Share

Laki-Laki Dingin

Saat Greta mendongak untuk mencari tissue, ia menjadi terkejut seketika karena mendapati Ryan berdiri diam di dekat tempat tidurnya. "Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah seharusnya kau sudah pergi?" gerutu Greta, menyembunyikan wajahnya yang sembab di balik selimut, ia merasa sangat malu. Bagaimana mungkin wanita dewasa sepertinya menangis hanya karena hal sepele seperti itu.

"Cobalah berbaring miring, aku akan membantumu," kata Ryan dengan suara yang lebih lembut, ia menjadi sedikit iba setelah mendengar Greta menangis tersedu-sedu. Tadinya ia ingin mengabaikan tangisan itu, tapi karena tangisan Greta yang semakin keras, naluri melindunginya tergelitik.

Greta tidak menolak, ia membiarkan Ryan membantunya agar ia bisa berbaring miring. Setelah memastikan Greta berbaring dengan nyaman, Ryan duduk di tepi tempat tidur, lalu mengambil piring pasta dan mulai menyuapi Greta tanpa suara. Matanya terus menunduk menatap piring, ia bahkan enggan menatap mata sembab wanita yang baru dikenalnya itu.

Greta yang sangat lapar tidak bisa menahan diri untuk tidak makan dengan cepat, ia agak terkejut karena pasta buatan Ryan ternyata sangat enak, tidak heran restorannya mendapatkan Michelin Star. Suasana saat itu benar-benar aneh, mereka hanya duduk diam tanpa berbicara dan hal itu menggelitik rasa penasaran Greta.

"Apakah kau selalu seperti ini kepada semua orang?" tanya Greta setelah dengan susah payah menelan suapan besar pasta di mulutnya.

"Apa maksudmu?" Ryan balik bertanya tanpa menatap mata Greta.

"Maksudku, kau bersikap kasar dan pendiam serta menjaga jarak dengan semua orang, memangnya apa salahnya sedikit bersikap ramah?" kata Greta hati-hati. Ryan menyodorkan segelas air kepadanya, "Terserah kau mau menilaiku seperti apa, tapi asal kau tau sikapku berbeda terhadap setiap orang yang ku temui," ucapnya datar.

Greta merasa cukup defensif, ''Dan penilaian bias mu itu tergantung pada apa?'' tanyanya dengan kesal. Jadi laki-laki itu bersikap kasar padanya karena dia benar-benar menyebalkan atau apa?

"Kau tidak bisa mendapatkan semua jawaban yang kau mau nona muda, aku pergi!" kata Ryan sambil berjalan cepat keluar dari kamar Greta.

Greta mendengus, bagaimana mungkin seorang pria begitu kasar pada orang yang begitu baik seperti dia? Dia meletakkan kembali gelasnya di atas nakas. Awalnya, dia ingin menelepon ibunya, tetapi ibunya mungkin akan bereaksi berlebihan, akhirnya ia memilih untuk meminum pil anti-nyerinya, dan tidak lama kemudian dia tertidur dengan pulas.

****

Greta terbangun karena sinar matahari yang masuk melalui celah tirai kamarnya. Dia mengerutkan kening saat melihat jam digital di nakas dan terkejut melihat angka yang menunjukkan pukul 7.30 pagi.

Bagaimana mungkin dia bisa tidur selama hampir empat belas jam tanpa terbangun? Kemudian dia teringat obat yang dia minum tadi malam, pasti obat penghilang rasa sakit itu yang membuatnya tidur selama itu.

Meringis kesakitan Greta menyeret kakinya ke kamar mandi. Setelah membersihkan wajahnya dan menyikat gigi, ia bergegas keluar tepat ketika dia mendengar bel pintu berbunyi nyaring. 'Siapa yang datang sepagi ini?' gumamnya sambil menyeret kakinya dengan susah payah. Sesekali ia meringis saat menahan rasa sakit yang tiba-tiba terasa menusuk tulang ekornya.

Ketika ia membuka pintu, ia menjadi sangat terkejut saat mendapati Ryan berdiri di depannya dengan penampilan yang sama sekali berbeda. Ia terlihat seperti baru saja selesai berlari pagi dengan celana training panjang dan jaket hitam yang ia kenakan.  "Sarapan untukmu, jika kau bisa membuka pintu, itu artinya kau bisa makan sendiri, kan?" Kata Ryan dengan wajah datar seperti biasa.

Greta mendengus, "Bahkan jika aku tidak bisa makan sendiri, aku tidak akan meminta bantuanmu lagi!" katanya, tidak ingin kehilangan harga dirinya.

Ryan hanya mengangkat alisnya sedikit lalu berbalik dan berjalan pergi.

"Really?!" desis Greta dengan suara teredam. Dia mengerutkan bibirnya dengan kesal lalu kembali ke apartemen dan menutup pintu dengan rapat. Bagaimana mungkin seseorang bisa semenyebalkan itu!

Greta dengan cepat membuka kantong kertas yang diberikan oleh Ryan kepadanya. Aroma lezat Chinese Porridge menyambutnya. Bagaimana Ryan tahu kalau ia suka makan Chinese porridge? Atau itu hanya sebuah kebetulan?

Sambil berdiri karena tidak kuat menahan rasa sakit saat duduk. Greta menyuap bubur yang masih hangat dengan mulut penuh. Rasa hangat dari bubur itu mengalir ke tenggorokan, ke dada, dan perutnya, membuat suasana hatinya membaik seketika.

Setahun sudah berlalu sejak Greta mengambil sekolah pendek di Le Cordon Bleu Australia. Walaupun ia adalah lulusan S2 Harvard dan sudah pernah bekerja secara profesional sebagai CEO di perusahaan orang tuanya sama sekali tidak menghentikan dirinya untuk mencoba sesuatu yang baru, terlebih setelah mantan tunangannya menyakitinya dengan sangat kejam. Bulan depan ia harus magang di restoran manapun sebelum ia bisa mendapatkan sertifikat dan menjalankan restorannya sendiri.

Ia sudah bisa memasak dengan sangat baik, bahkan beberapa temannya mengatakan bahwa ia terlalu berhati-hati saat memasak karena ingin semuanya sempurna. Itu bisa berarti hal yang baik, tetapi bisa juga berarti sebaliknya. Seorang dosen bahkan mengatakan bahwa jika ia magang di sebuah restoran, ia mungkin akan terus dimarahi karena terlalu lamban. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa masakan yang ia buat selalu terlihat berkelas dan terasa lezat seolah-olah ia sudah memiliki bakat itu sejak ia lahir.

Saat ia makan suapan terakhir dari buburnya, tiba-tiba ponselnya berdering. Dari Amy.

"Greta? Bagaimana keadaanmu?" tanyanya.

"Yah, masih agak sakit, sepertinya aku tidak akan bisa pergi ke mana pun sampai minggu depan," jawab Greta dengan murung.

"Apakah rumor yang beredar itu benar? Tentang Chef Ryan yang menjatuhkanmu ke lantai?" tanya Amy ingin tahu karena Greta belum menceritakan apa pun padanya.

Wajah Greta memerah, tapi ia tidak bisa mengelak karena begitu banyak orang yang melihat apa yang terjadi saat itu. "Ya begitulah," jawabnya masih merasa sangat kesal.

"Dia benar-benar kejam! Ngomong-ngomong, apakah kau sudah menemukan restoran untuk magangmu nanti?" tanya Amy.

Greta menepuk keningnya, astaga! Bagaimana mungkin ia melupakan hal itu!

"Ya Tuhan, aku lupa! Aku belum mendaftar ke restoran mana pun, kau tahu betapa sulitnya mencari pekerjaan saat berusia dua puluh delapan tahun," gerutunya.

"Aku sudah mendaftar di sebuah restoran, kau mau ikut denganku? Mereka masih butuh satu orang lagi," kata Amy hati-hati. Dia tahu Greta akan terkejut jika dia mengatakan yang sebenarnya tentang restoran itu.

Mata Greta menyala,

"Ya tentu saja! Apa nama restorannya?" tanya Greta tidak sabar.

Amy berdehem sebelum menjawab, "Um, kalau aku tidak salah nama restorannya adalah The Food Theory."

Greta mengernyit, ia merasa seperti pernah mendengar tentang restoran itu sebelumnya, tapi di mana?

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status