Share

Bab 3

“Saya hutang lagi ya mbak, saya butuh banget buah dan sayur – sayur ini,” bisikku kepada mbak Mina, seorang penjual sayuran keliling langganan.

Aku tak mau ada orang lain yang mendengar dan menjadikan bahan pergunjingan, apalagi jika kebetulan mertuaku melintas dan tahu bahwa aku sedang ngutang belanja di tukang sayur. Mampuslah aku.

“Oh, tenang saja mbak. Ibu menyusui harus rajin makan buah dan sayur biar ASI lancar,” ucapnya dengan senyum jumawa.

Hatiku lega mendengarkannya. Setelah seharian sumpek melihat sikap ibu mertua yang selalu menyalahkanku, ada juga orang yang baik kepadaku di lingkungan ini.

“Untuk totalannya, akan saya bayar bulan depan, janji deh.” Bisikku lagi.

Aku ingin membuktikan perkataan ibu mertua dengan menyajikan masakan enak untuk suamiku dua hari ke depan dari sayur dan buah yang kuhutang barusan, meski pun dengan makanan sederhana sebab Mas Marvin belum memberiku uang belanja untuk minggu ini.

Kebetulan Aghis tertidur, akhirnya kuputuskan membeli sayur mayur pada mba Mina yang kebetulan lewat di depan rumah.

“Halah tenang saja, ini ada jamu gepyok untuk diminum, bisa melancarkan ASI.” Jelas mbak Mina mengulurkan sebuah botol plastik berisi minuman berwarna hijau pekat.

Aku mengernyitkan dahi.

“Berapa mbak ini?” tanyaku ragu. Aku takut jika menambah jumlah hutangku kepada mbak Mina sementara, aku sendiri tidak tahu kapan mas Marvin akan memberiku uang belanja lagi.

“Alah, ini gratis,” ucapnya memaksaku menerima jamu gepyok. Jamu yang terbuat dari rebusan daun pepaya dan juga rempah – rempah pilihan.

Bibirku melengkung sempurna.

“Wah, makasih mbak.” Segera kuterima jamu itu dan gegas memasuki rumah. Karena Aghis sedang tidur sendirian di kamar. Aku takut jika anak bayiku menangis karena terbangun dan tidak ada yang menjaga.

Sampai di rumah, gegas kuminum jamu gepyok dengan buru – buru. Rasanya cukup menyegarkan meski sedikit pahit dan sepet di lidah. Semoga saja, ASIku bisa keluar deras berkat meminum jamu ini.

Aku tidak mampu membeli pil ASI booster yang terkenal di social media itu, karena harganya cukup mahal. Daripada kubuat membeli obat, mendingan kupergunakan untuk membeli diapers dan minyak telon mengingat kebutuhan kami semakin banyak sementara, hanya mas Marvin yang bekerja di rumah ini.

“Minum apa kamu Furika?”

Sebuah suara cempereng mengagetkanku dari belakang, sampai membuat aku tersedak. Ada sensasi nyeri di tenggorokanku.

Ternyata, lagi – lagi ibu mertuaku berkunjung tanpa permisi. Aku tidak pernah mengunci pintu ruang tamu karena ibu mertua pernah protes dan menilaiku sombong tidak mau menerimanya berkunjung.

“Ini jamu gepyok, Bu.” Jelasku menunjukkan botol kepadanya.

“Kamu jangan sembarangan minum jamu ya! Kalau ngefek ke cucuku gimanagimana?" Bentaknya meraih paksa botol berisi jamu yang tinggal setengah itu.

“Ini alami kok, Bu." Balasku membela diri.

“Jamu ini bisa melancarkan ASI,” sambungku lagi.

Kukira, ibu mertua akan senang melihat usahaku agar ASI-ku keluar lancar. Ternyata sama saja.

“Kamu yakin dengan kandungannya? Kalau ternyata bikin efek samping ke bayimu gimana?”

“Ih, kamu kok nggak mikir sih!” Gegas diambilnya botol itu dan membuang isinya ke kamar mandi.

Sedih rasanya aku menyaksikan, tapi Namanya ibu mertua pasti tidak menerima segala bentuk protesku.

“Kamu itu jangan minum jamu dan obat sembarangan! Ngaco kamu!” Hardiknya, kemudian berlalu mengintip bayiku yang tertidur di kamar.

Setelah melihat Aghis tertidur pulas, barulah ibu mertua kembali pulang ke rumahnya yang letaknya di sebelah timur rumahku.

Aku jadi heran. Kenapa ibu mertuaku tidak mengenal minuman tradisional ini? Orang terlahir dari manakah dia?

Jika begini aku hanya bisa menggelengkan kepala dan pasrah. Berusaha melupakan segala ucapan ibu mertua ketimbang menjadikannya beban dan membuat moodku hancur.

“Sabar Furika, jangan setress ibu menyusui tidak boleh setress,” ucapku menggurui diri.

Sesuai ilmu yang kupelajari, kondisi psikis seorang ibu juga mempengaruhi jumlah ASI yang keluar. Itulah mengapa, aku berusaha menutup kuping dari segala komentar pedas dari orang – orang yang hanya bisa menuntutku tanpa peduli dengan apa yang kualami sekarang.

Walau, aku yang baperan ini kerap tersinggung dengan ucapan ibu mertua dan para iparku yang selalu membuatku meradang.

****

Hari ini cukup melelahkan, meski bekas jahitan oprasi belum kering dan terasa nyeri sesekali. Aku tetap melakukan pekerjaan rumah seperti yang aku bisa.

Memasak, mencuci dan menyapu rumah. Agar ibu mertua dan kakak ipar tidak bawel mengomentari segala sisi kekuranganku. Aku ingin membuktikan, tidak selemah yang mereka kira.

Makannya, kuabaikan rasa sakit di bekas jahitan ini demi mewujudkan tuntutan mereka ‘aku harus menjadi wanita serba bisa’ tanpa peduli keadaanku sekarang.

Anakku menangis terus seharian, untunglah ASIku sudah bisa keluar perlahan meski tidak banyak.  Jadi, bisa digunakan untuk menenangkan Aghis saat nangis seperti ini.

Karena Aghis selalu menangis jika diturunkan di kasur, minta digendong terus. Dengan terpaksa, aku makan siang dengan menggendongnya.

Perutku yang keroncongan semalaman, akhirnya keisi makanan berat juga. Aku senang karena jika perut kenyang dan ibu cukup makan sayur dan buah ASI akan semakin deras.

“Furika! Kamu tega banget sih, gendong sambil makan kayak gitu!” lagi dan lagi, suara itu mengagetkanku.

Kali ini, bukan ibu mertua yang datang. Melainkan, Iza kakak ipar keduaku.

Mas Marvin adalah anak ke 3, memiliki 3 saudara perempuan semua. Kakak – kakaknya sudah menikah semuanya dan memiliki satu adik perempuan yang masih kuliah.

Mbak Iza berjalan cepat ke arahku, dan meraih gendonganku dengan paksa.

Padahal, anakku sudah hampir mau tertidur akhirnya bangun lagi karena kaget.

“Kamu itu sembrono! Gimana kalau anakmu jatuh? Gendong gak becus!”

Cles.

Ucapannya begitu ringan keluar dari bibir Mbak Iza, seolah menilaiku tidak bisa menggendong anak. Meski pengalaman pertama mempunyai anak, aku tidak sebodoh yang mbak Iza kira. Gendonganku juga rapet, meski aku menyangga bayiku dengan satu tangan. Sementara, nasi juga kuletakkan di atas meja.

“Ada apa Iza? Kok teriak – teriak?”

Dan disusul oleh ibu ratu alias ibu mertua, yang datang dengan tampang judesnya. Aku dibuat pusing dengan sikap keluarga suamiku jika begini.

Harusnya, mereka sedikit sungkan dan permisi jika memasuki rumahku, apa mereka tidak bisa?

“Lihat ibu, Furika sembrono, gendong sambil makan,” jelas Mbak Iza sambil mengayun anakku.

“Benar begitu? Susah banget dibilangin sih Furika! Ini bayi, bukan boneka, kalau jatuh kamu bisa tanggung?” seperti yang ditebak, ibu mertua akan nerocos Panjang lebar menyalahkanku.

“Tapi bu–"

“Marvin akan marah jika tahu semua ini,” imbuh ibu mertua.

Drama ini lagi dan lagi terjadi. ibu dan iparku selalu mendikte seolah – olah apa yang mereka ucapkan benar, dan aku seperti orang bodoh yang mereka gurui. Dan seperti biasa, aku lah yang mengalah dan memilih diam, membiarkan ibu mertua terus menerus menyalahkanku. Mungkin, sehari saja tidak berkomentar pedas rasanya seperti ada yang kurang.

“Lho, ada mbak Iza? Sejak kapan ke sini mbak?” terdengar suara bariton mendekati kami dari ruang tamu.

Ternyata, suamiku sudah pulang. Padahal, tadi pagi berpamitan akan lembur kerjaan.

“Mas, kok udah pulang?” Tanyaku menoleh ke sisi Mas Marvin. Dan suamiku tidak menjawab malah lebih antusias dengan kehadiran kakak keduanya di rumah kami.

“Marvin, lihat ulah istrimu!” Teriak Mbak Iza lantang.

“Furika? Kenapa?” tanya Mas Marvin menatapku.

“Istrimu itu yang dipikirkan perut saja, masak dia makan sambil gendong, bahaya kan?”

“Benar begitu, Dek?”

“B–bukan gitu, Mas!” aku terbata mencoba menjelaskan mana benarnya.

“Aku jadi ragu, istrimu ini becus apa nggak ngerawat anak,” sela ibu mertua sambil melipat kedua tangan di depan dada.

Marvin menggelengkan kepala dengan wajah kecewa, pria itu meraup wajah dengan tangan kanannya dan mengintip pada Aghis yang digendong mbak Iza.

“Apa benar kata nenekmu tadi sayang? Lain kali, ibumu harus diajari menggendong agar tidak membahayakan keselamatan jagoan kesayangan papa,” ucapnya panjang lebar sambil mencuil pipi Aghis.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status