Clarista mengerutkan kening, setetes air bening turun membasahi pelipisnya. Kepanasan? Tentu saja tidak, karena ruangan itu dilengkapi pendingin ruangan. Sudut wajah Clarista yang mulai menegang bisa terlihat oleh Aghata, namun Clarista berusaha menutupi rasa tegang itu.
“Bukankah ucapanmu sangat lancang? Kamu bisa ditahan atas pencemaran nama baik,” sangkal Clarista yang akhirnya menatap Aghata.
“Benarkah?”
“Apa maumu?” Clarista bertanya seolah melihat Aghata menginginkan sesuatu.
“Saya lihat Anda menilai saya berbeda dengan yang lain, bukan begitu?” terka Aghata, “Anda bisa mempertimbangkanku untuk bekerja di sini dengan cara lain, misalnya menarik investor yang sulit sekali diajak bekerja sama,” usul Aghata.
Clarista menatap Aghata dan berkata, “Kalau begitu silakan! Jika kamu berhasil, kam
“Aku bukan orang bodoh yang melakukan hal itu ... dan jangan tanyakan soal apa pun lagi padaku, kamu cukup terima saja hasilnya!” kecam Aghata berjalan ke kamar. Glen merasa tertegun oleh ucapan Aghata, sedangkan Andi hanya diam mendengarkan pembicaraan mereka. Bahkan Andi tidak tahu, apa yang dilakukan oleh Aghata sampai ST Grup mau menandatangani kontraknya? Cara violent yang dipakai Alto Grup saja, Andi tidak tahu-menahu. Di sisi lain Aghata sedang berbaring di ranjang dengan tangan yang merentang. Kelopak mata Aghata menutup iris matanya yang tajam. Sudah lama Aghata tak menginjakkan kaki di gedung Alto Grup, bukan rindu yang datang menyapanya melainkan amarah yang kian memuncak. Ia meraih ponsel di dalam saku celana, menelepon seseorang bernama Clarista. Begitu sudah terhubung, Aghata berkata, “Sampaikan pesanku pada Pak Anderson, suruh dia menungguku di ruan
Aghata menghela napasnya dan berkata, “Cara violent sudah beroperasi sejak 2014, tepatnya saat pergantian pimpinan dari ibuku ke Nando Setyoko. Cara violent sering digunakan untuk kerja sama dua pihak, cara itu sama saja dengan penindasan ... pihak Alto Grup akan melakukan penyekapan, penyiksaan, dan mengancam korban untuk mendapatkan apa yang Alto Grup inginkan. Sedangkan seminar investasi biasanya dilaksanakan setelah luka korban sudah bisa ditutupi dengan alat-alat rias.” “Bukankah itu sangat keterlaluan?” Kening Andi berkerut setelah mendengar perkataan Aghata. Bibir Aghata melengkung, ia hanya bisa tertawa saat Andi merasa marah. “Itu sudah menjadi hal yang wajar bagi Alto Grup, aku sudah tidak terkejut mendengarnya. Dan tak disangka cara itu masih dijalankan sampai sekarang.” Tangan Aghata mengepal berusaha menahan amarah. Jika mengancamnya sudah bisa membua
“Memangnya kenapa?” tanya Glen. “Aku melihatmu berbicara dengan Taina sebelum seminar dimulai, apa kalian saling mengenal?” desak Clarista. Glen sampai tertegun, ia tak menyangka kalau Clarista akan bertanya langsung soal Aghata padanya. “Saya memang berbicara dengannya, tapi untuk menyapanya. Saya mendengar dia Asisten baru Pak Anderson,” jawab Glen. Raut wajah polos dipasang oleh Glen sambil melihat setiap sudut wajah Clarista. Sedangkan Clarista, dia membuang pandangannya setelah tahu jawaban dari Glen. Dikecam bukan berarti menyerah, Clarista terdiam untuk memikirkan rencana menyelidiki tentang Aghata lebih jauh. “Kamu boleh keluar dari ruanganku!” suruh Clarista. Kepala Glen setengah menunduk, ia berjalan keluar meninggalkan Clarista yang sedang berpikir. Glen menuju parkiran untuk mengha
Desing peluru menggelegar di seluruh penjuru ruangan. Percikan darah segar membuat noda di dinding putih, genangan darah di lantai berkamuflase menjadi hitam karena kegelapan. Malam yang sangat mengenaskan dan mencekam, keringat yang jatuh menjadi saksi pertarungan antar nyawa. Kini ruangan yang gelap itu kembali sunyi, hanya suara jangkrik yang terdengar di sekeliling mereka. Usaha yang cukup keras dari pria itu saat mengulurkan sebuah revolver, akan tetapi peluru yang keluar masih kalah cepat dengan peluru pistol wanita itu. Tubuh wanita itu bahkan tidak berbalik saat meluncurkan sebuah peluru, dan sebuah keberuntungan didapat wanita itu sehingga peluru miliknya mengenai tepat jantung pria itu. Saat itu, tiga pria yang mengikuti Glen sudah benar-benar tertidur lelap menjelajahi dunia yang berbeda. Tangan wanita itu kembali menurunkan pistol, ia membalikkan tubuhnya menatap satu per satu pria yang
Di dalam ruangan yang gelap dan bau akibat lembab, tak ada berbagai macam barang, hanya terdapat satu kursi yang berdiri tegak di pusat ruangan. Seorang pria duduk tak sadarkan diri di kursi itu. Seutas tali melilit tangan dan kaki pria itu. Dan hanya terdapat satu cahaya berasal dari langit-langit atap tepat di kepala pria itu. Titisan air terjun dari atap sampai membuat genangan keruh di atas tanah plesteran. Suara titisan air itu mengisi kesenyapan dalam ruangan yang kosong. Kaki jenjang seorang wanita dan pria masuk, mendekati pria yang tak sadarkan diri di kursi. Masker hitam melingkupi mulut pria itu. Sementara wanita itu tidak mengenakan masker, membiarkan paras cantiknya terlihat dengan rambut terikat. Iris mata tajam, rahang yang tegas, serta sebuah pistol disert eagle yang selalu melekat di tangan, siapa lagi wanita itu kalau bukan Aghata. Aghata datang bersama seorang pria, tetapi bukan A
Aghata mendekati Gisele sambil mencoba mengokang peluru dalam pistol. Hal itu membuat sekujur tubuh Gisele gemetar hebat. Dinding di belakang Gisele menjadi titik henti dorongan tubuhnya. Titisan air terjun melalui sudut mata Gisele, tetapi tangisan itu tidak berpengaruh pada langkah Aghata yang semakin dekat. “Apa maumu?” teriak Gisele dengan tangis sambil menunduk. Aghata berdiri tegak di hadapan Gisele sambil menyeringai, tubuhnya perlahan menurun hingga setara dengan Gisele. Ia berkata, “Sederhana saja. Aku ingin kau tidur bersama Anderson malam ini.” Gisele terkejut sampai mengangkat kepalanya menatap Aghata. “Tidur dengan Anderson? Permintaanmu sangat aneh.” “Bukankah ini keinginanmu juga? Tidak! Rasa obsesimu yang ingin tidur bersama dengan Anderson, benar?” tandas Aghata sambil menyeringai. Ia mengokang revolver di tanga
Pangkal lidah Gisele terasa kelu, ia lengah sampai tak menyadari kalau Anderson berada dalam satu ruangan dengan dirinya. Dan lagi, mengapa Anderson mengecam Gisele agar ia tidak melarikan diri? Mungkinkah Anderson mengetahui rencana tersembunyi Gisele lalu berniat membunuhnya di dalam ruangan itu? Gisele mencoba untuk tenang, kemudian ia berkata, “Kenapa kamu berpikir aku akan melarikan diri? Memang apa yang ingin kamu lakukan?” “Aku tidak berpikir kamu melarikan diri. Lalu kenapa kamu berada di balik pintu, Gisele?” Mata Gisele membelalak ketika Anderson menyebut namanya. Itu berarti Anderson mengenali wanita di depannya adalah Gisele. Tetapi apakah Anderson mengetahui motif tersembunyi Gisele? Gisele berpikir Anderson sudah mulai mencurigai dirinya. Jika memang benar kecurigaan Anderson mulai tumbuh, maka Gisele harus cerdas memutarbalikkan keadaan. Ia berkata,
“Tentu saja aku yang mengunggah artikel itu,” ungkap Aghata dengan santai. Gisele terkejut bukan main. Kedua ujung alisnya hampir bertemu ketika menahan amarah yang kian memuncak. Dari awal Gisele sudah merasa kalau permintaan Aghata sangat mencurigakan, tetapi ia tak menyangka kalau rencana kemarin yang dia lakukan berujung skandal. “Dasar perempuan licik!” cemooh Gisele, “jangan bilang yang kamu maksud dengan kejutan adalah mengunggah artikel tentang skandal hari ini?” “Benar sekali! Selamat atas kejutan yang aku berikan, tapi foto itu baru awal dari rencanaku. Apa kamu tidak berpikir, kenapa aku menyuruhmu menahan diri selama 15 menit dan membiarkan Anderson merayumu lebih dulu?” Aghata menggantung ucapannya sambil beranjak dari kursi. Ia mendekat ke arah Gisele, menarik satu kursi untuk duduk di sebelah Gisele. Sementara mata Gisele mengekor pada Aghata sampai