Share

Eps 03

Setelah mendapat perawatan dari psikiater akhirnya Tian kembali tenang, dokter tersebut juga memberi selembar resep untuk di konsumsi Tian. Tak hanya itu, dokter juga mewanti-wanti untuk tak membahas apapun yang akan memancing emosi Tian.

"Terima kasih, kami akan mengingat semuanya," ucap Wirma yang mengantarkan dokter tersebut keluar dari rumah.

Sedang di dalam kamar nampak Lecy masih terus bertanya tentang apa yang terjadi dengan saudarinya itu. Ia juga bertanya tentang kedatangan Ratian bersama kedua orang tuanya.

"Di mana om Prambu juga tante Saci?"

"Lecy, tolong jangan pernah bahas mereka lagi apalagi di depan Tian."

"Ya tapi kenapa? Kenapa nggak boleh sih Bun?"

"Nanti pasti akan kami ceritakan, tidak sekarang sayang," sahut Wirma yang baru masuk ke dalam kamar.

"Gimana?"

"Aku suruh bibik beli obatnya," jawab Wirma.

Merasa diabaikan membuat Lecy memilih untuk keluar dari dalam kamar, Wirma juga Dewi hanya bisa saling bertukar pandang.

"Ayah, siapa ya yang nantinya pantas mendampingi Tian? Bunda nggak bisa tenang kalau Tian dengan orang asing," sembari membelai rambut Tian yang tengah tertidur pulas.

"Itu yang sedang ayah pikirkan juga, siapa yang harus kita pilih ini?"

Keduanya sempat terdiam dengan pemikiran masing-masing sebelum tiba-tiba bersamaan menyerukan jawabannya.

"Ardan."

"Ardan."

***

Jakarta,

Nampak seorang anak muda sedang bermain dengan bola basketnya, begitu gagah juga sangat tampan. Ardan Sidarta, anak sulung dari pasangan Wirma juga Dewi yang kini tumbuh menjadi laki-laki penuh karisma dan banyak digandrungi teman wanitanya.

Ardan sendiri saat ini menempuh pendidikannya di Jakarta dan jauh dari keluarganya, tak jarang orang yang sering membatunya adalah keluarga Prambu. Saling mengenal lama membuat Prambu juga Saci sudah menganggap semua keturunan Wirma adalah keturunannya juga.

"Ada apa ini, kenapa bunda tiba-tiba minta gue pulang? Tumben," herannya setelah membuka pesan masuk di ponselnya.

"Woy bro, weekend kita main ke apartemen loe ya," ujar Bayu sahabat Ardan.

Bayu, Nico, Wira, Sarah juga Ambar adalah teman satu kampus Ardan. Bisa dibilang jika mereka adalah sahabat yang selalu menemani Ardan selama ini.

"Nggak bisa, gue balik ke Surabaya dulu. Nyokap minta pulang ini," sahut Ardan sembari membereskan pakaiannya.

"Gue boleh ikut nggak," tanya Sarah dengan antusiasnya.

"Lain kali aja ya, lain kali gue bawa kalian ke rumah gue di desa sana."

"Okelah bro, loe udah janji ya," sahut Wira dan diikuti yang lainnya.

Dan disini lah saat ini Ardan berada, di depan rumah yang sudah lama tak ia kunjungi semenjak sibuk dengan tugas kuliahnya. Senyum merekah menghiasi wajah tampannya, baru ingin mengetuk tiba-tiba saja pintu sudah terbuka dengan sendirinya.

"Ardan?"

"Hai bundaku sayang," melambaikan tangannya.

Betapa bahagianya Dewi melihat putra kesayangannya pulang, ia segera merengkuh Ardan dengan begitu erat seakan tak ingin melepaskannya lagi. Sungguh ia sangat merindukan putra sulungnya itu yang semakin dewasa.

"Ayah di mana? Kenapa sepi sekali?"

"Kita langsung ke ruang kerja ayah saja kalau gitu."

Tak jauh berbeda dengan Dewi, Wirma juga memeluk erat sang putra yang akhirnya ingat rumahnya. Ia terlalu bahagia dengan kepulangan Ardan hingga sejenak ia lupa dengan tujuannya, hingga Ardan menanyakan tentang alasan ia diminta pulang barulah Wirma tersadar.

"Duduklah," pintanya.

Ardan dengan serius mendengarkan semua cerita dari ayahnya, sesekali bundanya akan menggenggam tangannya saat dirasa anaknya sedang di liputi emosinya.

"Siapa yang melakukan itu Yah? Kenapa mereka kejam sekali," emosinya.

"Tapi bukan ini tujuan kami meminta kamu pulang Ardan."

"Lantas?"

"Ayah mau lusa kamu menikahi Ratian."

Seperti mendengar sebuah candaan, Ardan tertawa dengan begitu kencangnya. Bahkan tawa itu membuat air mata Ardan keluar dari pelupuk matanya.

"Ayah jangan bercanda, Om juga Tante baru saja meninggal. Ayah nggak boleh bercanda begini."

"Ayah serius Ar, ayah nggak main-main."

Seketika tawa itu lenyap dari wajah tampannya, berganti dengan raut marah yang begitu menakutkan. Wirma kembali mencoba menjelaskan alasan dibalik pernikahan ini, namun nampaknya Ardan sama sekali tak dapat menerima itu semua.

"Di mana anak manja itu? Pasti dia kan yang merajuk sama kalian dengan keinginannya ini," tuduh Ardan yang langusung keluar begitu saja mencari keberadaan Ratian.

Tak butuh waktu lama bagi Ardan menemukan Tian, dengan kasarnya ia menarik tangan Tian untuk mengikutinya.

Lecy marah melihat Tian diperlakukan kasar oleh kakaknya, ia  pun berteriak memanggil kedua orang tuanya.

"Masuk loe! Loe kan yang merengek sama orang tau gue dengan pernikahan ini," bentaknya setelah melempar Tian diatas ranjanganya.

Tian hanya diam dengan semua tuduhan dari Ardan, ia seakan tak perduli dengan semua yang di ucapkan Ardan padanya. Begitu marahnya hingga tanpa sengaja Ardan memecahkan sebuah vas bunga hingga hancur menjadi kepingan.

Pyar..!

"Loe tuh beneran anak manja ya, nyusahin aja tau nggak! Gara-gara loe juga kan om Prambu sama tante Saci meninggal." tuduh Ardan dengan begitu kejamnya.

Lecy terkejut dengan apa yang di dengarnya, lebih terkejut lagi saat mendapati Tian sudah berdiri dengan pecahan kaca ditangannya.

"Iyakah papa sama mama meninggal gara-gara aku?" tanyanya dengan mata berkaca-kaca.

"Ya," mantap Ardan menjawab. Nampak Tian tersenyum dengan tatapan kosongnya mendengar jawaban Ardan barusan.

"Ratian!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bayu Wicaksono
fighting!!!!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status