Share

7.secercah harapan

Adzan sholat ashar mulai berkumandang. Aku yang sedari tadi hanya rebahan akhirnya memilih melangkahkan kaki menuju kamar mandi dan berwudhu untuk mejunaikan kewajiban ku sebagai seorang muslimah.

Seusai sholat, aku membuat es susu coklat. Entah mengapa, bawaan nya haus saja hari ini. Apa ini efek karena aku sering emosi? Makanya tubuhku berasa panas?

Hahaha bisa jadi sih ya. Ku nyalakan tv dan mulai menonton acara gosip, sambil sesekali melirik jam dinding. Hatiku kembali gusar karena hingga pukul setengah empat sore, tamu yang dimaksut Bu Rt belum juga datang.

"Maaf ya Allah, jika hambamu ini terlalu berharap!" Ucap ku dalam hati.

Kebetulan hari ini jahitan ku tak banyak. Jadi, aku bisa santai. Tapi akhirnya tentu berpengaruh pada pemasukan ku.

Ya, dulu waktu aku sekolah di SMK, aku memgambil jurusan tata  busana. Sambil aku mengambil kursus dari tetangga ku yang memang jago dalam hal soal jahit menjahit.

Bahkan, dulu dia membuka usaha konveksi dengan jumlah karyawan hampir sepuluh orang. Makanya, aku tertarik mengikuti jejaknya.

Tapi sayang, garis takdir kita berbeda. Aku hanya menjadi penjahit rumahan dengan sambilan menjual hijab online. Ada yang memang ku ambil dari tangan pertama, ada juga yang ku buat sendiri. Dan semua itu ku pasarkan lewat online.

Aku melakukan usaha ini juga baru dua tahun kebelakang. Karena waktu itu Arina masih kecil. Jadi, aku tak bisa leluasa menjahit. Dan hanya menerima orderan untuk permak-permak baju yang tak seberapa sulit.

Atau tetangga yang kerumah untuk membeli hajib. Jangan ditanya hasil pendapatanya, setidaknya lumayan lah untuk menambah pemasukan hingga kami bisa bertahan sejauh ini.

Hnnngggg!!!

Deru suata mobil terdengar didepan pelataran rumah. Mungkin Mas Danu sudah pulang dari rumah Ibu. Tapi tumben juga jam segini dia pulang. Biasanya kalau sudah disana, dia bahkan bisa seharian, atau bahkan menginap.disana.

Tok tok tok!!!

"Assalamualaikum...!" Suara kerukan pintu terdengar bersamaan dengan suara seorang wanita membuatku reflel menoleh

Ssebuah senyum terukir diwajahku. Berharap jika yang datang itu tamu yang sedari tadi ku tunggu-tunggu.

"Waalaikumsalam...!" Jawab ku seraya membuka pintu.

Dua orang wanita yang berumur lebih tua dari ku mengulum senyum. Meskipun berumur, tapi guratan wajah cantiknya teteap tercetak begitu jelas. Maklum, namanya juga orang kaya. Bahkan, saat aku melirik mobil yang mereka pakai, adalah mobil keluaran terbaru yang mungkin harganya diatas tiga ratusan juta.

****

"Ini rumah Bu Lita kan?" Tanya salah satu dari mereka

"Oh iya Bu, ini rumah saya. Mari, silahkan masuk!" Mereka berdua mengangguk dan mengekori ku masuk kedalam rumah.

"Mari silahkan duduk Bu... Saya permisi kebelakang dulu."

Aku pun masuk kedalam rumah, menyiapkan minuman dan juga cemilan. Kemudian, membawanya kedepan dan menyuguhkan pada kedua tamu ku ini.

Lalu, aku duduk disofa bersama meraka.

"Perkenalkan, nama saya Jihan, dan ini teman saya Farandita!" Ucap wanita berkerudung abu ini seraya memperkenalkan diri, dan kami pun bersalaman.

"Oh iya, Bu Lita sudah diberi tau sama Bu Yati kan, tentang maksut kedatangan kami kesini?" Tanya Hu Jihan yang langsung ku jawab dengan anggukan kepala.

"Iya Bu, sudah. Mmm, apa Ibu mau lihat kerudung nya sekarang?" Tanya ku tanpa basa-basi.

"Waah boleh banget Bu, kalau Bu Lita tidak keberatan." 

"Ooh, tidak Bu. Sebentar, saya ambilkan dulu!"

Aku kembali masuk kedalam rumah. Mengambil karung berisi hijab dan menyeretnya keluar.

Melihat aku sedikit kesulitan karena karung yang begitu berat, akhirnya mereka berdua membantuku menyeretnya.

"Suaminya kemana Bu? Kok malah bawa sendiri?" Tanya Bu Farandita sedikir penasaran

"E-eh itu, suami saya lagi mancing Bu. Kebetulan tadi pagi, dia diajak pergi sama temam kantornya!. Jelasku berbohong.

"Ooh ya pantes aja. Suami saya juga hobinya mancing. Pulang nya suka sore-sore. Kadang heran aja, enaknya mancing itu juga apa. Toh tinggal beli ikan dipasar juga bisa." Cerocos wanita yang memang nampak sedikit cerewet ini.

"Ya beda toh Jeng!" Bu Jihan menanggapi

"Beda dari apanya? Toh ikan yang didapat juga sama aja kayak yang dipasar. Malah lebih gede-gede yang dipasar!" Ucap Bu Farandita sambil menggelengkan kepala

"Beda sensai atuh...!" Jawab bu Jihan sambil mengibaskan tanganya, sedangkan aku hanya tersenyum mendengar percakapan mereka.

Dengan lincah, kami bertiga membuka karung dan plastik yang membungkus hijab. Lalu mereka berdua dengan semangat mengamati kerudungku 

"Bahanya bagus ya Bu Lita. Modelnya juga cantik, baik untuk Ibu-ibu atau anak muda cocok nih!" Puji Bu Jihan.

"Iya Bu, kalau ini buatan saya sendiri Bu! Bahkan saya jahit sendiri juga." Ucapku

"Waah, pinter banget sih pilih model gini Bu! Oh iya, ada berapa pcs yang model Ini?" Tanya Bu Jihan antusias.

"Kalau yang ini, mungkin cuman ada lima puluhan Bu. Kalau yang lainya ada sekitar ratusan pcs." Jelasku.

"Yaaa, kok gitu. Padahal saya lebih srek sama ini. Bagus banget ya,Jeng!" Tukas Bu Jihan bertanya pada Bu Faramdita yang langsung mengangguk mantap.

"Kalau yang ini, ada berapa Bu?"

"Sebentar, saya lihat catatan stok dulu ya Bu!"

Aku membuka catatan jumlah kerudung dan mncari nama kode sesuai bentum hijab.

"Kalau yang ini, ada 200 pcs, ini 52pcs, kalau yang ini 170pcs, ini 150pcs. Terus yang ini 87pcs." Jelaku sambil memberikan contoh hijab nya.

"Totalnya jadi berapa pcs itu Bu Lita?"

Aku mulai mengotak atik kalkulator dan menghitung jumlah keseluruhan. Jujur saja, hati ini berdebar kala beliau bertanya tentang jumlah semua hijab nya.

Ada secercah harapan untuk ku, agar mereka mau membeli hijab lebih dari 100pcs.

"Totalnya semua 659pcs, Bu Jihan!" Jelasku sambil memperlihatkan jumlah didalam kalkulator.

"Oke Bu Lita, makasih. Oh iya Jeng, jadi ambil berapa ini?" Tanya nya lagi pada Bu Farandita.

"Aku ambil 250pcs lah!"

Degh!!!

Masyaallah, Allahuakbar... Mendengar ucapan Bu Farandita seketika membuat ku merinding. Bayangan mereka membeli lebih dari 100pcs pun menjadi kenyataan.

"Yasudah deh, aku juga. Takutnya kalau beli mepet malah kurang." Balas Bu Jihan.

"Lah, bener itu Bu Jihan... Mending beli yang banyak langsung mumpung barang nya ada. Yasudah yok, kita pilih-pilih dulu."

"Eeh yang model itu kita bagi dua ya. Duh Bu Lita ini gimana sih, kerudung bagus gini cuman buat dikit. Andai buat banyak, saya ambil semuanya!" Ucap beliau membuat senyuman ku semakin mengembang

"Kalau buat terlalu banyak, takutnya gak laku nanti saya malah rugi Bu. Soalnya buatnya juga pakai modal sendiri. Dan modal nya juga mepet!" Jawab ku malu-malu.

"Ooh, iya juga sih ya. Yasudah, saya pilih-pilih dulu ya Bu!"

Aku mengangguk, dan melihat mereka memilih kerudung yang hampir menghabiskan waktu satu jam lebih lamanya.

Untung saja Mas Danu belum pulang, jadi dia tak bakal tau jika hari ini aku mendapatkan rejeki yang tak terduga.

Setelah semua selesai, Bu Jihan dan Bu Farandita memberikan semua hijab yang suda dipilih nya. Dan menyuruhku untuk mentotal semua harganya.

"Bu Lita, tolong ini sampean total harganya ya! Oh iya, uang nya nanti malam saya kirim lewat nomer rekening Bu Lita, tapi barangnya saya ambil besok saja ya. Biar diambil sama supir saya. Berat kalau dibawa sekarang. Soalnya saya juga ada keperrluan habis ini! sekalian, minta nomer hp Bu Lita ya?" Ucap Bu Jihan padaku.

"Oh iya boleh Bu, nanti saya kirimin nomer rekening saya setelah rekapan ya Bu!" Jawab ku seraya meneyebutkan nomer telepon.

"Lah, siip. Kalau gitu kami permisi dulu ya Bu. Terimakasih lo buat waktu dan suguhan nya!" Tukas nya kembali 

"Oh iya Bu, sama-sama. Saya juga terimakasih banyak sudah mau membeli hijab di saya."

Aku pun mengantar kedua tamu ku sampai depan pintu. Setelah mobil mereka tak terlihat, aku kembali masuk kerumah. Untuk langsung merekap hijab yang akan mereka beli 

"Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillah... Terimakasih ya Allah..!!" Ucapku penuh syukur sambil terus bekerja

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status