Diantara detikkan jarum jam, Ralin masih setia menunggu nama Arga dipanggil. Debaran jantung keduanya tak bisa disembunyikan, raut wajahnya gelisah. Jemari Ralin mencoba menyembunyikan semuanya dengan menyentuh ponsel pintarnya. Menunduk, menyembunyikan kegelisahan. Sudah hampir satu jam mereka menunggu bapak penjaga tata usaha kampus kembali menyebutkan nama Arga. Hari ini seharusnya Arga mendapatkan surat keterangan lulusnya, mendapatkan surat bahwa dia telah meraih gelar sarjana.
Seorang kakak tingkat mendekat, duduk di samping Arga dan mengajaknya berbincang. Membicarakan topik politik hangat meski bukan sesuatu yang menarik Arga dengar, tapi dengan seksama Arga mengikuti alur pembicaraan. Mereka asik berbincang, entah apa yang mereka diskusikan, tapi Ralin memilih untuk tidak mendengarkan. Politik bukan sesuatu yang ingin Ralin dengar, bahkan dia sangat membencinya. Bukan berarti dia tidak peduli pada negara ini, hanya saja Ralin tipe perempuan yang bertekad naik dengan prestasi untuk bisa melawan tikus bedasi. Ralin bangkit mengambil majalah di samping kursi, tangannya langsung membuka bagian cerpen dan membacanya dengan seksama.
"Arga Wijayanto?" panggil bapak penjaga tata usaha.
Ralin menutup majalahnya dan bangkit, sama halnya dengan Arga, dia mengambil sebungkus plastik berisi sekotak kue lapis dan memberikan kepada bapak penjaga tata usaha dengan senyuman, "Terimakasih Pak."
Bukan kue untuk memberikan suap, tapi memang bapak penjaga tata usaha memesan sekotak kue pada Arga sejak pagi tadi.
Selembar surat keterangan lulus dengan tulisan Arga Wijayanto, S. M telah di tangan Arga. Ralin menghembuskan napas lega, akhirnya Arga bisa lulus dengan nilai sangat baik.
"Alhamdulillah, akhirnya aku lulus ya Lin."
Arga tersenyum bangga dengan kertas yang dia pegang, begitu juga dengan Ralin, menatap dengan wajah berbinar. Akhirnya Ralin berhasil menemani suka duka Arga sampai dia mendapatkan surat keterangan lulus.
"Kayanya habis ini aku enggak bakal ke rumah kamu lagi, urusanku sudah selesai."
Deg. Seketika jantung Ralin seolah sakit seperti dihujam ribuan jarum yang membuat nafasnya tercekat. Namun semua itu tersembunyi dalam senyum Ralin yang tegar. Kalimat itu, ucapan Arga itu yang Ralin takutkan. Setelah ini semuanya akan selesai, dia takut setelah Arga tidak lagi bergantung kepadanya, semuanya akan selesai, mereka tidak lagi dekat dan menjadi orang asing. Bahkan mungkin tidak lagi saling mengenal satu sama lain.
Tanpa Ralin sadari dia meneteskan air mata, begitu sakit dan perih yang Ralin rasakan. Dia memalingkan wajah mengusap cepat air mata yang keluar tanpa diminta. Kalimat itu terus teriang di kepala Ralin, mengisi memori kosong di dalam otak Ralin dan mengobrak-abrik seluruh isi hatinya. Ralin ingin berteriak marah, tapi siapa dia? Ralin sangat kecewa, tapi apakah Arga memahami kekecewaan yang Ralin rasakan? Hanya bulir air mata yang mampu menggambarkan itu semua, rasanya campur aduk dan tak tertahankan.
Apakah ini sebuah perasaan dinamakan cinta? Ralin tak tau persis arti cinta itu apa, tapi yang jelas dia hanya mengetahui jika dia sangat peduli dengan Arga dari ujung kepala hingga ujung kaki. Semua yang Arga suka dan semua yang Arga tidak suka, Ralin menyukai semuanya. Bahkan dalam waktu singkat Ralin menyelesaikan semua permintaan Arga dengan ketulusannya. Sayangnya, Arga mengucapkan kalimat yang Ralin benci, kalimat yang seharusnya tidak Arga ucap.
Hembusan angin menerpa wajah Ralin, matanya menatap lurus, dia biarkan air matanya kering sementara, dia biarkan lukanya menguak tanpa tangis seenggukan. Di atas motor dalam boncengan Arga, Ralin mencoba kuat, mungkin ini adalah terakhir kali Arga membonceng Ralin, karena semua urusan dan kedekatan mereka selama ini telah usai.
Antara luka dan bahagia, mana yang harus aku pilih? Semuanya sama-sama lebih baik daripada hampa.Hari terakhir Ralin menjalani masa Kuliah Kerja Nyata, dia sebagai tim humas dalam kelompok KKN harus menyerahkan hasil laporan KKN kepada dosennya. Dengan langkah sedikit tergesa-gesa karena mengejar waktu sebelum salat Jumat, Ralin berhasil masuk ke dalam ruang dosen, sayangnya di sana pak Halim sudah tidak lagi duduk di tempatnya. Kosong.Ralin mengehela napasnya dan duduk di ruang tunggu, sembari mengisi kekosongan dia membuka aplikasi instagram yang sedang booming untuk melihat postingan foto danstory.Dia mengambil foto gambar ruang tunggu dosen dan menuliskan caption 'Demi tugas negara' lalu mempostingnya. Selang beberapa menit, notifikasi tertera di layar handphone Ralin, nama Arga yang muncul dan memberi komentar, "Ngapain kamu ngampus Lin?". Pertanyaan Arga berlanjut hingga membuat obrolan singkat yang mampu membuat Ralin tersenyum se
Aku bumi dan kamu matahari, kita saling menatap, tapi tak bersatu.Aroma parfum Arga kian memenuhi indra penciuman Ralin, begitu menyeruak sampai membuat Ralin mabuk tak berkedip melihat Arga di sampingnya."Ral, aku pinjam laptop kamu ya? Mau ngetik buat surat keterangan," kata Arga.Ralin seketika mengangguk mengiyakan dan menyodorkan laptopnya kepada Arga."Thanks."Ralin mengambil camilan kacang garuda dari tasnya dan saat baru saja dia buka, Arga sudah meminta."Suapin," ucap Arga."Ha?" Ralin lalu mengambil beberapa kacang lalu menyuapkan ke mulut Arga"Enak," ucap Arga."Ehem." Farhan sengaja berdehem karena melihat tingkah mereka berdua yang lucu.Ralin menunduk malu, lalu dia menaruh kacang di tengah meja dan menawarkan kepada teman lainnya. Arga tidak lagi meminta suapan kedua, dia memilih mengambil sendiri. Antara risih dan bingung karena tatapan teman-temannya. Jujur saja, sejak dulu m
Saat kau dekat, berhasil membuat aku terpikat.Sore ini adalah waktu yang pas bagi Ralin untuk berlari mengelilingi lapangan membakar kalori nasi goreng tadi pagi. Dengan sigap, Ralin mengenakan sepatu olahraganya dengan membawa hanphone dan berlari mengelilingi lapangan basket di dekat rumahnya. Putaran pertama masih terasa ringan, putaran kedua tubuhnya mulai memanas keringatnya bercucuran dan bajunya mulai basah.Putaran ketiga Ralin mulai merasakan napasnya tersengal, dia memilih duduk di pinggir lapangan. Tiba-tiba hanphonenya berdering, notifikasi line dari Arga. Entah kenapa akhir-akhir ini Arga semakin intens menghubungi Ralin. Dengan cepat Ralin membuka notifikasi itu dan bertanya kepadanya."Kamu enggak mau cari uang sediri ta Lin?"Ralin menyerngitkan dahinya, dia tidak memahami maksud Arga. Lalu dia membalas pesannya dengan bertanya apa maksud Arga. Selang lima menit kemudian Arga kembali membalas dengan memberikan gambar sebotol plas
Aku kira kita memiliki waktu yang lama. Tapi ternyata sangat singkat, sampai aku belum sempat mengucapkan selamat tinggal.Ralin memutar-mutar ponsel yang ada di dalam genggamannya. Dia sangat gelisah menunggu Arga karena sejak sejam yang lalu dia belum juga memberi kabar keberadaannya. Mereka telah berjanji untuk bertemu pagi ini bersama dengan kelompok kewirausahaan dulu. Ralin melangkah keluar dari kelasnya, dan berjalan menuju Gazebo bersama Monica, dan Maria. Satu teman lainnya bernama April ijin untuk tidak bisa mengikuti diskusi karena belajar menari. Baru saja sampai di depan lorong G9 Arga muncul dan menunjukan gigi putihnya. Ralin hanya menghela napas karena ternyata dia menunggu seseorang yang sejak tadi sudah ada disini namun di gedung yang berbeda."Ral, tunggu dulu. Kamu tau cara ngisi penilaian di sistem online?" tanya Arga."Penilaian sistem online? Seperti apa? Sistem non akademik?" tanya Ralin."Ya, dosen penasihatku tidak bisa,
Meninggalkan aku secara perlahan bagimu tidak menyakitkan, kamu salah. Semakin lama kamu pergi, semakin berat bagiku untuk berpaling.Sejak semalam Monica dan Ralin telah menyiapkan semua bahan untuk persiapan membuat makanan hari ini, mereka telah menentukan akan membuat cilok dan tahu fantasy dengan minuman soda gembira. Dengan mata berbinar dan semangat penuh kobaran api, Ralin mengambil tepung dan semua bahan, dia menyiapkannya dibantu dengan Monica."Mon, kemana ya anak-anak kenapa belum datang ya?" tanya Ralin.Monica hanya menghela napas kesal, dia sudah tau kedua anak itu pasti akan datang terlambat. Ralin tersenyum, jantungnya sudah dag dig dug tak karuan karena menunggu kedatangan Arga.Bunyi motor khas Yamaha X Ride membuat Ralin tersenyum senang, sudah pasti itu motor Arga yang datang. Ralin menuju kamar, mengenakan hijab dan baju lengan panjangnya lalu melangkah membuka pintu. Tak lupa dia menggunakan make up tipis, sejak kemarin Ral
Kamu hadir, tapi tidak menetap. Sama saja berbohong.Arga tampak begitu tampan dengan kemeja kotak-kotak kuning dan celana jeans. Rambutnya tersisir rapi dan aroma parfumnya tercium maskulin. Ralin masih terpaku dengan ketampanan Arga, bahkan tak berkedip."Jadi gimana? Kamu mau naik motor sama aku apa naik mobil?" tanya Arga.Hari ini bazar akan dimulai, semua peralatan masak dan makanan yang akan dijual sudah siap masuk ke dalam mobil. Hati kecil Ralin berteriak menginginkan naik motor berboncengan dengan Arga, tapi disisi lain, dia juga ingin menemani Monica naik mobil."Naik mobil aja, temenin Monica," jawab ibu Ralin.Ralin dengan Monica dan Arga saling pandang, sesuatu yang tidak bisa diartikan. Ralin akhirnya berpamitan dan masuk ke dalam mobil, menemani Monica dan memangku peralatan masak untuk bazar."Kamu pengen naik motor ya sama Arga?" tanya Monica sambil tersenyum menggoda Ralin. Sudah pasti jawaban Ralin hanya anggukan
Kemarin dan sekarang, bedanya ada dan tiada dirimu.Bazar masih sepi, belum banyak pengunjung tapi waktu menunjukkan pukul sebelas siang. Arga turun dari kursi setelah memasang lampu dan hiasan. Dia lalu menuju masjid kampus yang letaknya di dekat fakultas IPA."Aku ke masjid dulu ya, mau siap-siap salat Jumat."Maria mengangguk dan menyetujui permintaan Arga. Dia lalu kembali menata cilok untuk berjualan. Merasa sudah banyak murid berdatangan, Maria memilih menujual dagangan kita. Ralin masih fokus menata tahu fantasy dan menaruhnya pada mangkuk mika.
Cinta hadir tanpa diminta.Semakin malam bazar semakin ramai, panggung telah dipersiapkan untuk band. Pengunjung semakin ramai, namun sayangnya produk jualan mereka masih banyak. Ralin mengemasi tahu fantasy yang belum digoreng, masih ada sisa sekitar lima puluh buah, tidak mungkin jika membiarkan makanan terbuka, takut basi."Arga, anterin aku pulang dong. Ini tahu fantasynya dipulangin aja deh, biar masuk ke kulkas."Arga mengangguk, menyanggupi permintaan Ralin dan mengantarkannya pulang membawa satu kotak berisi tahu fantasy."Oke."Keduanya pulang, beberapa mahasiswa menggoda Ralin karena sekarang dekat dengan Arga, sekila Ralin melirik Arga, lelaki di sampingnya juga mengulas senyum. Entah senyum apa yang Arga maksud, namun hal itu membuat Ralin semakin berharap, dia memiliki perasaan yang sama.Seperti biasa, Arga bersikap manly, membuka footstep membiarkan Ralin naik. Manis, perilakunya sangat baik, membuat R