengar, setiap hari Ibunya pulang larut malam. Bahkan hampir setiap hari tak pernah bertemu Ibunya. Meski mereka tinggal satu atap, tapi bagaikan terpisah.
Ibunya mencoba membangunkannya menepuk-nepuk punggungnya pelan, agar pindah ke tempat tidur.
"Mama udah pulang, jam berapa?" ucap Kayla dalam keadaan matanya masih tertutup rapat.
"Baru saja datang, sekarang pindah jangan tidur di atas meja. Besok Mama temenin kamu check up, Mama udah minta izin ke wali kelas kamu."
"Check up lagi?" kedua bola mata Kayla membulat, "Kayla udah bilang beberapa kali, Kayla gak sakit, Mah?"
Membantu Kayla berdiri pindah ke tempat tidurnya. "Udah ngomongnya besok aja, kamu keliatan ngantuk berat."
Setiap kali harus check up, jika Kayla bertanya Ibunya hanya menjawab 'Berjaga-jaga aja, jika sakit langsung diobati', berbaring di atas kasur, Ibunya menarik selimut dan menutupi seluruh tubuh putrinya.
Setiap kali melihat Kayla tertidur pulas, ia takut suatu hari nanti putrinya tidak dapat terbangun kembali. Mengecup keningnya, lalu keluar dari kamarnya, tes setetes air mata jatuh dari kedua pipi Ibu Kayla. Berjalan masuk ke dalam kamarnya yang bersebelahan dengan kamar putrinya.
Tentu saja sedih jika harus melihat putrinya saat dia pulang sedang tertidur tanpa bicara banyak, tidak ada waktu untuk bersama putrinya bahkan melihat Kayla tersenyum hanya dari fotonya saja. Karena terlalu sibuk ia bekerja sangat keras, demi kebahagiaan putrinya kelak.
Terbangun lebih awal. Lebih pagi dari sebelumnya, tapi Kayla teringat perkataan ibunya hari ini. Ia ada jadwal pemeriksaan kesehatan. Menepuk jidatnya sendiri, lebih baik kembali tidur. Jika bukan karena ibunya, ia pasti sudah tidur sampai siang.
Kayla sudah rapi memakai baju Dres berwarna putih. Mendekati Ibunya yang sedang menyiapkan sarapan, menatapnya dan memeluk Ibunya.
"Good morning, Mom." seculas senyuman tampak terlihat dari mulutnya.
Memegang tangan Kayla yang melekat pada tubuhnya. "Sejak kapan jadi semanja ini, perasaan jarang kaya gini," kata Ibunya memandang putrinya keheranan.
"Mulai sekarang setiap pagi kalau kita bertemu, aku akan memeluk Mama seperti ini." Kayla memeluk Ibunya semakin erat sambil menutup mata.
Ibunya berusaha kuat dan tegar, membalas pelukan putrinya. "Mama adalah seorang Mama yang paling beruntung, memiliki putri sebaik dirimu."
"Aku lebih beruntung, karena menjadi putri Mama yang sangat menyayangiku, tidak seperti ayah yang membuangku begitu saja." wajahnya berubah cemberut menahan kesal.
Mendengar perkataan putrinya membuat ia merasa sedih. Selama ini tanpa ada kata suaminya pergi saja, meninggalkan mereka berdua. Entah di mana saat ini dia berada, yang jelas ia harus bisa melupakan masa lalu.
Ia harus tetap kuat, tetap tegar. Demi putri yang sangat ia sayangi, sangat berharga dalam hidupnya. Tetap saja, yang namanya kenyataan tak dapat mengubah takdir seseorang.
Hanya bisa saling menguatkan satu sama lain. Semoga saja Kayla tak terlalu memikirkan hal itu.
"Sudahlah, jangan dipikirkan ayo sarapan dulu," jawab Ibunya menyuruhnya makan. Agar tak terlalu memikirkan hal yang bersangkutan dengan suaminya.
"Baiklah Mah, lagi pula aku harus semangat. Kelak akan aku buktikan padanya, bahwa aku adalah anaknya yang sukses." ia mengangkat tangannya sambil menggenggam sendok makan.
Ibunya hanya bisa tersenyum menatapnya.
"Ini baru putri Mmam," kata Ibunya melebarkan senyumnya.
Tapi senyuman Ibunya terlihat tampak terpaksa.
"Aku ke kamar mandi sebentar," ucap Kayla berlari ke dalam kamar mandi.
"Jangan lama-lama, kita harus bergegas."
"Baiklah, tunggu hanya sebentar saja kok." mengatakannya dengan cepat.
Di dalam kamar. Kayla berdiri membelakangi pintu kamarnya. Kakinya begitu lemas, ia terduduk. Memegangi dadanya lalu bicara pelan.
"Senyuman palsu, semua yang Mama katakan palsu. Aku tahu Mama gak bahagia, tapi aku juga gak bisa melakukan apapun. Sungguh, aku ingin bertanya. Dari dulu aku ingin bertanya. Sebenarnya ayah meninggalkan kita karena apa?" ia meneteskan air matanya.
Sampai di rumah sakit Kayla dan ibunya memasuki ruang pemeriksaan, putrinya di bius tanpa sepengetahuan Kayla. Memeriksa dan melakukan pengobatan dalam beberapa jam saat semuanya sudah selesai. Ibunya bicara berdua dengan dokter yang baru saja melakukan pengobatan pada putrinya, keluar dari ruangan dokter dengan wajah sedih. Putrinya sadar memanggil ibunya. "Mama," ucap Kayla suaranya terdengar lemas dan serak. "Sayang kamu udah bangun." tanya ibunya dari kejauhan berlari kecil ke arahnya. Memegang tangan kanan Kayla. "Kapan kita pulang, aku gak betah lama-lama di rumah sakit Mah." ia ingin turun dari ranjang. "Sekarang sudah boleh pulang, ayo sini Mama bantu." ibunya memegang tangan Kayla perlahan mereka pergi keluar dari depan pintu rumah sakit.
Semua siswa IPA mau pun IPS berkumpul di tengah lapangan, terdengar suara gemuruh bisikan dari berbagai sudut. Bertanya-tanya ke teman-temannya, mengapa mereka di kumpulkan? Tidak lama kemudian pak Selamet mengumumkan menggunakan toa. "Siswa XI IPA yang bernama Tino suka isengin temannya. Kali ini benar-benar keterlaluan, coba lihat ke atas atap lantai tiga di belakang kalian." pak Selamet menunjuk dengan telunjuk jari. Semua siswa dengan kompak menengok mengikuti telunjuk jari tangan pak Selamet. "Dia akan di hukum mengambil sepatu teman-temannya yang sengaja di lempar ke atas genteng, ini adalah contoh anak bader jangan kalian tiru. Tugas kalian, awasi dia sebagai pembelajaran bagi siswa yang suka mengerjai temannya." pak Selamet pergi ke ruang guru. Tidak lama kemudian.
Teeet, teeet, teeet. Suara bel istirahat baru saja terdengar Tina bergegas membereskan buku dan pulpennya, seperti biasa mengajak teman sebangkunya ke kantin. Tapi Kayla menolak ajakannya kali ini. Kapok mendengar suara Kawal, Kiwil, Kawul. Tina memakluminya ia mengajak Ino, dan tidak akan pernah lupa pada Padil sang pangeran pujaannya. Kayla memilih mengelilingi sekolah sendirian, saat menuju kelas ujung paling pojok. Tak sengaja melihat pemandangan yang jarang terjadi, ketiga lelaki yang suka nanyi-nyanyi tidak jelas berada di depan matanya sekarang, mereka mengganggu salah satu siswa. Menarik kerah siswa itu didorong hingga tersungkur di atas tanah, Kawal mengepalkan tangan kanannya menonjok wajah lelaki yang terlihat pasrah. Kayla terkejut tanpa sadar kakinya berlari ke depan lelaki yang sedang di kroyok habis-habisan sama mereka, melentangkan kedua tangannya sembari menutup mata.
Mexsi menyadari dari tadi mereka tatapan cukup lama. "Biasa aja kali liatnya, entar suka lagi... bisa jadi ribet masalahnya.""Idih!" Kayla bergidik merinding membelakanginya. "Sorry-Sorry aja deh, jangan ke GR-an." melipat kedua tangannya.Lelaki itu menatapnya."Gue gak mungkin suka sama lo, orang yang gak bisa menilai seseorang baik atau buruk." melanjutkan perkataannya."Apa!" meringis kesakitan saat mencoba berteriak. "Harusnya kata-kata itu buat lo, bukan buat gue."Merasa kesal Kayla pergi dari hadapannya."Sialan! Dia pergi gitu aja. Tapi... sifatnya udah mulai berubah, Toa kayanya bener-bener kepentok becak terus hilang ingatan." tertawa sendiri, lalu memegang bagian kiri bibirnya menahan sakit.***Satu masalah lagi dalam beberapa hari Kayla masuk sekolah, Tino memasang ember kecil di atas pintu kelas
"Tunggu!" ucap Mexsi mengejar tak sengaja memegang lengannya. Mendadak jantung Kayla berdegup dahsyat, langkahnya terhenti. Ia menatap Mexsi dengan berani, berharap dia tak mendengar detak jantungnya yang hampir copot. "Gue... g-gue," jawabnya terdengar sulit mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya, menarik napas berat menghembuskan dengan keras. Kayla menatapnya. "Gue gak tahu caranya bersihin toilet." melepaskan tangan Kayla. "Apa?! Hahaa... " ia tertawa geli, memegang perutnya lalu tak sengaja menepuk-nepuk bahu Mexsi sampai terdorong lemah. "Pantesan dari tadi diam aja, cemberut aja, ternyata lo." Mexsi mengangkat wajahnya dengan sedikit suram. "Lo gak tahu caranya bersih-bersih... hahaha." tertawanya kembali terdengar. Membuat Mexsi melempar kain pel dan sikat, ia akan segera pergi saat melangkah kesamping gadis itu.
Sarah mendatangi kantin ibu Ino pada saat jam pulang sekolah, pada hal sudah mau tutup tapi Sarah dengan sangat tidak sopan menaikan kedua kakinya ke atas meja. Kawal, Kiwil dan Kawul menemaninya.Ino dan ibunya yang sedang bebenah, saling pandang.Ibunya mengerjapkan mata, Ino mengangguk tidak jadi tutup, mereka menuruti kemauan Sarah dengan sopan. Memesan bakso, tak lama kemudian putri kepala sekolah itu berteriak. Ino dan ibunya panik, secepatnya memastikan keadaan putri kepala sekolah."Aaaa!" teriaknya."Ada apa Non?" tanya ibu Ino."Lo gak punya mata!" bentaknya pada ibu Ino. "Coba liat, di dalam bakso gue ada kecoanya." Sarah menunjuk ke arah mangkuk yang ada di depannya.Kawul memotretnya dan memposting di instagram."Pokoknya gue gak mau tahu, kalian harus keluar dari kantin ini, gue gak mau tahu. Besok harus gak ada muka k
Kayla berdiri memegang bahu atap lantai tiga, menangis tidak memedulikan luka di tangannya. Darah terus mengalir dari telapak tangannya. Mexsi melihatnya di sana. Ia mendekat, kakinya kaku, apa yang sebenarnya ia lakukan? Apa pedulinya pada gadis itu, akhir-akhir ini ia begitu peduli terhadapnya. Peraturan di dalam dokumen kebencian yang telah Mexsi buat, kini satu demi satu dilanggarnya sendiri, mulutnya berkata untuk apa memedulikan Toa, bukannya bagus! Jika dia menderita? Namun, hatinya berkata sebaliknya. Saat teringat permintaan Toa yang meminta agar memaafkan dirinya, dan menjadi teman bukan musuh. Perlahan langkah kakinya yang panjang, mendekat memegang tangan gadis itu secara tiba-tiba. Seketika membuat Kayla menengok ke sebelah kanan, matanya membulat, mulutnya terbuka lebar, jantungnya seketika berhenti dalam sedetik m
Pukul 20.00 WIB.Seseorang memakai tudung jaket berwarna biru gelap, menutup wajah menerobos masuk ke dalam sekolah. Mexsi berada di sana menyempatkan diri membaca di ruang perpustakaan. Salah satu hobinya membaca tanpa ada orang lain yang mengganggu di sekelilingnya, apalagi para gadis yang mengejarnya. Anggap saja angin puting beliung yang lagi lewat.Seseorang yang bertudung itu melewati perpustakaan menuju ruang guru, Mexsi melihat ada orang yang terlihat mencurigakan. Mengikuti dari belakang secara perlahan-lahan, orang yang bertudung itu mendekati meja salah satu guru yang mengajar di sekolah.Membungkuk, perlahan membuka laci mengambil ponsel yang ada di dalam sana. Saat orang itu berdiri lampu tiba-tiba menyala, matanya membulat, wajahnya berubah ambigu tidak berani menengok ke belakang. Terpaku diam sembari memegang ponsel, keringat mulai menetes turun dari dahinya.Mexsi mendekat ke arahnya, meme