Share

Jerat Cinta di Pertemuan Pertama
Jerat Cinta di Pertemuan Pertama
Author: Win

Bab 1

Suara dering ponsel yang berdengung menembus mimpi Etan Benedict. Sambil berguling di tempat tidur, dia menepak tangannya dengan membabi buta di atas meja di samping tempat tidur untuk menemukan ponselnya. Begitu menemukannya, dia menyambarnya dan mengusap ibu jarinya di atas layar dan menaruhnya ke telinganya.

"Hallo?" Gumamnya dengan nada mengantuk.

"Tolong beritahu aku kalau kau tidak lupa hari apa ini?" Suara ayahnya terdengar tidak ramah di balik ponselnya.

Dengan erangan kecil, Etan menarik dirinya ke posisi duduk. Dengan jengkel dia mengusap matanya yang mengantuk. "Selamat pagi juga papa."

"Aku bersumpah demi Tuhan kalau saja kau masih mabuk di hari pembaptisan anak baptismu, aku sendiri yang akan menghajarmu." Balas ayahnya.

Kata-kata ayahnya membuat Etan tersadar. Sambil melirik jam digital di samping tempat tidur. 8 pagi. Tiga jam sebelum dia dihadapkan di depan Tuhan untuk menjadi orang tua baptis. Meskipun dia mungkin adalah orang yang paling tidak cocok dengan itu, entah bagaimana dia berhasil membiarkan keponakannya Amanda meyakinkannya untuk berperan sebagai ayah baptis bagi bayinya Theo. "Aku tidak mabuk. Aku tidur larut malam dan sekarang hari sabtu."

Saat ayahnya bergumam tidak setuju di telepon, Etan membayangkan gambaran sempurna dalam pikirannya tentang bagaimana ekspresi ayahnya. Dia bisa membayangkan mencengkeram ponselnya dengan erat dengan berdiri tegak dan menggelengkan kepalanya dengan tidak setuju. "Aku hanya bisa membayangkan bagaimana kau membutuhkan istirahat setelah apa yang kau lakukan yang hanya Tuhan saja yang tahu." Gerutunya.

Sebuah senyuman muncul di bibir Etan saat dia memikirkan petualangan liarnya tadi malam. "Baiklah, sekarang aku sudah bangun dan aku akan menjemputmu jam setengah sebelas, dan kita akan berada di gerejas sebelum kebaktian. Oke?"

"Sebaiknya begitu."

Kemudian mereka mengakhiri percakapan dan menutup telepon. Etan melemparkan ponselnya kembali ke atas meja kemudian masuk kembali ke dalam selimut. Dia menarik wanita berambut cokelat yang sudah menjadi temannya untuk melewati akhir pekan selama sebulan bersama. 

"Kau akan pergi?" Tanya Lidia sambil menguap.

"Belum." Jawab Etan sambil mencium leher wanita itu.

"Siapa yang menelpon?" Tanya Lidia sambil mengerang lembut.

Etan berhenti menciumnya. "Ayahku. Dia ingin memastikan kalau aku sudah bangun dan bersiap untuk acara pembaptisan anak baptisku hari ini."

"Kau harus berada di gereja saat pembaptisan?" Tanya Lidia.

"Tentu saja. Aku adalah ayah baptisnya." Jawab Etan.

"Aku pikir ayah baptis harusnya menjadi contoh yang baik secara moral maupun spiritual untuk anak-anak." Kata Lidia sambil tertawa kecil.

"Apakah kau baru saja mengatakan kalau aku akan menjadi pengaruh yang buruk baginya?" tanya Etan sambil ikut tertawa.

Lidia melirik ke arahnya. "Kita semua tahu kalau kau adalah orang terakhir di bumi yang harus memberikan contoh pada anak-anak. Semua hal yang kau tahu hanya mabuk dan bercinta."

"Dan aku sangat baik dengan keduanya, benar kan?" Goda Etan.

Lidia tertawa kecil. 

"Bisakah kita berhenti bicara?" Tanya Etan.

"Kecuali bicara hal yang kotor?" Tanya Lidia.

"Benar sekali. Hari ini akan menjadi hari yang panjang dan emosional. Aku ingin melupakan semua itu untuk sementara dengan bersamamu. Tubuhmu selalu menjadi pengalihan perhatian yang terbaik." Goda Etan.

"Jadi pada dasarnya kau hanya memanfaatkan aku?" Tanya Lidia.

"Tidak bukan itu maksudku."

Lidia menoleh ke belakang untuk menatap Etan dengan dingin. "Itu yang aku dengar."

"kau marah." kata Etan.

"Maafkan aku kalau aku tidak bisa menerima perkataan seorang pria yang mengatakan kalau aju hanya menjadi pengalihan perhatian yang baik dari segala masalahnya." Balas Lidia.

"Bukan itu yang aku maksud. Tapi jangan kau katakan kalau apa yang terjadi di antara kita ada sesuatu yang lebih dari sekedar teman." Kata Etan.

"Apa yang kau pikirkan tentang kita?" tanya Lidia sambil mengerutkan alisnya.

"Kita hanya teman tidur, Lidia. Apalagi yang kita lakukan selain itu?" Tanya Etan.

"Aku pikir apa yang sudah kita lakukan selama sebulan terakhir ini lebih banyak dari sekedar menjadi teman tidur." Bentak Lidia.

"Oh Tuhan. Jangan bilang kalau kau berharap aku akan membawamu pergi ke acara pembaptisan dan bertemu dengan keluargaku hari ini?" Tanya Etan dengan nada tidak percaya.

"Tidak. Kita hanya sedang melakukan pembicaraan orang dewasa." 

Etan menggelengkan kepalanya. "Aku bisa melihat ke mana arah pembicaraan ini. Menurutmu, aku harus membawamu bertemu keluargaku dan secara ajaib kita akan memiliki hubungan yang lebih?"

Sambil turun dari tempat tidur, Lidia menarik selimut dan menutupi tubuh telanjangnya sebelum melotot pada Etan. "Kau benar-benar seorang bajingan, kau tahu itu?"

Etan mengangkat tangannya dengan frustrasi. "Sekarang aku hanya bingung, sebenarnya apa masalah kita? Aku pikir kita sama-sama menikmatinya dan kita bisa melakukannya lagi sebelum aku harus menghadapi hari yang membosankan dan akan penuh dengan kegilaan."

"Tentu saja kita menikmatinya, tapi aku tidak ingin di manfaatkan olehmu. Tidak ada wanita yang menyukai kenyataan kalau dia hanya di gunakan kapan pun oleh seorang bajingan terutama saat bajingan itu ingin melupakan masalah-masalahnya untuk sementara waktu. Aku juga manusia, kau tahu. Aku punya perasaan." jelas Lidia.

Oh Sial. Ini dia. Masuk ke arah 'aku ingin lebih' yang pasti menghancurkan semua hubungan friends with benefits, Pikir Etan. Etan bertemu dengan Lidia di suatu malam setelah bekerja di sebuah bar. Mereka menghabiskan satu setengah jam atau lebih mengobrol dan minum tanpa berkenalan basa basi sebelum akhirnya pulang ke tempat Lidia.

Setelah pertemuan ke dua  saat Etan turun dari tempat tidur Lidia untuk pergi, Etan mengatakan untuk bertemu setiap akhir pekan atau pada jumat malam dan Lidia menyetujuinya. Jadi selama sebulan terakhir Etan merasa puas dengan apa yang mereka miliki dan dia tidak menginginkan apa pun lagi terutama sebuah hubungan.

Tentu saja, Etan selalu hanya melakukan hubungan seksual dan tidak pernah menginginkan hal yang lebih dan dia selalu memperjelas hal itu di awal pertemuan. Tapi setiap kali hal itu selalu di kacaukan dengan harapan para wanita yang selalu menginginkan hal yang lebih dan merasa kalau mereka bisa menjinakkannya. Rasa benci dan jijik terpampang di wajah Lidia sekarang sepertinya dia akan bergabung dengan barisan panjang mantan teman kencan.

Etan mengangkat alisnya. "Jadi begini saja? Kita selesai karena kau tiba-tiba merasa di manfaatkan?"

"Keluar! Keluar dari rumahku!" Bentak Lidia.

"Baiklah, dengan senang hati." Kata Etan sambil mengambil pakaian dan mengenakan kembali pakaiannya. Kemudian dia mengambil sepatu yang sudah dia tendang sembarangan tadi malam dan keluar dari rumah Lidia.

Benar-benar tidak bisa di percaya, Pikir Etan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status