Sudahkah anda vote hari ini? Jangan lupa follow igeh author ya dtyas_dtyas
Kehamilan Sussana sudah memasuki trimester ketiga, tepatnya tiga puluh tiga minggu. Akbar sangat menikmati perannya sebagai seorang suami dan Ayah untuk kedua anaknya. Melewatkan moment bersama keluarga saat mengalami amnesia benar-benar membuatnya menyesal. Bahkan dia tidak dapat menyaksikan kelahiran dan pertumbuhan Arka. Sangat sabar menghadapi Sussana yang manja dan selalu mengeluh juga menyalahkan Akbar karena kondisinya saat ini. Kehamilan kali ini terlalu banyak keluhan hingga Sussana berkali-kali mengatakan tidak ingin hamil lagi. Seperti malam ini, Akbar sudah terlelap tapi Sussana yang tidak bisa tidur merengek membuat Akbar terjaga. "Iya sayang, kenapa?" sahut Akbar sambil menguap. "Aku sesak, nggak bisa tidur." Akbar langsung terperanjat, "Sesak napas?" Sussana mengangguk. "Bangun dulu sayang, coba atur pernafasan kamu seperti waktu kemarin ikut senam hamil. Tarik nafas, lalu buang," ujar Akbar memberi contoh dan diikuti Akbar. Berkali-kali, sampai Sussana tidak m
Sepulang dari Rumah Sakit, Akbar dan Sussana mengunjungi rumah yang akan mereka tempati. Sussana memeriksa kamar bayi dan kebutuhannya, sedangkan Akbar mengecek bagian-bagian yang sebelumnya direnovasi. “Bibi,” panggil Sussana dari ujung anak tangga. “Iya Non.” “Kesini dulu ya.” Salah satu asisten rumah tangga bergegas melangkah menghampiri Sussana. “Ada apa Non?” “Bantu saya menggeser ini, sepertinya lebih baik di sebelah sana,” ujar Sussana menunjuk sofa untuk menyusui. “Biar nanti saya saja, Non Sussana sedang hamil besar tidak boleh angkat yang berat-berat.” “Berdua sama Bibi, sepertinya nggak berat juga sih,” ucap Sussana. “Tapi Non.” “Sudah, ayo angkat.” “Sussana.” Suara Akbar mengejutkan Sussana dan Bibi. Melihat situasi tidak kondusif, Bibi pun keluar dari kamar. “Tinggalkan itu, biar nanti aku minta yang lain menggeser. Itu bahaya untuk kehamilan kamu, sayang.” Akbar merangkul bahu Sussana dan mengajaknya keluar. “Nanti dulu, masih ada yang harus aku cek. Khawatir
Dalam ruang kerja Presdir sebuah perusahaan, Akbar (34 tahun) yang sedang sibuk dengan fokus pada layar komputer juga setumpuk berkas di mejanya menunggu approval darinya. Larut dalam kesibukan dan sengaja menyibukan diri sudah ia lakukan selama beberapa tahun ini. Kurang lebih 5 tahun sejak ia bercerai dengan Inggrid.Ponselnya sejak pagi beberapa kali menerima panggilan dan notifikasi pesan dari Zudith, Mamihnya yang mengharuskan ia pulang untuk bergabung mengikuti makan malam keluarga. Tepatnya keluarga Yudha Mahesa, Papih dari Akbar Putra Mahesa.Akbar mengernyitkan dahi membaca pesannya Zudith kali ini."Pokoknya kalau enggak hadir, kamu Mamih jodohkan dengan wanita pilihan Mamih. Entah itu hanya gertakan atau memang Zudith serius dalam ucapannya. Memang benar, jika Akbar selalu menghindari acara keluarga. Bukan tanpa alasan, tapi memang hanya menjaga hati dan telinga.Akbar bukan pria tidak laku sampai-sampai Zudith harus mengancam denga
"Pagi Mas__" sapaan wanita di depan pintu terhenti saat melihat bukan Akbar yang membuka pintu."Cari siapa?""Mas eh Pak Akbarnya ada?"Zudith melipat tangannya di dada sambil memindai wanita dihadapannya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Mengenakan suit kerja dengan bawahan rok sepan selutut dan wedges serta membawa hand bag,"Kamu siapa?""Maya Mih, dia staf aku. Masuklah May," jawab Akbar lalu duduk di kursi meja makan. Akbar yang sudah rapih dengan setelan kerja menikmati sarapan yang dibawa Zudith.Maya duduk disofa dengan tidak nyaman seperti siswa yang kepergok bolos oleh gurunya. "Sejak kapan pegawai kantor kamu suruh ke sini?" tanya Zudith yang pasti didengar Maya karena jarak antara ruang tamu dan meja makan tidak terlahang sekat atau ruang yang berbeda."Dia antar berkas Mih, aku jadi pembicara kuliah Umum enggak ke kantor," jawab Akbar. "Apa dia salah satu FWB kamu?" tanya Zudith berbisik, "Mam
Ana menghela nafas, dalam hati mengumpat orang yang barusan bicara. Membalikkan badannya, “Maksudnya Bapak bicara begitu apa ya?”“Kamu tau maksud saya,” jawab Akbar lalu beranjak masuk kembali ke dalam mobil.Ana berteriak sebelum Akbar menutup pintu mobil, “Dasar om-om arrogant, pasti punya banyak simpanan sugar baby."Emosi Akbar tersulut mendengar kata-kata Ana, namun pikirannya masih waras untuk tidak menanggapi ocehan seorang gadis yang menurutnya tidak kompeten.Memarkirkan SUV premiumnya di parkiran khusus petinggi perusahaan. Selama menuju ruang kerjanya, setiap berpapasan dengan pegawai yang menyapa hanya dibalas dengan anggukan tanpa senyum atau menjawab.“Panggil Maya,” titah Akbar saat melewati meja Ayu sekretarisnya.“Baik Pak.”Akbar menatap ke luar pada jendela besar yang ada di belakang meja kerjanya, dengan tangan berada pada saku celananya. Tidak lama pintu diketuk
Hari ini Ana tidak ke kampus, urusan tempat magang dihandle Irgi dan Bima. Dia ada janji dengan Aldi, bertemu di salah satu mall dan disinilah ia berada, berkeliling sambil menikmati es boba menuju lokasi janji temunya dengan AldiDi tempat yang berbeda, Akbar sedang menandatangi berkas dan Ayu membacakan jadwalnya hari ini."Pertemuan dengan Mr. James di mana?""Jam makan siang di resto jepang Grand Indonesia pak.""Hm," menyerahkan berkas yang sudah ditanda tangan pada Ayu. "Panggilkan Maya!" titah Akbar pada Ayu sebelum sekretarisnya itu keluar."Baik Pak."Akbar membuka file klausa perjanjian dengan perusahaan James, menyentuh dagu serta mengernyitkan dahi saat membaca file tersebut.Terdengar ketukan pintu dan masuklah Maya, saat Maya hendak menuju Akbar dengan niat merayu, "Duduklah!" titah Akbar. Maya menelan saliva dan duduk di depan meja Akbar. 10 detik20 detik...1 menit2 menit 3 menit
"Bisa minta waktumu." Inggrid menyentuh lengan kiri Akbar yang berlapis jas. "Kita harus bicara, kapan kau sempat? Aku selalu siap." Inggrid dengan raut wajah memohon dan sendu. Sungguh Akbar ingin tertawa, "Baiklah, kebetulan ada yang ingin aku sampaikan."Wajah Inggrid berubah berseri mendengar ucapan Akbar."Jangan sok akrab denganku dan hentikan usahamu untuk kembali padaku. Singkirkan juga tanganmu," Akbar menghempaskan tangan Inggrid dan menepuk-nepuk lengan jas yang dipegang Inggrid seakan menghilangkan debu yang menempel.Akbar Berjalan meninggalkan Inggrid yang kesal karena perlakuannya."Kirain mau CLBK," ujar Bowo."Masih betah di Gigital Winner? Kalau udah bosen bilang, nanti saya mutasi kamu ke Timbuktu."Bowo berdecak, "Saya enggak seputus asa itu Pak."..Ana yang hampir sampai di H&M store melihat Aldi. Saat hendak memanggil, Ana melihat Aldi bersama seorang wanita. Bukan wanita yang seum
"Eh Pak, 'kan saya sudah minta maaf. Lagian wajar dong, orang enggak sengaja. Kenapa mulut Bapak pedes begitu, habis makan mercon ya?""Ana," panggil Aldi yang mendekat pada Ana dan merangkul bahu gadis itu, "Kenapa?""Ini, orang aku udah minta maaf, ampun deh galak bener."Akbar menoleh pada laki-laki disamping Ana, menaikan alisnya berfikir kapan pernah melihat bocah ini.'Ahaaa, I remember you,' batin Akbar. Bocah kampret yang pernah hadir diantara hubungannya dengan Inggrid dulu. Bocah lugu yang pinter cari uang lewat jalan pintas dengan menjalani hubungan dengan istri orang yang rela memberikan materi berlebih. Akbar tersenyum sinis, "Kalian pasangan? Cocok sekali. Apa kamu masih menjalani profesi dulu?" Akbar mengalihkan tatapannya dan bertanya pada Aldi .Aldi ingat orang didepannya adalah suami dari salah satu tante-tante yang pernah dekat dengannya. Tidak ingin jadi panjang dan Ana tau semuanya, ia pun mengajak A