Share

EPISODE 04 PERTIKAIAN

Terik matahari mulai menyingsing di peraduan. Cahayanya yang semburat kuning, kini mulai tampak di sebuah kamar dengan nuansa anak-anak tersebut. Akan tetapi manusia yang seharusnya masih terbaring di atas ranjang itu sudah tidak ada lagi. Sepertinya, Richard sudah terbangun dari tidurnya.

Ranjang yang telah terasa dingin, membuat Samuel bertanya-tanya tentang keberadaan sang kakak tiri yang entah di mana dia sekarang. Mata laki-laki berusia 25 tahun itu meneliti ke seluruh penjuru ruangan dan mendapati beberapa pakaian terhambur begitu saja tanpa rapi tertata.

“Kenapa para pelayan itu tidak membersihkan kamar kakak? Atau jangan-jangan malah kakak sendiri yang membuatnya berantakan?” Rasa khawatir tentang keberadaan kakaknya tiba-tiba menusuk relung hati. Samuel segera bergerak menuju kamar mandi untuk mencari keberadaan kakaknya, mana tahu ternyata Richard terpeleset di kamar mandi atau bagaimana.

Seseorang dengan kondisi seperti Richard tidak bisa dibiarkan sendiri, dia bisa melakukan apapun yang mungkin menyakiti dirinya. Ketika pintu kamar mandi terbuka, Samuel tidak menemukan keberadaan kakaknya di sana dan seketika panik.

“Astaga naga. Di mana Kak Richard? Kenapa tiba-tiba dia menghilang? Jangan sampai dia bertemu dengan papa,” kata Samuel yang kemudian berlari keluar untuk mencari keberadaan kakaknya.

Samuel menuruni anak tangga dengan cepat, hingga membuat sang ibu yang saat itu sedang menata makanan di atas meja makan pun bertanya-tanya tentang tingkah putra semata wayangnya.

“Pelankan dulu langkahmu itu! Bagaimana jika kau jatuh dan terluka?! Kau akan membuat kami kerepotan.”

Samuel sama sekali tak mendengarkan ucapan dari Lusiana. Dia terus mengelilingi rumah untuk mencari keberadaan Richard yang kini sangat membuatnya khawatir. Tingkah laku dari anak tersayangnya itu membuat Lusiana bertanya-tanya, tentang kenapa wajah Samuel yang terlihat begitu panik.

“Apa yang sebenarnya sedang kau cari? Apa ada bendamu yang hilang?” teriak Lusiana, menghentikan langkah dari Samuel. Laki-laki 25 tahun itu kemudian berlari ke arah ibunya dan bertanya, “apa Mama melihat kakak? Aku tadi ke kamarnya dan dia sudah tidak ada di dalam.”

Raut wajah dari Lusiana seketika berubah menjadi datar. Dia tak suka melihat putranya begitu mengkhawatirkan Richard padahal Richard sendiri merupakan ancaman untuk keberadaan mereka.

“Ma, apa Mama melihat kakak? Di mana dia?”

Lusiana tak menjawab pertanyaan dari putranya itu dan lebih memilih untuk kembali menata makanan di atas meja. Suara langkah kaki kemudian terdengar dan Samuel kemudian mengalihkan tatapannya. Dia sangat berharap bahwa suara langkah kaki itu berasal dari Richard, tapi saat menoleh, Sam kecewa karena suara tersebut ternyata dari suara langkah kaki ayahnya, Jhon.

“Kenapa pagi-pagi sekali kau membuat keributan? Apa kau tidak bisa melihat bahwa ini masih pukul 06.00 pagi?”

Samuel bertindak dengan acuh, “lalu apa hubungannya pukul 06.00 pagi dengan kegiatanku? Semua orang sudah bangun dan kurasa itu tidak masalah,” jawabnya.

“Dasar anak tidak tahu diri!”

Sama sekali tak ada rasa sakit hati baginya, yang telah disebut oleh sang ayah dengan sebutan anak tidak tahu diri. Kata-kata seperti itu memang sering terlontarkan dari mulut John sehingga Samuel tidak terpengaruh.

“Sudah! Karena kalian semua sudah berkumpul di sini, lebih baik sekarang kita segera makan. Aku ada meeting pagi ini,” kata Lusiana yang meminta pada anak dan suaminya untuk segera makan.

Sebagai seorang presiden direktur di perusahaan yang ditinggalkan oleh mendiang suaminya yang tak lain adalah ayah dari Richard, Lusiana tentu saja memiliki banyak kesibukan. Meeting penting yang tidak tahu waktu, pekerjaan yang membuatnya pening atau bahkan yang lainnya. Semua itu telah menjadi sahabat baginya selama 25 tahun terakhir.

Sejak pemilik rumah ini beserta istri pertamanya harus tewas dalam kecelakaan beberapa tahun silam, semua kekuasaan secara dimiliki olehnya dan tak satupun dari mereka yang bisa mengganggu gugat hal tersebut. Itu tentu saja terjadi karena pewaris sesungguhnya dari semua kekayaan ini mengalami kelainan mental.

“Tidak! Aku akan makan setelah Kakak datang."

"Kenapa kau selalu memikirkan anak idiot itu dibandingkan kedua orang tuamu? Jika aku memerintahkanmu untuk makan, maka cepatlah makan!" sentak Jhon.

Samuel hanya melirik sekilas, lalu bertindak acuh dengan memainkan ponselnya. Melihat kelakuanku putra semata wayangnya, Jhon meradang. Ia hendak memukulkan tangannya pada meja, tapi dihentikan oleh Lusiana. Wanita itu menggelengkan kepalanya pelan.

"Samuel, hormati kami sebagai orang tuamu. Jika Mama memintamu untuk segera makan, maka makanlah dan jangan banyak berbicara. Kau tidak perlu mencemaskan kakakmu itu karena dia sudah ada yang mengurus. Urusi dirimu terlebih dahulu baru memikirkan orang lain."

Mendengar perkataan dari mamanya yang melarang Samuel untuk berhenti mencemaskan mengenai Richard, laki-laki bermata coklat itu tampak tak suka dengan apa yang dikatakan oleh ibunya.

"Bagaimanapun juga, kita semua masih bisa makan enak dan hidup dengan layak seperti ini karena harta yang tidak pernah diungkit oleh Richard. Kalian berdua bertingkah seolah-olah kalian adalah pemiliknya padahal kita sama sekali tidak memiliki hak atas semua harta kekayaan ini."

"Cukup, Samuel. Bisakah kau berhenti membicarakan itu? Lakukan apa saja yang kau inginkan dan biarkan urusan orang tua menjadi urusan kami dan urus dirimu sendiri. Kau masih terlalu muda untuk memikirkan bagaimana rasanya kehidupan keras yang kita jalani selama ini. Harus ada yang berkorban dan harus ada yang dikorbankan." Lusiana berteriak dengan murka.

Prang ....

Jhon melemparkan piring berisi nasi dan membuatnya berantakan. Hal itu membuat Samuel mengalami napas karena tak habis pikir dengan apa yang dipikirkan oleh kedua orang itu.

"Kalian berdua adalah orang paling serakah yang pernah aku temui di dunia ini."

Tangan John seketika terkepal dengan rasa kesal karena ucapan putranya barusan yang sangat mengoyak harga diri. Tidak harusnya dia mengatakan itu kepada orang tuanya padahal semua ini dilakukan oleh mereka demi menjamin kebahagiaan darinya sendiri.

Hingga kemudian suara langkah kaki terdengar dari arah belakang dan membuat semua orang yang ada di ruang makan itu pun menoleh. Tampak Jojo sedang menggandeng Richard.

"Hei! Kenapa kau membawanya masuk dalam keadaan basah seperti itu? Kalian mengotori rumahku," teriak Lusiana dengan kesal karena Jojo membawa Richard masuk dengan keadaan tubuh yang basah.

Laki-laki itu baru saja selesai berenang dan langsung berlari menuju ruangan makan setelah merasa bahwa ini sudah waktunya untuk sarapan. Tentu saja itu hanya sandiwara, supaya mereka semakin percaya bahwa Richard masih kehilangan kewarasannya.

"Aku kan mau makan," ujar Richard dengan nada seperti anak-anak.

"Makan saja di kolam berenang jika kau masuk dalam keadaan basah seperti itu. Lihat hasil perbuatanmu, lantaiku menjadi kotor seperti ini. Air dimana-mana."

Richard menarik ujung bibirnya dengan sangat tipis, "tapi kata Jojo ini rumahku. Bukankah aku bebas melakukan apapun di rumahku?" tanya Richard dengan kepolosannya.

Lusiana seketika menatap tajam pada Jojo, "Kenapa kau mengatakan pada Richard bahwa ini adalah rumahnya? Bukankah kau tahu jika rumah ini sudah diserahkan kepadaku? Jangan bertingkah ketika kau berada di sini karena aku bisa kapan saja menendangmu."

Bukannya merasa takut dengan ancaman yang baru saja dikemukakan oleh Lusiana, Jojo justru tersenyum dengan ramah. "saat pembagian hak waris beberapa tahun silam, saya turut berada di sini. Saya bisa mendengar dengan telinga saya, bahwa rumah ini diserahkan kepada Anda untuk dikelola dengan baik sampai tuan muda siap untuk kembali. Yang saya katakan kepada tuan Richard itu tidak salah karena memang ini adalah rumahnya. Sekarang dia sudah kembali, maka otomatis kepemilikan Anda juga akan dialihkan kepada pemilik sesungguhnya."

Mendengar perkataan dari Jojo, John meringsek maju dan mendekati pria tua itu, "kau hanyalah kacung yang sama sekali tidak berhak mengatakan itu kepada kami. Rumah ini rumah kami sejak 25 tahun yang lalu dan sampai kapanpun."

Jojo menggelengkan kepalanya dengan pelan, "seharusnya Anda bisa menyadari bahwa Anda bukanlah seseorang yang kata-katanya akan bisa saya dengarkan. Anda adalah orang luar yang tidak pantas ikut campur permasalahan keluarga ini. Jangan pernah melupakan bahwa di sini Anda hanyalah orang asing untuk membicarakan hak waris."

Perkataan dari Jojo tentu saja mengoyak harga diri dari John. "berani sekali kau mengatakan itu kepadaku!"

John kemudian mengepalkan tangannya dan hendak memukul wajah dari orang kepercayaan Richard itu. Akan tetapi kemudian dia dikejutkan dengan tangannya yang digenggam dengan keras oleh seseorang.

Dan orang tersebut adalah Richard.

"Jika kau memukul Jojo sekali saja, aku akan mengusirmu dari rumah ini."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status