Share

4. Pertemuan mimpi

~Termaktub indah kisah cinta  yang menarik, penuh intrik dan berkarismatik. Bermodalkan pertemuan mimpi itu, cinta mereka berkembang menjadi nyata~

                                               

                                🥀🥀🥀

"Apa urusannya sama Kakak?" Ketus Arafa menutupi sesuatu.

"Arafa, pacarmu itu dituduh, jadi tolong bantu pacarmu," tegas Amanda menghadapi keangkuhan adiknya.

"Baik, baik, iya Kak. Roy terlibat dalam kasus kematian Bruno. Puas?" Jawaban yang menyakiti. Tanpa perasaan, dia menutup laptopnya, meletakkannnya di atas meja kemudian merebahkan tubuhnya tidur. Amanda hanya bisa menghela napas panjang. Pikiran Amanda tidak tenang. Takut Arafa terjadi sesuatu setelah mengetahui Roy terlibat dalam kasus itu. Terlebih, dia cinta matinya.

Ponsel Amanda tergeletak menganggur di atas meja. Ia nekad menelusuri pesan-pesan apa di antara mereka berdua. Amanda membuka chattingan mereka. Pesan mereka tidak menimbulkan kecurigaan. Membahas tentang kasus itupun, tidak. Yang ada hanya kata-kata manis dari Roy. ini juga kesempatan Amanda untuk menyimpan kontaknya. Selesai. Ia ikut merebahkan tubuhnya tidur. Menyiapkan hari esok melancarkan totalitas pekerjaannya.

                                       

                                 ***

Sarapan pagi itu, Arafa hanya diam. Tatapan mata Amanda menyelidik. Dan Arafa tidak suka melihatnya. Ia memilih mengacuhkan tatapannya. Ia paham jika kakaknya sedang mencurigai pacarnya. Suasana sarapan menjadi hambar.

Setelah usai sarapan, Arafa sudah mau berangkat diantar Papanya. Justru Amanda meminta izin berangkat naik taksi saja.

"Tapi Amanda, Papa khawatir sama kamu," kata Papa dibalik jendela mobil bersama Arafa tidak menyetujui.

"Pa, Amanda sudah besar. Lagipula Amanda sudah terbiasa sendiri."

Amanda memberi pengertian. Ia berdiri di depan jendela mobil.

"Baiklah, tapi hati-hati ya?" Pesan Papa.

Amanda mengangguk. Papa menyalakan mobil. Rodapun berputar, berjalan menyapu halaman. Amanda menatapnya sampai bayang-bayang mobil itu menghilang. Bersamaan hilangnya mobil Papa, taksi yang dipesan Amanda datang. Ia masuk dan taksi berjalan mengikuti alur yang ditujukan Amanda.

Kantor Detektif Swasta minggu-minggu ini banyak dikunjungi Klien. Rata-rata mereka melaporkan kasus perselingkuhan. Bukan hanya kalangan rakyat. Artis dan pejabatpun mencurigai kekasihnya. Dan seratus persen kecurigaan itu benar. Keputusan berakhir dengan perceraian.

Amanda tiba di Kantor. Para Kolega tidak sempat menyambut hangat kedatangannya karena banyaknya Klien yang berdatangan. Tak pelak, di Ruangan Pribadinya, Pengacara Bahrun sudah datang. Sadar akan kedatangannya, Pengacara Bahrun menyambut Amanda berupa jabat tangan. Amanda baru mempersilahkan duduk.

"Bagaimana perkembangan kasus kematian Bruno?" Ujar Amanda.

"Begini Detektif Amanda, kedatangan saya kesini ingin mengajak Anda ke rumah Roy untuk meminta keterangan," tutur Pengacara Bahrun.

"Baiklah, kalau begitu boleh berangkat sekarang." 

Mereka keluar ruangan, dilihat banyak mata kolega yang takjub dengannya. Amanda yang baru saja bekerja di Kantor, langsung mendapat klien seorang pengacara. Mendapat kasus yang berhubungan dengan kepolisian. Mereka naik mobil segera ke rumah Roy.

Rumah Roy memang bagus. Depan rumah didesain beragam tanaman yang asri. Sampai di rumahnya, mereka melihat sebentar tanamannya. Bunga-bunga juga masih bermekaran indah.

"Maaf ada yang bisa dibantu?" Satpam dari rumah datang melayani.

"Apakah Roy ada dirumah?" Pengacara Bahrun yang bertanya.

"Ada Pak. Berhubung Tuan Roy libur karena pergantian sesi ujian, Anda boleh bertemu dengan Tuan Roy."

"Baiklah, bilang sama dia pihak pengacara ingin bertemu."

"Baik, Pak."

Adalah Satpam masuk ke rumah memberitau  pada Roy tentang kedatangan Pengacaranya. Dengan duduk menyilangkan kaki, ia mengangguk pelan. Maka, Satpam segera mempersilahkan mereka masuk ke ruang tamu. Pengacara Bahrun mengetuk pintu, Roy mengizinkan mereka langsung masuk. Knop pintu dibuka pelan. Roy memunggungi. Menyilangkan kaki sambil memainkan jari-jari. Dengan gaya sombongnya, ia memerintah mereka duduk. Akhirnya mereka duduk. Roy baru membalikkan badannya. Membuka kaca mata hitamnya. Amanda terkejut dibuatnya.

"kk...kau..." Pekik Amanda menunjuk jari telunjuknya.

Wajah itu sama dengan apa yang ada dalam mimpinya. Ya. Arjuna Wiratikta yang mengaku masa lalunya yang takkan pernah menjadi masa depannya. Pertemuan mimpi akan mengajari betapa perlunya dunia menunjukkan bukti. Apakah mimpi itu menjadi petunjuk yang menghantarkan pada suatu kebenaran? Amanda selalu memegang janjinya bahwa ia tetap menjadi malaikat tanpa sayap. Sosok yang tak pernah diketahui keberadaannya saat seseorang membutuhkan pertolongan.

",Anda siapa? Apakah kita pernah bertemu?" Celetuk Roy sama sekali tidak memberi salam kehangatan.

"Perkenalkan Saya Amanda. Kakak kandung Arafa."

"Oh, kakak kandung Arafa? Pantas saja." Roy tersenyum meleceh.

"Pantas saja kenapa?"

"Masih cantik adiknya."

"Oke. Makasih," jutek Amanda.

"Kita langsung saja ya." Pengacara memotong pembicaraan, "kami disini ingin meminta keterangan Anda terkait kasus kematian Bruno yang misterius itu."

"Apalagi yang perlu dibahas, jam tangan itu bukan milik saya. Bereskan?"

"Bukan begitu Roy. Ibu Bruno masih menjanggal jika memang bukan milikmu, kenapa saat dievakuasi, jasad Bruno tidak ada."

"Kebakar kali." Roy menjawab enteng. Amanda menatapnya sebal. Dia sama saja seperti Arafa. Sama-sama menjengkelkan.

"Apa mungkin kau yang menculik jasadnya?"

"Buat apa aku menculik jasadnya? Aku muak dengan pertanyaan hukum. Namanya jam, itu pasti sama. Pabrik tidak buat satu. Apalagi selalu menghubungkan yang tidak masuk akal." Roy dengan seenaknya perut menertawakan kehadiran mereka. Sudah tidak dilayani dengan hangat, ditertawakan seenaknya. Amanda merasa geram dengan tingkah lakunya. Ia pun tak segan menyiramkan air vas bunga di atas meja ke hadapannya. Namun, dengan sigap Roy menghadang. Air vas bunga itu justru tumpah di jasnya. Amanda menatapnya sinis.

"Anda taukan rasanya karma bagaimana? Pasti sudah terbiasa." lagi-lagi Roy meledek.

"sudah cukup !" Pengacara Bahrun meluapkan emosinya. "Kalau Anda bersikap tidak sopan di hadapan kami, kami tidak akan sudi datang kesini lagi."

"Baik, pintu masih dibuka lebar buat kalian."

Roy sungguh tidak punya akal mengusir mereka tanpa ada sopan-sopannya. Mereka menuruti kemauan dengan pergi tanpa memberi salam ataupun berjabat tangan. Pengacara Bahrun meraih tangan Amanda membawanya keluar rumah Roy dan masuk ke mobil. Ia memukul setir mobil kesal.

"Aku heran sama pria dingin itu. Mau dibela apa tidak?"

"Sudahlah Pengacara Bahrun. Tidak ada gunanya kita marah sama orang angkuh seperti dia."

"By the way, kenapa kau bisa mengenalnya?"

"Dia pacarnya adikku. Dia cinta butanya adikku."

"Orang macam seperti dia apa yang disukai."

"Haha...cinta mengubah segala sudut pandang. Mari kita pulang," ajak Amanda. Pengacara Bahrun menyalakan mobil. Mereka pergi menyapu jalan raya yang tidak terlalu macet.

Ia sangat mengetahui mimpi itu. Menopengkan diri demi mencari cinta sejati. Ruang kenangan yang dimiliki Roy tak satupun orang tahu meskipun keluarganya sendiri.

"sisisugawahilarikberip." Roy membaca mantra membuka ruang kenangan misteri itu. Pintu terbuka lebar. Lampu penuh kemerahan menyakitkan mata bagi yang tidak izin masuk ke ruangan itu. Kabut asap menyelimuti ruangan misteri itu. Roy membukakan peti. Sebuah jasad yang sengaja ia beri formalin. Tubuh putih, dingin nan kaku itu tidak ada yang tahu wajah yang sebenarnya tak terkecuali Roy sendiri.

"Kak, aku tahu ini terlalu berat buat kakak. Meninggal dalam kekecewaan. Hidup tak ada bahagianya hanya demi perempuan itu. Roy janji pada Kakak akan menghidupkan kakak kembali dalam bentuk wajah yang berbeda dengan tujuan yang sama." Janji Roy yang tak main-main.

Mengingat sepuluh tahun yang lalu, Kakak menggilai seorang gadis konglomerat yang pada saat itu, kakak bukan level mereka. Cinta mereka tak direstui. Akal kakakpun menjadi-jadi kala melihat gadis itu selingkuh dengan pria lain. Tragisnya, kakak mengakhiri nyawanya dengan mencelakai dirinya sendiri. Apapun akan Roy lakukan demi mengganti kebahagiaan kakaknya dengan menghancurkan kebahagiaannya sendiri.  Ia rela kehilangan Arafa demi kebahagiaan kakak. Ya. Dia sebenarnya sudah lulus SMA dan menjejaki ilmunya di dunia kedokteran. Ia mengoperasi dirinya sendiri. Membelah dadanya menahan sakitnya minta ampun.

Sekitar dua jam Roy menahan dan kuat mengoperasi semuanya. Nanti setelah sukses jalannya pengoperasian itu, Roy bukan lagi Roy yang mereka kenal. Roy lebih psikopat dibandingkan dirinya sendiri.

Pergerakan tangannya perlahan berfungsi. Otaknya berkoneksi pada dunia nyatanya. Matanya tersorot tajam memandang dunia penuh dendam. Ia perlahan membangunkan tubuhnya. Menatap Roy penuh arti.

"Selamat datang Arjuna. Sampai jumpa Roy."

                                          

                                 🌨🌨🌨

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status