Share

5. Tidur Bersama

Hari ini Garvin dan Jennie menghabiskan waktu di rumah saja. Garvin sedikit sibuk menerima banyak telepon dari rekan bisnisnya yang shock mendapat undangan pernikahan Garvin tiba-tiba.

"Ayo tidur." Jennie mengajak Garvin tidur. Ini tiba-tiba sekali.

Garvin mengerutkan dahinya. "Tidur? Yasudah sana kau tidur. Untuk apa mengajakku?" Tanya Garvin kesal. Garvin kembali fokus pada ponselnya.

"Apa kau gila? Setelah rumah ini dimasuki oleh pembunuh kau suruh aku tidur sendirian? Aku tidak ingin mengambil resiko. Aku ingin tidur denganmu supaya aman." Jennie mengungkapkan maksud dirinya mengajak Garvin tidur bersama. Jennie tidak berbohong. Dia memang sangat takut karena kejadian itu.

Mendengar penjelasan Jennie, Garvin terkejut sekaligus bingung. "Tidur bersama?" Tanya Garvin.

"Tidak! Tidak mau! Kau saja tidur sendiri. Aku tak ingin tidur denganmu!" Garvin menolak Jennie mentah-mentah.

Jennie berdecak kesal. "Hei! Aku tidak bermaksud apa pun. Aku hanya ingin selamat. Tidak ingin mati dibunuh saat tidur!" Jennie kesal karena Garvin menolak permintaannya. Padahal Jennie tak memiliki maksud terselubung.

"Ayolah! Hanya tidur bersama. Aku tak akan menyentuhmu. Aku tidak tertarik padamu. Kau bukan tipeku." Jennie menarik tangan Garvin secara paksa. Jennie menyeret Garvin menuju kamarnya.

Mendengar ucapan Jennie, Garvin langsung tersulut emosi. "Apa-apaan kau! Kau pikir kau tipeku? Tidak! Jangan mimpi! Diluar sana banyak wanita yang menginginkanku menjadi kekasih mereka. Jaga ucapanmu!" Garvin kesal karena Jennie meremehkannya. Padahal di luar sana para wanita antri menginginkan Garvin.

"Dan aku bukan salah satu dari wanita bodoh itu. Siapa juga yang ingin berkencan dengan orang yang kaku seperti kau? Hanya wanita yang bodoh yang mau." Ucap Jennie tanpa rasa takut.

Garvin sangat kesal. Dia benar-benar sedang menahan amarahnya supaya tidak meledak. Saat ini, rasanya Garvin ingin menjedutkan kepala Jennie ke dinding dengan sangat kuat.

"Kenapa kita ke kamarmu?" Tanya Garvin.

"Karena jejak kaki itu masuk ke dalam kamarmu. Berarti dia mengincar kau. Lalu dia juga masuk ke kamar rahasiamu. Jadi hanya kamarku dan kamar kosong ini yang aman. Tapi kamar kosong sangat berdebu dan kotor. Apa kau mau membersihkannya?" Tanya Jennie pada Garvin.

"Enak saja kau menyuruhku. Aku yang punya rumah ini kalau kau lupa!" Garvin menatap Jennie tak suka.

Jennie memutar bola matanya jengah. "Dasar lelaki arogan!" Batinnya dalam hati.

"Yasudah tidak usah banyak protes. Kita hanya ingin tidur, jangan banyak protes dan banyak tanya!" Jennie menarik Garvin masuk ke dalam kamarnya. Lalu Jennie mengunci kamarnya rapat-rapat.

"Kenapa kau kunci?" Tanya Garvin lagi.

"Ya supaya maling atau pembunuh itu tidak masuk kesinilah! Bodoh sekali kau!" Jennie menjawab dengan kesal. Kesabarannya sudah habis menghadapi lelaki kaku ini.

Garvin kembali mengepalkan tangannya. Ingin sekali Garvin mencabik-cabik tubuh Jennie saat ini. Baru kali ini ada orang yang berani mengatai dirinya bodoh.

"Kau tidur di mana?" Pertanyaan Jennie memecahkan lamunan Garvin.

"Aku tidur di mana?" Tanya Jennie sambil menunjuk dirinya sendiri

"Siapa lagi kalau bukan kau?" Garvin menggeram kesal.

"Ya sudah pasti di tempat tidurlah. Memangnya di mana lagi?" Jennie mendudukkan tubuhnya di atas tempat tidur.

"Lalu aku?" Tanya Garvin pada Jennie.

"Terserah kau saja di mana. Jika mau di lantai aku akan senang. Jika ingin tidur di tempat tidur juga tidak masalah asal menjaga jarak." Jennie menjawab pertanyaan Garvin sambil menidurkan dirinya di atas tempat tidur.

Garvin melotot lebar. "Sialan! Apa maksudmu? Kau saja yang tidur di lantai! Inikan rumahku." Garvin tak mau tidur di lantai.

"Enak saja! Inikan kamarku! Aku mau tidur di tempat tidur. Sudah kubilang aku juga tidak keberatan berbagi tempat tidur denganmu. Jika kau keberatan, lebih baik kau saja yang tidur di lantai!" Jennie menolak tidur di lantai.

"Kenapa di kamar ini tidak ada sofa?" Tanya Garvin kesal.

"Mana ku tau. Inikan rumahmu." Jawab Jennie singkat.

"Makanya besok kau beli sofa untuk di kamarku ini. Kamarku tidak ada sofa dan karpetnya, seperti kamar pembantu saja!" Jennie mengomel, lalu dia langsung menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.

Jennie mencari posisi nyaman untuk tidur, membalikkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri.

"Tidurlah. Bukankah besok kita harus pergi ke gedung pernikahan saat masih pagi sekali?" Jennie menyuruh Garvin tidur. Tidak ada maksud apa pun. Jennie hanya tak ingin mereka terlambat dan mengacaukan acaranya.

"Benar. Besok kita pergi sangat pagi. Jangan sampai kau bangun terlambat." Garvin setuju dengan apa yang Jennie katakan.

"Kalau begitu kau cepat tidur. Sudahlah naik saja ke tempat tidur. Kita hanya ingin tidur, memejamkan mata. Tidak akan ada masalah. Aku tidak akan membunuhmu saat tengah malam nanti." Jennie memaksa supaya Garvin mau tidur di sampingnya.

Garvin menghela nafasnya pasrah. Dia menatap tempat kosong di samping Jennie. "Apakah aku harus tidur dengan wanita gila ini?" Tanya Garvin dalam hati.

"Sepertinya aku tidak punya pilihan lain." Garvin berjalan menuju tempat tidur. Dia memutuskan untuk tidur di samping Jennie. Hanya tidurkan? Jennie tidak akan berbuat macam-macam padanya.

"Jangan lupa kau besok harus bangun cepat. Jangan sampai terlambat bangun." Garvin kembali mengingatkan Jennie.

"Kan ada kau di sini. Jika aku belum bangun, bangunkan aku." Jennie berpesan pada Garvin.

Garvin tak membalas ucapan Jennie. Dia membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur.

Jennie menarik selimut yang dia pakai, lalu membentangkannya lebar supaya bisa menutupi dirinya dan Garvin.

Setelah itu Jennie langsung memejamkan matanya.

"Garvin!" Jennie membuka matanya kembali.

"Apa lagi?" Tanya Garvin lelah.

"Aku lupa mematikan lampunya. Matikan lampunya. Aku tidak bisa berdiri lagi, sudah posisi nyaman." Jennie menyuruh Garvin untuk meredupkan lampu kamarnya.

Mendengar itu tekanan darah Garvin langsung naik. "Sialan! Aku bukan pembantumu! Aku pemilik rumah ini kalau kau lupa!"

"Sudahlah, tak perlu mengomel. Nanti kau kena stroke karena kebanyakan marah-marah. Lakukan saja apa yang aku katakan tadi. Hanya matikan lampu, bukan berperang melawan penjajahan." Jennie dengan seenak jidat kembali menyuruh Garvin.

Garvin mendengus kesal. Sungguh, ingin sekali saat ini Garvin merobek mulut Jennie.

Meskipun tak suka, tetapi Garvin tetap menjalankan apa yang Jennie suruh. Bukan karena Jennie, tapi karena dirinya yang juga tak nyaman saat tidur dengan cahaya yang terang. Garvin mematikan lampu kamar mereka. Setelah itu Garvin langsung naik kembali ke atas tempat tidur.

Baru saja 7 menit yang lalu mereka berbicara, sekarang Garvin sudah mendengar suara dengkuran halus Jennie.

"Cepat sekali dia tertidur." Batin Garvin dalam hati.

Garvin mulai memejamkan matanya untuk tidur.

"Eunghh ...."

Jennie melenguh, dia membalikkan badannya dan memeluk Garvin.

"Apa-apaan ini?!" Garvin terkejut.

"Bisa-bisanya dia memelukku! Dasar wanita penggoda!" Garvin mengomel tak terima.

Garvin bersiap-siap untuk mendorong tubuh Jennie menjauh. Tapi saat Garvin ingin mendorong tubuh Jennie, Jennie bersuara.

"Mama... Papa... Aku lelah." Ucap Jennie yang sedang mengigau.

Garvin menaikkan sebelah alisnya. "Aneh sekali. Baru tertidur sudah mengingau. Atau jangan-jangan wanita gila ini hanya pura-pura tertidur?" Garvin mencurigai Jennie.

Garvin membuka kelopak mata Jennie yang tertutup rapat untuk memastikan apakah Jennie benar-benar tertidur atau tidak.

"Ternyata wanita gila ini benar-benar tidur." Garvin berdecak kesal setelah selesai mengecek mata Jennie.

"Mama... Aku rindu padamu." Jennie mengigau lagi.

Garvin mengerutkan dahinya. Dia mengamati Jennie dengan seksama. Penasaran.

"Aku mau ikut dengan Mama dan Papa. Aku sudah lelah hidup." Kali ini suara Jennie sedikit bergetar.

Garvin menaikkan sebelah alisnya saat merasa lengannya terasa basah. Garvin langsung memeriksa lengannya.

Garvin terkejut saat melihat ternyata air mata Jennie yang membasahi lengannya. "Wanita gila ini menangis? Kenapa dia mengigau sampai menangis?" Garvin bertanya dalam hati.

"Apa mungkin dia punya masalah besar?" Tanya Garvin pada dirinya sendiri.

"Ah.. Tapi untuk apa aku mengurusinya? Biarkan saja wanita gila ini dengan masalahnya. Tidak perlu repot-repot ikut campur urusannyakan? Bahkan hidupku jadi penuh masalah juga gara-gara dia." Garvin mengabaikan Jennie. Dia mulai memejamkan matanya, dia ingin tidur.

"Aku ingin mati. Aku ingin ikut Mama dan Papa." Jennie kembali mengigau.

"Jemput aku, Ma, Pa." Jennie sesenggukan. Kali ini dia benar-benar menangis sesenggukan. Tangisannya terdengar sangat pilu.

Garvin langsung menoleh ke arah Jennie, dia bingung melihat keadaan Jennie dan lebih bingung ingin melakukan apa. Pasalnya dia tidak bisa tidur dengan suara tangisan seseorang tepat di samping telinganya.

"Sepertinya wanita gila ini benar-benar punya masalah besar sampai-sampai dia ingin mati." Garvin membatin dalam hati. Dia hanya menebaknya setelah melihat tangisan dan igauan Jennie sekarang.

Garvin mengamati Jennie yang masih menangis. "Bagaimana cara menenangkannya? Aku tidak tau?" Garvin bingung sendiri. Bukannya kasihan, sekali lagi Garvin tegaskan, dia hanya tidak ingin mendengar tangisan Jennie yang berisik. Itu sangat mengganggu tidurnya. Dia tidak akan bisa tidur jika Jennie tak berhenti mengigau dan menangis.

Dengan canggung dan terpaksa Garvin mengelus kepala Jennie untuk menenangkan Jennie. "Tenanglah, Putriku. Mama juga merindukanmu." Ucap Garvin sambil terus mengelus kepala Jennie.

Garvin memang aneh! Mengapa dia menyamar menjadi Mamanya Jennie? Ide itu tiba-tiba saja muncul dalam kepala Garvin.

"Mungkin kalau aku menyamar sebagai mamanya wanita gila ini, wanita gila ini akan sedikit tenang." Garvin percaya diri dengan tindakannya saat ini. Biasanya insting Garvin tak pernah salah.

Aneh? Tentu saja aneh! Tapi siapa yang peduli? Yang penting Jennie tidak berisik dan mengganggu tidur Garvin lagi.

Tapi cara itu terbukti manjur. Terlihat Jennie sudah sedikit tenang.

Ada kemajuan dari Garvin. Garvin si manusia yang kaku seperti tidak punya perasaan, kini sedang mencoba berempati pada Jennie. Meskipun alasan utamanya hanya karena tidak ingin tidurnya terganggu oleh igauan Jennie. Tapi tetap saja ini suatu keajaiban dunia. Ya, dunia. Dunia Garvin maksudnya.

Garvin kembali mencoba menenangkan Jennie, mengusap-usap lembut kepala Jennie. Garvin melakukannya sampai Garvin tertidur. Garvin tidak sadar saat dirinya ketiduran. Tapi memang apa masalahnya? Tertidur lebih cepat malah lebih bagus supaya Garvin tidak terlambat bangun karena besok mereka akan sibuk dengan pernikahan mereka. Mereka harus pergi pagi-pagi sekali ke hotel supaya tidak terlambat.

Tidur lebih cepat juga salah satu solusi terbaik agar tubuh mereka segar dan terlihat baik saat di pelaminan nanti. Garvin harus terlihat tampan di depan para koleganya. Besok perhatian semua orang hanya tertuju pada Garvin dan Jennie. Jadi mereka berdua harus tampil menawan. Jangan sampai tubuh mereka lemas dan mata bawah mereka menghitam karena tidur larut malam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status