"Tidak! Aku tidak bisa pergi sekarang! Kau lihat apa yang kau lakukan pada mamaku?" Regina berusaha untuk melepaskan diri dari jerat tangan kekar pria tampan ini.
Henry berteriak dengan penuh kemarahan, "Kau masih menganggap orang itu sebagai Mama setelah apa yang dia lakukan padamu? Nona Regina, aku benar-benar tidak mengerti denganmu, kau menerima begitu saja saat diperlakukan tidak manusiawi seperti itu?""Benar, Mama, mereka berdua tidak pantas untuk dianggap keluarga," ucap Kevin ikut mengkritik keluarga Tan. Mata polosnya menunjukkan kekhawatiran melihat Regina."Kalian berdua tidak tahu apapun! Lepaskan, aku harus memastikan Mamaku baik-baik saja!" Regina melakukan pemberontakan, mencoba melepaskan diri.Henry justru menarik tangan Regina dengan lebIh kuat. Dia menoleh ke arah anak laki-laki yang berpenampilan mirip dengannya. "Kevin, kau masuk duluan!"Kevin tidak banyak bicara dan langsung masuk. Henry mendorong Regina masuk ke dalam lalu mengunci pintu mobilnya. Dia mengenggam erat bahu wanita yang menatapnya dengan penuh kebencian. "Nona Regina, kenapa kau begitu keras kepala? Aku tidak menarik tangan wanita tua itu dengan keras, tidak lagipula, aku juga sudah memberikan kompensasi yang cukup besar untuk itu.""Kalau begitu kau tarik saja apa yang telah kau berikan!""Menariknya? Apa kau pikir Tuan Tan akan menerimanya?" cibir Henry membuat Regina tidak bisa berkata-kata. " Kau pasti yang lebih mengenal pria tua itu. Namun, jika kau memang masih nekat untuk tetap di keluargamu yang tidak bermoral itu, aku tidak akan memaksa, aku memberimu waktu 10 detik."Regina memikirkannya itu. Dia dapat membayangkan ekspresi apa yang akan dibuat oleh keluarganya dan juga hukuman lain yang akan dia tangung. Cengkeraman tangan Regina semakin erat."Waktu habis. Karena kau diam, aku akan menganggapmu setuju. " Henry tersenyum puas. "Cepat masuk!""Mama, kau tidak akan menyesal tinggal bersama denganku dan Papa. Pasti kau akan lebih bahagia," ucap Kevin dengan antusias."Apanya yang bahagia tinggal dengan dua pemaksa." Regina mengatakan dengan begitu pelan, seperti hanya sebuah gumaman untuk dirinya sendiri."Apa yang kau katakan?""Apa yang mama katakan?"Ayah dan anak laki-laki dengan kompak bertanya."Tidak ada. Aku sedang tidak ingin bicara dengan kalian berdua!" ucap Regina.Henry justru mencubit pipi Regina. "Kau ternyata bisa juga merajuk dan membuat ekspresi imut ini? Aku kira kau hanya bisa menunjukkan wajah seperti Harimau betina yang siap menerkam semua orang. ""Lepaskan tanganmu, itu tidak lucu!" ucap Regina menepis tangan Henry."Mama, apa aku perlu mencubit pipi Papa untukmu?" ucap Kevin tiba-tiba .Regina menoleh ke arah anak laki-laki itu. "Baiklah, cubit pipinya dengan keras!"Regina memindahkan tubuh mungil itu ke tengah agar dekat dengan Henry."Oh, kau ingin mencubit pipiku? Lihat, lebih cepat aku atau kau yang melakukannya!" Henry menganggap ini sebagai tantangan."Ok!" Tangan kecil itu dengan lincah dapat mencubit Henry begitu juga dengan Henry."Papa tidak bisa mengalah pada anak kecil?" ucap Kevin dengan nada menegur."Ini adalah pertarungan, tidak ada yang namanya kalah mengalahkan. Semua harus imbang."Regina hanya menjadi penonton dan menyaksikan pria dewasa dan seorang anak kecil yang sama-sama tidak mau mengalah walau kedua pipi mereka sudah merah.Regina tiba-tiba tertawa melihat wajah merah mereka. Tawa renyah yang lepas kendali membuat Kevin dan Henry menoleh."Nona Regina , apa kau baru saja tertawa?" tanya Henry seolah menanyakan sesuatu fenomena langka terjadi.Regina dengan cepat berhenti tertawa. "Tidak. Kau salah lihat. Lebih baik kalian berhenti bertengkar dan bersikaplah tenang." Regina mengalihkan pandangan ke arah lain dan kembali menunjukkan topeng ekspresi datar yang biasanya dia gunakan.***Mereka sampai di rumah. Kevin keluar dan masuk ke dalam rumah dengan santai.Para pelayan menyapa mereka."Paman, kau benar-benar tidak banyak berubah ya. Tidak, kau tidak lagi memiliki keriput," ucap Kevin pada kepala pelayan.Kepala Pelayan menatapnya dengan kebingungan. Tidak hanya dia yang bingung, tapi Henry juga."Papa, aku ke kamar dulu ya. " Kevin langsung pergi begitu saja dan berjalan menuju tangga."Hei, tunggu! Biarkan pelayan mengantarmu ke kamarmu.""Tidak perlu. Aku bukan anak umur 3 tahun yang tidak bisa mengenali kamarku." Kevin menaiki tangga dengan cepat."Ikuti dia, siapa tahu dia nanti salah masuk kamar," ucap Henry.Salah satu pelayan wanita dengan cepat keluar dari barisan dan mengejar anak laki-laki itu."Kepala Pelayan, apa kau akrab dengan anak itu dan membawakan ke rumah?" tanya Henry menatap kepala pelayan dengan curiga."Tidak, Tuan. Saya tidak mungkin berani membawa orang masuk. Anak itu, siapa dia? Dia kelihatan mirip dengan Tuan Muda.""Aku akan memberitahu lain kali, untuk sekarang perlakuan dia dengan baik!""Baiklah, Tuan. Namun, kenapa Nona Tan juga ada di sini malam-malam begini?" tanya Kepada pelayan heran."Dia akan tinggal di sini untuk waktu yang lama." Henry menarik tangan Regina. "Ayo, ikut denganku ke ruanganku."Para pelayan menatap kedua orang itu dengan heran karena dua orang musuh justru bersama.***Di dalam ruang kerja milik Henry, sudah ada Asistennya di sana. "Apa kau sudah menyiapkan kontrak yang aku minta?" tanya Henry.Asistennya menyerahkan dokumen itu. "Saya juga sudah mengirim sampel ke lab dan hasil tes DNA bisa diakses online setidaknya 1 Minggu.""Minta mereka percepat!""Ya, Tuan Muda.""Regina, duduklah. Kita akan mulai membuat kontrak pernikahan. Periksalah dan katakan hal yang membuatmu keberatan dalam kontrak ini." Henry memberikannya pada Regina."CEO Jian, bukankah anak itu masih belum dipastikan anakku juga? Kita tidak harus menikah!" ucap Regina."Tidak perlu menikah kau bilang? Aku sudah memberikan tanah di kota B untukmu, tapi kau justru menolaknya? Apa kau ingin tetap dalam kendali orang tua jahat itu?" Henry menujukkan wajah ketidakpuasan."Bagaimana jika aku membukanya dengan tanah yang lain atau set apartemen di--""Apa kau yakin bisa melakukannya? Bukankah semua itu masih di kendalikan oleh Tuan Tan?""Apapun itu, aku akan membayarnya asalkan kita tidak menikah. Lagipula kita berdua tidak cocok satu sama lain dan hanya ada kebencian sekaligus persaingan di antara kita. Melanjutkan juga akan berujung pada kehancuran. " Regina dengan teguh menolak."Nona Regina, lebih baik kau baca dulu kontraknya. Lagipula, kita berdua pasti akan mengalami pernikahan demi keuntungan bisnis. Daripada kita mendapatkan orang asing, kenapa kita tidak bekerja sama? Hanya 2 tahun menjadi pasangan, setelah itu kita akan bercerai!" Henry memberikan penawaran.Regina belum sempat menjawab ketika suara keras terdengar.BrakPintu tiba-tiba saja di buka dengan kasar. "Bercerai? Tidak! Tidak boleh ada perpisahan!"Henry dan Regina menoleh ke arah anak laki-laki yang menerobos masuk. "Kevin, kau tidak boleh masuk begitu saja!" ucap Henry memberikan nasihat. Kevin melangkah maju, "Papa, kenapa papa tidak mengajakku berdiskusi tentang ini? Jika aku tidak turun dan mendengar pembicaraan para pelayan, aku tidak akan tahu ini. Berikan kontrak itu, aku harus menghapus klausa tentang perceraian itu!" Henry menjauhkan kontrak di tangannya, mengangkatnya tinggi untuk jauh dari jangkauan anak laki-laki yang memiliki tinggi kurang dari 150 cm ini. "Anak kecil tidur seharusnya ikut campur masalah ini. Biarkan orang dewasa mengatasi ini.""Hanya karena aku anak kecil, aku tidak memiliki hak untuk menyampaikan pendapatku? Kenapa orang dewasa selalu egois. Saat kalian berpisah nanti, bagaimana denganku? Kalian tidak pernah memikirkannya, kan? Semua sama saja, aku benci kalian!" Kevin melupakan emosinya lalu berlari pergi meninggalkan tempat itu.Regina menatap kepergian anak itu tanpa berkedip. Pikirannya me
"Apa? Tetap awasi dia sampai kami tiba di sana!" ucap Henry. Dia kemudian mengakhiri panggilan. "Ada apa? Apa terjadi sesuatu dengan anak itu?" Regina hanya menunjukkan ekspresi datar, tetapi nada suaranya di penuhi dengan kekhawatiran. "Anak itu tiba-tiba saja turun di pinggir jalan dan hanya berdiri diam di sana. Anak buahku sudah memintanya untuk ikut bersama mereka, tetapi dia tidak mau." Henry menjelaskan kejadiannya dengan selengkapnya mungkin. "Dia ingin kita yang menjemputnya sendiri. Anak itu, daripada dia punya sifat egois dan keras kepala yang menyebalkan itu?""Susah pasti kau. Kalian berdua seperti hasil copy-paste, benar-benar mirip," cibir Regina. "Aku tidak egois dan keras kepala seperti itu. Kau pasti yang menurunkan sifat itu. Lihat, terlihat jelas dari caramu bicara.""Sudah jelas itu anakmu, dia pasti mewarisinya darimu. Aku tidak ada hubungannya dengan itu. Nama terakhirnya juga Jian bukan Tan.""Hei, aku tidak mungkin memiliki seorang anak sendirian. Kau yang m
"Tidak. Aku tidak mau. Kenapa kita tidak memulai dengan memanggil nama masing-masing," ucap Regina dengan tegas memberikan penolakan pada permintaan yang tidak dia inginkan. Henry menatapnya tajam. "Kita adalah pasangan yang saling mencintai. Jika tidak menunjuk dengan panggilan biasa saja siapa yang akan percaya. Regina, ini tidak seperti kau tidak pernah pacaran dan memberikan panggilan kesayangan, kan?" Regina memegang tengkuknya, membuat Henry memberikan kesimpulan yang mengejeknya, "Serius, kau benar-benar tidak pernah pacaran? Apa tidak ada yang memanggilmu 'sayang' kalau begitu, apa aku akan menjadi orang pertama?""Berhenti mengolok-olokku. Aku tidak sepertimu yang dengan mudah memanggil dengan panggilan memalukan itu. Kau selama ini menyebar panggilan sayang untuk setiap gadis yang berkencan untuk tidur denganmu. Aku tidak ingin kau menyamakanku dengan mereka!" Regina menatapnya dengan marah. Dia bangun dari sofa, ingin segera mengakhiri semua ini. "Kita sudah selesai bukan?
Regina dan Henry tiba di kantor pendaftaran pernikahan, disambut oleh banyaknya pertanyaan yang tertangkap telinga mereka. Sorot kamera dan mikrofon terarah pada mereka. "Apa kalian datang untuk mendaftarkan pernikahan?""Apa benar kalian sebenarnya telah menikah sejak muda, tetapi kenapa kalian tidak segera mendaftarkan pernikahan?""Kenapa kalian menyembunyikan hubungan kalian?"Regina dan Henry tidak punya waktu untuk berpikir alasan apa yang tepat untuk menjawabnya. Namun, ada satu pertanyaan yang menarik perhatian Regina "Nyonya, apa dress yang anda gunakan adalah rancangan Nyonya Jian? Apa ibu mertua anda membuatnya secara khusus?" Ini memberikan kejutan besar bagi Regina yang membuatnya tidak bisa berhenti berpikir. Ada banyak pertanyaan yang ada di kepalanya. Apalagi, dia ingat dengan apa yang dikatakan oleh Nyonya Jian di sebuah wawancara. Henry menanggapi para wartawan yang berisik itu, "Maaf, kami akan mengadakan konferensi press nanti. Saat ini, kami harus segera masuk d
"Kau bisa pergi sekarang! Ini akan menjadi bukti hubungan kita, " desak Henry marik tubuhnya menjauh dan melebarkan jarak antara mereka. "Kau bisa membuka pintunya sekarang."Regina memandang pria yang bahkan tidak memiliki penyesalan apapun. Dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-katanya tersangkut dalam tenggorokan. Tidak jelas mengapa perasaan kacau ini muncul yang menimbulkan kemarahan dalam hatinya. "Apa ada yang ingin kau katakan padaku?" tanya Henry melirik ke arah Regina yang tidak bergerak sedikitpun. Regina hanya diam, melangkah keluar dari mobil dengan perasaan geram. Tidak lupa dia membanting pintu dengan keras. Regina menoleh ke arah kaca mobil, melihat ekspresi kesal dari wajah Henry, perasaan sedikit puas menjalar di hatinya. Regina melangkahkan kaki dengan pandangan lurus, dia menyadari karyawannya yang menatapnya. Sepertinya tujuan Henry telah tercapai untuk menimbulkan gosip tentangnya. Ingatan tentang ciuman yang dibicarakan orang-orang membuatnya terganggu, ba
Wanita itu menarik tubuh Henry menjauh dari Regina. Regina dapat melihat wanita yang dari raut wajahnya terlihat setidaknya berusia lebih dari 40 tahun. "Henry ikut denganku!" Wanita itu menarik tangan Henry dengan keras. "Aku tidak bisa meninggalkan istriku, kita akan bicara lain kali." Henry menepis tangan wanita itu. Wanita itu kembali lagi memegang tangannya dan mengernyitkan kening, terlihat kesal, "Aku tidak akan melepaskanmu kali ini."Regina dapat melihat obsesi dari tatapan mata wanita ini. Tanpa sadar lengannya merangkul lengan Henry dengan posesif. "Maaf, bibi. Aku tidak bisa membiarkan suamiku berbicara hanya berdua dengan wanita lain. Bisakah kau tidak menganggu suamiku?" Henry merespon tindakan Regina dengan cepat dan secara alami memainkan perannya. Tangannya kembali menepis tangan wanita lain itu untuk kedua kalinya dan merangkul Regina dengan cara yang begitu intim. "Istriku sayang, aku tidak akan melakukan hal yang tidak kau sukai." Suaranya begitu lembut pen
"Apa kau sedang bersama dengan pria itu sekarang? Regina, Kau berani pergi meninggalkan kantor hanya untuk urusan pribadi yang tidak berguna, lebih baik urus surat pengunduran dirimu saja! Aku tidak butuh seorang anak yang tidak memiliki tanggung jawab dalam pekerjaan.""Papa, aku tidak bermaksud untuk mengabaikan pekerjaanku. Hanya saja aku--" Regina mencoba untuk memberikan penjelasan. "Cepat kembali ke kantor sekarang juga!" Tuan Tan dengan tidak sabar memotong ucapan Regina dan mengakhiri panggilan. Regina menunjukkan ekspresi rumit di wajahnya. Sentuhan lembut di bahunya membuat Regina menoleh. Seorang pria tampan sedang menatapnya dengan lembut berkata, "Ada apa? Apa terjadi sesuatu?""Aku masih memikirkan pekerjaan di kantor. Lebih baik kita pulang sekarang," ucap Regina dengan tenang. "Tapi, kau bahkan belum memilih satupun pakaian." "Tidak masalah, aku bisa meminta sekertarisku melakukannya. " Regina melangkah meninggalkan toko dengan cepat. Dia bahkan tidak menyadari bah
"Apa Anda masih akan tetep menunggu?"Anak laki-laki itu menolehkan sebentar. "Ya, kenapa mereka masih juga belum datang?" Kevin dengan ekspresi khawatir berdiri di depan pintu. "Mungkin Tuan memiliki pekerjaan dan memilih lembur," ucap kepala pelayan yang berdiri di belakangnya. "Tapi, aku sudah memberi tahu Papa." "Tuan Muda, maaf saya harus mengatakan ini, kenapa Anda bersikeras untuk menyiapkan semua ini? Dan juga Tuan dan Nyonya adalah dua orang yang gila kerja. Bisa saja mereka tidak pulang."Kevin terdiam cukup lama. Ekspresinya terlihat semakin sedih. "Aku tahu ini mungkin terlihat sia-sia, tapi aku hanya ingin melakukan sesuatu untuk mereka. Tunggu satu jam lagi, jika mereka tidak datang aku akan membereskan semuanya." "Tuan Muda tidak perlu melakukan apapun. Kami yang akan membereskannya, ini tugas untuk para pelayan. Anda bisa istirahat setelah ini." Kevin menoleh ke arah kepala pelayan. "Paman selalu saja baik dan pengertian padaku. Terima kasih." "Ini adalah tugas s