Sepasang mata penuh amarah menyorot tajam terus memperhatikan kejadian yang ada di depannya. Tangannya terkepal kuat dengan gigi yang menggerutu mempertegas guratan kemarahan di wajahnya.
"Hormat kepada Yang Mulia Permaisuri, kesejahteraan selalu melingkupi."Kedua prajurit yang sedari tadi berdiam di depan pintu berlutut menghormat begitu menyadari sosok agung hadir diambang pintu.Sang permaisuri tak mengidahkan hal tersebut. Ia berlari menerobos peraduan sang pangeran. Dengan secepat kilat ia menahan tangan seorang wanita yang sudah terangkat tinggi.“BELUM PUASKAH KAU MENYAKITI DARAH DAGINGMU SENDIRI, SELIR AGUNG JIREA?!” seru Audreya dengan suara menggeram. Sorot matanya tak lepas menatap sang selir yang juga menatapnya terkejut."Pengawal, pergilah tinggalkan kami disini," perintah Jirea kepada kedua pengawalnya yang masih setia berjaga di depan pintu.Tak butuh waktu lama kedua prajurit itu pergi menuruti perintah sang selir agung."Setelah apa yang kau lakukan dengan darah dagingmu, kau masih memiliki hati untuk mengunjunginya, Selir Agung Jirea?" lanjut Audreya dengan amarah yang sudah menggebu-gebu hingga tanpa sadar ia semakin mencengkeram kuat pergelangan tangan sang selir.Jirea merintih kesakitan sembari berusaha melepaskan tangannya. Meskipun harus bersusah payah akhirnya dapat terlepas. Ia membuang muka sejenak kemudian menatap sang permaisuri dengan wajah memerah. "Aku tak mengerti maksud anda, Yang Mulia Permaisuri."Audreya berjalan mendekat menyusup di tengah-tengah posisi Jirea dan Adrian."Tak usah berlagak bodoh! Bukankah kau tahu betul kabar burung apa yang kini sedang ramai di perbincangkan?" gertak Audreya dengan aura mengintimidasi. Ia sudah tak mampu menyembunyikan amarahnya lagi.Jirea tak terpengaruh dengan aura mengintimidasi dari Audreya, ia justru terkekeh pelan. "Tak kusangka sosok terpandang sepertimu juga gemar bergosip, Yang Mulia."Tatapan Audreya semakin tak ramah. Sedangkan lawan bicara masih saja menyeletuk sebuah gurauan tak penting."Oh maaf aku hanya bercanda, Yang Mulia, semoga engkau tidak tersinggung dengan mulut sampahku ini," lanjut Jirea seolah olah terkejut dan menyesali ucapannya."Itu benar ulahmu kan?" tanya Audreya kembali mengintimidasi.Mendengar pertanyaan itu Adrian hanya mengernyitkan kening terheran.Sedangkan raut wajah Jirea yang semula masih memancarkan keramahan berubah 180°. Matanya memicing menatap Audreya jengah."Kedudukan saya di istana ini hanyalah seorang selir sedangkan anda adalah ratu kekaisaran, bukankah seharusnya anda lebih paham mengenai tata krama kerajaan, Yang Mulia? Dan maaf jika saya lancang, bukankah menuduh tanpa bukti termasuk tindakan penghasutan dan hal itu menyalahi tata krama?" jawab Jirea dengan memaparkan fakta yang tak bisa terbantahkan.Memang benar tindakan gegabah yang Audreya pada Jirea sama saja seperti melakukan tindakan bunuh diri. Sosok Jirea yang lihai dalam bersilat lidah akan dengan mudah membantah tuduhan tanpa bukti.Audrea bergeming mendengar bantahan yang Jirea ucapkan. Ia tak menampik jika tindakannya yang mengedepankan amarah adalah tindakan bodoh."Yang Mulia, apakah anda baik-baik saja?" tanya Jirea kembali menyadarkan Audeya yang masih terdiam tanpa kata.Audreya mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia lantas berdeham dengan raut wajah menahan kekesalan."Ahh mungkin iya sepertinya itu hanya sebuah gosip sampah dari orang dengan kasta yang lebih rendah daripada sampah, benarkan selir agung?" tanggap Audreya dengan senyum terkesan mengejek seolah permaisuri ingin menegaskan posisi jirea yang sebenarnya."Ya sudah kalau begitu beristirahatlah, Adrian, pastikan kau tumbuh dengan sehat agar bisa menjadi seorang ksatria yang menjunjung tinggi keadilan dan kebijaksanaan," ungkap Audreya mengusap pundak Adrian dengan sayang."Kalau begitu aku pergi sekarang. Maaf telah mengganggumu dengan tuduhan sampah. Semoga saja penghasut sampah itu akan mendapatkan balasan yang setimpal akibat menyebarkan gosip sampah keluarga kerajaan. Iya kan, Selir Agung?" ucap Audreya kini beralih menatap Jirea yang masih menatap dengan congkak.Nampak tercetak raut kepuasan di wajah Audreya begitu melihat wajah Jirea berubah pias. Ia bahkan tak mampu menjawab apa yang Audreya ucapkan kepadanya."Sial," umpat Jirea dengan suara pelan. Wajahnya nampak begitu kesal melihat kepergian Audreya yang sepertinya dengan sengaja berusaha mengoyak harga dirinya di depan sang putra.Adrian yang masih berada dihadapan sang ibunda hanya mengangkat alisnya heran. Ia nampaknya masih tidak bisa membaca arah pembicaraan kedua wanita itu.Kini atensi Jirea sepenuhnya menyorot kepada Adrian. "Jika kau berulah lagi aku tak akan segan meminta kaisar mengusirmu dari sini. Camkan itu!"Usai mengelurkan sumpah serapah, Jirea pergi begitu saja meninggalkan sang anak seorang diri."Kita lihat saja sebilah besi tak akan mampu menggantikan sebongkah emas."***"Tunggu! Diam di sana, Audreya."Sebuah suara menginstrupsi langkah kaki wanita bersurai karamel.Tak perlu waktu lama Audreya segera mengetahui siapa sosok yang mengintrupsinya.Dan benar saja begitu Audreya berbalik, sosok Jirealah yang muncul dari kegelapan."Dengarkanlah, ada sedikit pesan yang ingin kusampaikan," seru Jirea ketika berhadapan dengan sang permaisuri."Hemmm apa sekarang kau akan mengakuinya, Jirea?"Pertanyaan Audreya membuat Jirea terdiam sejenak."Kau pasti tahu untuk mempertahankan pohon yang sehat, kita perlu memotong bagian yang busuk kan?"Audreya menatap penuh tanda tanya sembari menyilangkan kedua tangannya bersedekap dada menanti perkataan sang selir selanjutnya."Begitupun keadaan kekaisaran sekarang. Aku perlu menyingkirkan bagian yang busuk sebelum bagian yang lain ikut hancur," lanjut Jirea tersenyum miring.Audreya yang menjadi lawan bicara sedari tadi hanya terdiam tanpa ekspresi."Memang benar, tapi apakah kau lupa daun busuk tak sepantasnya membuang batang yang sedang tumbuh?""Apa kau yakin setelah apa yang kau lakukan akan bisa membuatnya tumbuh sehat? Atau justru akan ... mati konyol?" tanggap sang permaisuri mempertanyakan lagi tindakan Jirea yang membuatnya terlihat lebih bijaksana.Sang selir nampak terkesiap, ia lantas buru-buru mengubah mimik wajah santai. "Ya, pilihanku tak akan pernah salah. Lagi pula punya hak apa kau menilai pilihan yang aku pilih?" sungut Jirea tak mau kalah. Bahkan ia kini dengan kurang ajarnya memandang remeh sang permaisuri."Entahlah. Yang lebih mengherankan, mengapa engkau harus memiliki hak untuk membuat pilihan?"Sindiran sang permaisuri sukses membuat sang selir naik pitam. Giginya mulai bergemertuk menahan kekesalan."Orang bodoh cenderung akan mencari-cari alasan untuk mendukung pernyataannya. Ia akan mencari sebanyak mungkin pembenaran atas ucapannya, padahal sebuah pembenaran sampai kapanpun tak akan bisa memvalidasi sebuah kesalahan.""Kau?!" ucap Jirea menggeram marah.Ia secepat kilat menatap nyalang Audreya hanya dalam jarak 5 cm. Bahkan deru napas sang selir terdengar keras dipendengaran Audreya."Dengar, jangan merasa paling benar dan merasa sudah menang hanya karena kini kau sudah menjadi seorang ratu. Ingatlah itu hanyalah formalitas!! Bagaimanapun juga kaisar tak akan pernah menganggapmu sebagai permaisurinya, camkan itu!" teriak Jirea dengan amarah menguasai dirinya.Audreya tak merasa takut dengan acaman intimidasi yang Jirea lontarkan. Ia justru nampak terkekeh pelan melihat Jirea yang berteriak kesetanan."Maaf jika membuatmu kecewa, Jirea, nampaknya ekspektasimu akan cinta sang Kaisar harus kandas karena dia sendiri sudah terperangkap dalam pesonaku.""OMONG KOSONG?!" teriak Jirea masih denial dengan perasaannya.Kisah cintanya dan Vernon masih bersemi hangat di hatinya, tentu saja ia tak terima dengan ucapan Audreya yang sangat berbanding terbalik."Kau ini memang tak tahu atau pura-pura bodoh? Bukankah kau sendiri juga menyadarinya, Jirea? Oke jika kau belum sadar juga, coba kau ingat-ingat kembali kapan terakhir kali Kaisar Vernon mengunjungi peraduanmu?" timpal Audreya dengan senyuman remeh yang semakin memancing kemarahan Jirea."Bukankah sudah terlalu lama hingga kau tidak mengingatnya?""KAU?! KURANG AJAR!!"Amarah Jirea meluap, aura kegelapan menguasai kesadarannya. Ia sungguh telah dibutakan oleh cinta sang kaisar. Sebenarnya ia menyadari adanya jarak yang semakin merenggang dalam hubungannya dengan sang kaisar, namun hatinya masih menolak untuk percaya. Nalurinya sebagai sosok yang berharga bagi sang kaisar membuatnya memaksa buta akan semua yang telah terjadi.Kini tangan kirinya diam-diam mengambil benda yang terselip pada gaunnya. Benda panjang, tajam nan berkilau itu dengan amarah tak terbendung tanpa ragu segera ia ayunkan ke arah samping tubuh Audreya."Arghhh..."Ringisan kesakitan seketika menggema di kegelapan lorong. Tak lama kemudian terlihat seseorang jatuh tersungkur."APA-APAAN INI?!"Kembali sebuah teriakan kemarahan menggema menyadarkan ketiga insan yang tadinya bercakap-cakap di tengah kegelapan.Audreya meringis kesakitan sembari memegangi pinggang yang kini telah mengelurkan banyak darah. Sebelum kesadarannya terenggut, netra zamrud itu bertubrukan dengan manik Jirea yang menatapnya dingin. Seketika itu juga ia tersadar jika lawan bicaranya telah berhasil menusuknya dengan sebilah pisau yang tak pernah terlepas dari baju kekaisaran suaminya."YANG MULIA PERMAISURI?!"TbcDerap langkah bergemuruh memenuhi lorong istana. Terjadi kepanikan sepanjang lorong istana ketika sosok kaisar dengan wajah dingin bercampur khawatir berlari sepanjang lorong dengan membopong tubuh lemas seorang wanita."MINGGIR SEMUA?! CEPAT PANGGILKAN TABIB! PASTIKAN TIBA SEGERA!" teriak Duke Fernand menggema keseluruh istana. Ia yang tadinya sedang bertemu dengan kaisar, ikut andil melihat apa yang terjadi pada Audreya. Ia dengan sigap mendampingi sang kaisar berlari menuju peraduannya.Setiap prajurit dan pelayan kelimpungan berlari kesana kemari memberikan jalan sang kaisar."Apa yang terjadi dengan Yang Mulia Permaisuri?""Aku dengar karena selir agung.""Sepertinya sebentar lagi akan terjadi kegegeran besar.""Tapi aku ragu selir agung akan dihukum secara selir agung adalah orang ya—""Sttt kecilkan suaramu, Mira, kau mau kita bertiga berakhir dipancung?!" Para pelayan yang berbaris di sepanjang lorong menunduk sembari saling berbisik-bisik membicarakan kemungkinan yang terja
EnghhLenguhan terdengar dari sosok wanita anggun yang terbaring lemah di ranjang besar. Kelopak matanya perlahan bergerak hingga matanya terbuka sempurna."Ibunda?"Netranya menangkap wajah pemuda bernetra biru. Dengan perlahan ia mengangkat tangannya dan mengusap wajah sang anak."Kau baik-baik saja, Adrian?" tanya sang permaisuri dengan suara selembut sutra.Namun sebuah suara protes membuat kesadarannya berkumpul seketika."Ibunda, ini aku George bukan Adrian!" sentak George merasa kesal. Ia menepis tangan sang ibunda yang masih bertengger pada pipinya.Audreya yang menyadari kesalahannya segera tersadar."Oh maafkan aku, Sayang."George memasang raut wajah kesal bercampur iri. Sebenarnya ini bukan kali pertama Audreya membuat kesalahan seperti ini. Entah mengapa sang permaisuri kerap salah sebut nama ketika bersama anak kandungnya sehingga tak heran jika George begitu membenci sosok Adrian.***Situasi istana kala itu memanas usai kabar sang selir yang menganiaya sang permaisuri
"Panglima, di mana Putri Rhiannon? Bukankah tadi dia menaiki kuda bersamamu?" Seorang pria paruh baya bermahkota mewah merotasi matanya menyisir sekeliling mencari seseorang.Prajurit yang ikut mendampingi sang raja pun nampak kebingungan menyadari sang putri tidak ada pada tempatnya. Mereka memasang raut khawatir menyadari rajanya pasti sebentar lagi akan murka."Mohon ampun, Baginda, Putri tadi memberitahukan bahwa ia akan pergi mendahului ke istana utama," jawab seorang prajurit yang berada tepat di samping kereta kencana yang dikendarai sang raja."Kenapa kau baru memberitahukanku sekarang?!" bentak sang raja tak habis pikir dengan panglimanya.Pria bermahkota itu memijit pelipisnya lelah. "Cari dia sekarang. Kita akan segera kembali ke Deoreva, pastikan ia ditemukan sebelum aku selesai menemui kaisar dan permaisuri!""Ayah, izinkan aku untuk ikut mencari," sahut seseorang yang duduk berhadapan dengan sang raja.Sang raja memandang wanita di depannya penuh arti. "Ya, temukan adik
"Apa? Bagaimana? Ibundamu sudah sadar?" Kaisar yang baru tiba segera memberondong sang anak dengan banyak pertanyaan. Sedangkan George yang sedang berdiri mengamati sang ibu yang tengah diperiksa kondisinya oleh tabib masih memasang wajah kesal. "Ya. Tapi ibunda malah mencari anak pembawa sial itu," tanggap George bertambah masam. Vernon menghela napas pasrah. Isi kepalanya terasa penuh akibat semua insiden terjadi bersamaan. "Hukuman apa yang ayahanada berikan kepada selir itu?" celetuk George kembali membahas persoalan sosok yang beberapa saat lalu hampir ia amuk. "Kau tak perlu ikut campur, George, biarkan bagian kedisiplinan istana yang mengatur hukuman yang pantas untuknya," jawab Vernon dengan suara lemah. Ia duduk di pinggiran ranjang sang isteri kemudian menatap tubuh pasangannya itu dengan sayu. "Sungguh? Ayah benar-benar menghukumnya dan tidak berniat meloloskannya kan?" jawab George nampak kecewa mendengar jawaban sang ayah. "Jaga sikapmu, Putra Mahkota?!" seru san
Prakkk "Arghhh!" Jeritan kesakitan menggema ke seluruh ruangan. Seorang pria seketika terkapar begitu besi panjang itu menyabet tubuhnya. "KATAKAN YANG SEBENARNYA, DARI MANA SAJA KAU?!" Jirea, sang pelaku pemukulan itu tanpa belas kasih membuat babak belur puteranya. Beberapa saat lalu Adrian memang berhasil sampai di peraduannya sebelum Jirea datang, namun malangnya Jirea menyadari sosok Adrian yang telah kembali berkat bercak tapakan kaki yang tertinggal di depan pintu. Saat itu juga Jirea mengobrak-abrik perabotan kamar sang pangeran. "Apa kau mendadak bisu usai berjalan-jalan keluar?!" Adrian entah mengapa sedari ia dipergoki sang ibu tak mengeluarkan sepatah kata pun. Ia menolak menjawab hingga menyebabkan Jirea menyiksanya secara brutal. "Masih tidak menurut rupanya, baiklah bagaimana kalau kuhilangkan salah satu kakimu agar kau tak bisa kabur lagi?" ujar Jirea mengeluarkan senyuman iblis. Tangan Jirea bergerak menodongkan moncong besi itu pada kaki kanan pangeran. Seda
George keluar dari Pavilium Waterist usai menyelesaikan pembelajarannya dan langsung dikejutkan dengan lorong istana yang mendadak riuh. "Apa yang terjadi?" tanyanya kepada pengawal yang membuntutinya di belakang. "Izin menjawab, Yang Mulia, baru saja terjadi penangkapan Selir Agung Jirea dan sekarang telah dimasukkan ke penjara para bangsawan," jawab pengawal putera mahkota yang sedari tadi berjaga di depan pavilium. George menghentikan langkahnya. "Jadi ayah benar-benar mampu menunaikan apa yang menjadi hukuman selir itu ya?" gumamnya tersenyum sinis. "Tapi sepertinya jika hanya selir itu saja yang masuk penjara, ia akan merasa kesepian. Baiklah, karena suasana hatiku sedang baik, sepertinya ia akan senang jika kukirimkan anaknya untuk menemaninya," lanjutnya yang tiba-tiba saja terpikirkan sebuah ide yang brilian. Pandangannya segera berseri begitu menatap buku tipis yang ia bawa. Sepertinya ide picik untuk menjebloskan sang pangeran mengikuti jejak sang ibu telah ia temukan
CHAPTER 01 Seorang gadis berambut ikal tengah terfokus kepada laptop yang ada di pangkuannya. Jarinya menari-nari di atas keyboard dengan lihai. Matanya nampak terkunci pada layar menyala itu dengan bibir ranum yang bergerak mendikte tiap kalimat yang ia ketik. Dari arah belakang sang gadis, terlihat seorang pemuda berdiri menyipitkan matanya manatap lurus ke depan. “Hayalan tingkat dewa apa yang akan kau tulis kali ini, Kim?” Ucapan spontan itu membuat sang gadis berjengit terkejut. Gadis yang tengah berkutat dengan laptopnya itu menoleh cepat.“Ya Tuhan! Kakak tak bisakah untuk tak mengejutkanku sehari saja?” pekik Kim segera mengelus dadanya yang berdegup cepat. Pria berpakaian kemeja itu mengendikkan bahunya acuh. Ia tak menjawab malah kembali sibuk membenarkan lengan kemejanya yang kusut. “Mau kemana?” “Kau seharusnya sudah tau, Kim, apalagi yang bisa aku lakukan selain mencari pekerjaan?!” sungut laki-laki itu menggendong tasnya pada bahu kanannya. Ekor matanya mencoba m
BRAKKK"APA KAU BILANG? ANAK SIALAN ITU MASIH HIDUP?!"Sebuah guci berbahan marmer terjatuh, hancur berserakan di depan wanita berselendang merah. Wajahnya merah padam kentara tengah naik pitam."Mohon ampun, Nyonya, demikian informasi yang saya dapat," tanggap seorang wanita berpakaian lusuh tertunduk gemetar ketakutan."Mustahil! Aku sudah memastikan sendiri dia mati malam itu juga. Lantas kenapa kini kau berkata ia hidup kembali? KAU PIKIR INI LELUCON?!"splashTebasan pedang membuat wanita lusuh itu tumbang bersama genangan cairan anyir yang mengucur deras dari tubuhnya."Akan kupastikan anak itu benar-benar mati!"***ClapKelopak mata dengan bulu mata lentik bergerak terbuka tanpa aba-aba.“Hah?!”Seorang pemuda berusia 18 tahun terbangun dari tidur panjangnya dengan napas tersengal-sengal juga wajah penuh peluh. “Astaga! Untung hanya mimpi,” gumamnya menghela napas lega.Netra biru laut bergerak memindai sekitar dengan tajam. Kemudian alisnya bertaut bingung menyadari ruangan y