Pria bermanik hitam itu menikmati minumannya tanpa di temani siapa pun. Hanya ada dua orang bartender yang berada dibalik meja pelayanan. Bahkan pengunjung pun tidak di perbolehkan untuk masuk ke sana.
"Camilla, Penelope, Camilla, Penelope."
Brian mengesap wiskinya sampi habis. Mengacak sekilas rambutnya yang lebat hingga terlihat berantakan. Dasi yang dia gunakan pun ditarik begitu saja.
"Dimana kau Camilla, kenapa kau sama sekali tidak memberi kabar padaku." Brian mendengus kesal, sudah 2 bulan berlalu dan wanita itu sama sekali belum memberi kabar untuknya.
"Sepertinya akan ada pesta di sini" ejek Samuel yang tiba-tiba saja muncul.
Dia memberi kode kepada seorang bartender untuk membawakan minuman dan kemudian bergabung bersama Brian.
"Sedang apa kau di sini."
"Gedung ini milikku. Aku bebas berada dimana pun."
Brian terkekeh. Pusing kepalanya membuat dia lupa kalau ini adalah bar mini milik sahabatnya
"Apa ada masalah?" tanya Samuel dengan mata bergerilya
"Kau bicara padaku tapi matamu ke mana-mana."
"Aku mencari para wanita penghibur yang selalu kau tarik untuk menemani kesendirianmu. Tapi di mana mereka?" ucap Samuel masih mencari.
"Berengsek!"
"Aku serius."
Samuel tahu betul, semenjak di tinggal pergi oleh kekasihnya, kedatangannya adalah kegembiraan banyak wanita. Mereka akan berlomba-lomba untuk mendekati Brian untuk bisa menaklukannya.
Siapa pun wanita yang beruntung itu, dia akan menikmati malam yang indah bersama Brian. Namun, kali ini tampaknya sedikit berbeda. Dari tampilannya dia sedang memikirkan hal yang berat"Aku sedang tidak ingin ditemani siapa pun. Pikiranku sedang kacau."
"Apa belum ada kabar tentang keberadaan Camilla?"
Brian menggeleng. "Dia sama sekali tidak terlihat di manapun."
Brian sedikit mengerutkan kening. "Kau sudah memastikan di semua tempat yang biasa dia kunjungi, sahabat-sahabatnya?"
"Mereka juga tidak tahu.."
"Ada Apa dengannya, Apa kalian bertengkar sebelum dia pergi?"
"Tidak, kami baik-baik saja. Dia mengatakan akan kembali setelah 1 bulan, dan ini sudah bulan ke 3 Sam, apa menjadi seorang model harus melakukan pemotretan selama ini" ucap Brian dengan nada bergetar.
Mata Brian yang berkeliaran kini berganti fokus pada sahabatnya. Ucapannya seakan menghipnotis Brian untuk tetap melihatnya. "Kau yakin hubungan kalian baik-baik saja sebelum dia pergi."
"Apa aku terlihat sedang bercanda?" teriaknya. "Dan kini bahkan masalah baru muncul lagi."
Dia kembali teringat, beberapa hari yang lalu, saat ayahnya mengatakan tentang perjodohan. Awalnya Randika benar-benar geram, marah, dan dengan tegas menolaknya. Gadis yang dijodohkan oleh ayahnya itu adalah anak titipan dari mendiang sahabatnya. Dan Arumi, meskipun sering sekali mereka bertengkar. Gadis itu bahkan tidak dia anggap sebagai adik sendiri.
"Masalah apa lagi?"
"Daddy memaksa untuk menjodohkanku dengan Penelope."
"What?"
"Aku hampir gila memikirkannya."
"Kau bisa menolaknya bukan."
Brian menggeleng." Itu tidak mudah, Penelope memberi waktu 1 bulan untuk menemukan Camilla, jika dia tidak kembali padaku maka pilihannya aku harus mau melanjutkan perjodohan dengan Penelope."
"Kau Gila ... Mana bisa kau menikahi adikmu sendiri, ini pernikahan, bukan sedang berkompetisi," teriak Samuel.
"Dia bukan adik ku bodoh!"
"Ku pikir Ayahmu sudsh mengadopsinya."
Pemilik manik hitam itu meraih botol minuman dan meneguknya sampai habis. Dia berusaha bersiap tenang, tetapi sepertinya semua piliha terasa berat untuk dia jalani.
"Aku bingung, apa aku harus tetap menunggu Camilla, atau kah aku harus menerima perjodohan yang di inginkan Daddy. Benar-benar membuat ku semakin gila."
Randika melajukan Mobil nya sedikit lebih cepat, rasa lapar kini menghantuinya. Dia tidak sempat makan apa-apa di rumah tadi karena niatnya memang akan sarapan bersama Arumi. Tidak butuh waktu lama, Mobil Sport hitam miliknya kini sudah memasuki area parkir sebuah kafe. Namun gadis yang sedari tadi mengoceh itu malah terlelap. Randika mengamati wajah polos gadis yang akan menjadi tunangannya itu. Rasanya sangat tidak mungkin, gadis yang sudah dianggap seperti adiknya ini akan menjadi istrinya. Apalagi jika dia harus melakukan adegan ranjang bersama Arumi. Memikirkan adegan ranjang, tiba-tiba saja pikiran Randika bergerilya. Entah setan apa yang menghampirinya hingga membuat dirinya tidak bisa menahan hati untuk segera mencicipi bibir ranum gadis yang tertidur di depannya. Akhirnya, dengan segala gairahnya. Satu kecupan mendarat cepat pada bibir Arumi. Gadis itu sedikit bergeliat saat bibir keduanya mulai terpaut. Namun bukannya terbangun Arumi m
"Apa!" Arumi tidak dapat menahan emosinya tangannya bahkan gemetar dengan wajah merah padam. "Kau sudah mencuri ciumanku, dan sekarang kau mengatakan tahu siapa pria di dalam mimpiku? Dasar Pria mesum! Apa kau menyelip masuk ke dalam mimpiku tadi?" Terdengar kekehan kecil dari mulut Randika. Pria bermanik hitam itu benar-benar merasa puas karena telah berhasil membuat Arumi marah. "Dasar bocah, dia bahkan tidak tahu kalau itu adalah ciuman keduanya hari ini, ahahahaha kau terlihat sangat menggemaskan." Batin Randika. • • Makanan yang Randika pesansudah tiba. Meskipun marah tapi Brian menyiapkan semua sesuai dengan permintaannya. Dan untuk kesekian kalinya Arumi dia buat kaget dengan semua makanan yang di sajikan. Semua menu yang di sediakan membuat selerah makannya yang menggebu-gebu tadi menghilang.
"Apa!" Arumi tidak dapat menahan emosinya tangannya bahkan gemetar dengan wajah merah padam. "Kau sudah mencuri ciumanku, dan sekarang kau mengatakan tahu siapa pria di dalam mimpiku? Dasar Pria mesum! Apa kau menyelip masuk ke dalam mimpiku tadi?" Terdengar kekehan kecil dari mulut Randika. Pria bermanik hitam itu benar-benar merasa puas karena telah berhasil membuat Arumi marah. "Dasar bocah, dia bahkan tidak tahu kalau itu adalah ciuman keduanya hari ini, ahahahaha kau terlihat sangat menggemaskan." Batin Randika. • • Makanan yang Randika pesansudah tiba. Meskipun marah tapi Brian menyiapkan semua sesuai dengan permintaannya. Dan untuk kesekian kalinya Arumi dia buat kaget dengan semua makanan yang di sajikan. Semua menu yang di sediakan membuat selerah makannya yang menggebu-gebu tadi menghilang.
"Tuan!" Randika, dan Brian yang sedang asyik berbincang pun kaget seketika menoleh ke arah sumber suara itu. Randika melebarkan kedua bola matanya hingga sepurna Saat melihat Rilan yang berlari menggendong Arumi ke arah mereka. "Rilan!" "Tuan, bantu aku." "Apa yang terjadi?" "Aku tidak tahu Tuan, tadi saat melewati pintu lobi, Rumi tiba-tiba merasa pusing. Aku pikir hanya pusing biasa, jadi Aku biarkan saja. Tapi setelah di jalan, dia bertingkah aneh dan mendesah berulang kali. Makanya saya bawa lagi ke sini. Jika ke Mansion, saya takut akan membuat Nyonya dan Tuan besar bingung," jawab Rilan terengah-engah. "Apa maksudmu mendesah?" "Aku juga tidak mengerti." "Cepat sandarkan dia di kursi," Pinta Brian yang sudah mulai gelisah. "Arumi!" Randika menepuk-nepuk kedua pipi Arumi agar gadis itu bisa sadar. "Arumi!" "Aah sakit." "Ada apa denganmu, kenapa kau seperti ini. Sadarlah.
"Tunggu!" "Ada apa Tuan, apa kau mencurigai sesuatu?" "Sebelum Ke kafe? Arumi terlihat baik-baik saja, dia juga belum makan apapun dari Apartemen karena aku menjemputnya sangat pagi. Apa jangan-jangan." Randika melirik ke arah Brian yang terlihat gelisah dan gugup. "Benar Tuan, pikiran kita sama." "Shit, BRIAN!!" "Ran maafkan aku," ucapnya penuh tekanan. Tanpa banyak bicara, Randika menarik tubuh Brian dan melayangkan pukulan kepada sahabatnya. Bugh ... Pukulan keras Randika membuat pria bermanik biru itu tersungkur dengan dara menyembur dari sudut bibirnya. Tanpa belas kasihan Randika kembali menarik kerak baju Brian dengan tatapan penuh kebencian. "Apa yang kau lakukan padanya." "Ma-maafkan aku Ran." "Cepat katakan!" "Aku menaruh sedikit obat di minumannya tadi." "What!" "Kau gila Brian!" Rilan mendekat ingin memberikan pukulan. Namun gelengan tatapan tajam Randika
Dengan susah payah ketiga pria itu membawa Arumi ke kamar. Setelah melihat Arumi sedikit tenang, Randika menyuruh Rilan untuk kembali segera ke kantor. Hari ini dia harus menggantikan Randika menghadiri rapat dan mengurus beberapa berkas penting. "Maaf Tuan, aku akan tetap di sini. Jika sesuatu terjadi para Rumi, siapa yang akan menolongnya." "Jadi kau pikir aku ini apa? "Aku tidak mau mengambil resiko. Kau bahkan membuat dia seperti itu Tuan," tunjuk Rilan pada Arumi yang sudah berada dibelakang Randika dan mulai bereaksi lagi. "Ini bukan perbuatanku, ini perbuatan Pria mesum itu, Arumi diamlah, kau bisa membuatku bergairah jika seperti ini, kalian berdua, bantu aku." Randika benar-benar kewalahan karena Arumi yang terus saja memaksa untuk mengelus dadanya. Dia bahkan mencium serta mencakar tubuh Randika. "Apa yang harus aku lakukan." Brian terlihat gugup samlai tidak tahu apa yang harus dia perbuat. "Apa aku harus memeluknya ag
"Tuan, bisakah kau tenang. Kau membuat kami pusing karena mondar-mandir seperti ini terus. "Diam kau!" "Lebih baik Anda kembali ke kantor." "Apa!" "Bukankah Clarisa sedang menunggumu? Dia bahkan sudah mengundurkan Rapat dua jam untuk mu. Biarkan aku saja yang berjaga di sini." Randika tersenyum miring, sedetik setelahnya dia menatap kesal. "Kau sudah berani memberi perintah rupanya." "Bukan begitu Tuan, tapi proyek kali ini sangat penting, jika kita gagal mengambil investor, Tuan Besar akan sangat marah kepadamu. Randika kini semakin menatap tajam ke arah sekretaris andalannya itu, sekarang dia malah membuatnya terpojok. Dia menekuk dahi bimbang. Kedua pilihannya saat ini sama-sama sangat penting. "Lebih baik kau saja Rilan, lihatlah pria ini sangat gelisah dia bisa mati penasaran jika memaksa untuk ke kantor." "Tutup mulutmu bangsat! Ini semua ulah mu." "Baiklah aku saja yang kembali." "Sungguh,
Randika masuk kembali ketika memastikan Brian sudah pergi. Namun tidak terlihat sosok gadis itu di sana." "Di mana dia?" Randika menuju kamar mandi untuk melihat jangan sampai gadis itu di sana. Terdengar olehnya suara air mengalir. "Arumi, apa kau di dalam?" Randika semakin panik, tidak ada sahutan dan air terus saja mengalir. Dia memutar gagang pintu untuk mencoba masuk, tapi ternyata pintunya terkunci dari dalam. "Arumi!! Apa kau di dalam?" Pria itu mengeraskan suara di ikuti dengan pukulan-pukulan kecil untuk membuat Arumi menjawabnya. Namun, setelah beberapa menit seperti itu, Arumi malah tidak menjawab hingga membuat Randika semakin panik. "Shiit." "Apa yang kau lakukan di dalam sana bodoh. Jawab aku." batinnya mengerang kesal. Sementara di dalam sana, gadis bermanik cokelat itu sedang menenggelamkan tubuhnya di dalam Bathtup. Reaksi obat yang makin bergejolak membuat tubuh Arumi panas hingga dia men