Musim hujan semakin jemawa. Menyiksa semua mahkluk dengan dingin yang menusuk tulang. Tentu saja Tuan Hendra semakin rajin menyambangi Kamilia. Membawa uang penukaran raga.
Senanglah hati Kamilia. Tuan Hendra berupaya agar Kamilia jatuh cinta padanya. Lelaki itu menutup semua akses Kamilia untuk dikenal lelaki lain. Tidak ada yang salah, karena perempuan itu suka hati. Mengabulkan semua permintaan Tuan Hendra.
Namun, tak urung hati Kamilia bosan. Foto wanita cantik di majalah mengusik hati. ada keinginan Kamilia untuk bisa di majalah. Ya, Kamilia ingin menjadi model.
Sebagai wanita, wajah cantik adalah dambaan. Uang Tuan Hendra mengubah wajah. Salon kecantikan sudah tidak asing lagi kini. Wajah yang dulu kusam, kini bersinar dan lembut sehalus porselen.
"Ayolah, Mila... aku sudah tak sabar," ujar Tuan Hendra. Menitik air liurnya melihat betis mulus Kamalia. Baju tidur wanita itu begitu tipis menerawang.
"Ya, Tuan," ujar Kamilia.
Kamilia melirik genit ke arah Tuan Hendra. Lelaki seganas kuda tersebut tidak tahan untuk bersabar. Tuan Hendra menerjang dengan segala keliarannya. Kamilia berteriak menunjukkan kemanjaan di pelukan lelaki itu.
Sampai sakit mereka bergelut. Bertelanjang dalam kenistaan. Ketika akhirnya Tuan Hendra menyerah dengan ketangguhan Kamilia. Kembali Tuan Hendra mempertanyakan cinta Kamilia untuknya. Walau tidak yakin, Kamilia mencoba menjawab.
"Seberapa penting ucapan itu untukmu, Tuan?" tanya Kamilia.
Gadis itu berupaya untuk tidak jatuh cinta. Ketika tiba saatnya dicampakkan, dia tidak perlu menelan rasa sakit. Kamilia tidak yakin, mempermainkan dirinya seperti dia bisa dicintai seseorang.
"Jangan panggil aku, Tuan, panggil Hendra!" suruh Tuan Hendra.
Hunjaman membuat Tuan Hendra menusuk jantungnya. Kamilia tersipu malu, dia akhirnya setuju memanggil hanya nama saja. Tiba-tiba berdebar rasa aneh, yang pernah dia rasakan dulu di kampung. Sekuat apa pun menekan perasaan. Wanita itu masih memiliki hati yang masih bergetar terhadap Saiful.
"Mengapa sosoknya selalu menggangguku," keluh Kamilia dalam hati. Sesungguhnya Kamilia sudah berhutang. Sejak nama Kamilia disematkan. Apapun yang Kartika alami dimusnahkan gadis itu dari benaknya.
"Hendra, bolehkah aku punya keinginan?" tanya Kamilia.
Hendra mengangguk. Kamilia mengangsurkan sebuah majalah wanita. Hendra mengernyitkan dahi, tidak mengerti.
*****
Keesokan harinya, Hendra mendaftarkan Kamilia ke sebuah model sekolah. Setelah beradu argumen dengan banyak kemarin. Hendra juga menyuruh Kamilia kursus menyetir mobil. Sebuah mobil putih mungil menjadi hadiah. penghargaan atas pengabdian Kamilia di atas ranjang.
"Satu dua ... satu dua." Sang instruktur memberi contoh berjalan. Tentu saja sepatu hak tinggi ini membuat Kamilia nyaman. Di kampung, Kamilia hanya memakai sendal jepit. Dasar gadis pintar, dengan cepat menguasai segala teknik pemodelan.
"Ingat! Atas izinku kamu bisa jadi model, Mila?" kata Hendra. Di setiap kesempatan, Hendra selalu mengingatkan posisi wanita itu. Seorang putri yang ada dalam kekuasaannya.
"Iya," jawab Kamilia singkat.
"Ingat, orang lain tahunya kau adalah milikku, Mila! Jangan pernah membayangkan itu dengan bermain api!"
Kamilia diam saja. Dia mulai terbiasa dengan sikap Hendra yang otoriter. Kemanapun gadis itu pergi, kini lelaki itu menyatukan.
Waktu terlalu cepat berlalu untuk wanita yang berdandan. Alis telah terukir indah, bibir telah dipoles lipstik. Baju indah keluaran terbaru dari seorang desainer sudah membungkus tubuh indahnya. Kamilia mendapat pekerjaan pertama sebagai model.
Selain sangat sayang dengan Kamilia, Hendra juga seseorang yang sangat pencemburu. Dia mengawasi setiap gerak-gerik Kamilia.
Kamilia tersenyum saat diarahkan penata gaya. Dia tidak segan untuk membuka dadanya. Kamilia patut diacungi jempol dengan keberaniannya itu. Oleh karena itu dia menjadi icon sebuah merek pakaian dalam. Semakin tubuhnya terekspos, semakin banyak kontrak ditangani.
"Camera ... action, Oke perfect!" Kemudian penata gaya itu memberi contoh. Dengan berbagai gaya menantang, Kamilia berpose.
Juru kamera membidik pose Kamilia sambil memberi isyarat. Dia hanya mampu menelan ludah. Di saat Kamilia tidak paham dengan kodenya. Sesungguhnya bukan Kamilia tidak mengerti.
Kamilia hanya tidak ingin, juru foto itu babak belur kena tonjok Hendra.
Cekrek … cekrek.
Aktivitas Kamilia kini penuh dengan jadwal pemotretan. Hendra berlaku sebagai manajer sekaligus pelindung Kamilia. Ada yang coba-coba kurang ajar, maka Hendra tak segan menghajar.
"Berani kau bermain curang! Lihat pembalasanku nanti," ancam Hendra. Mereka baru saja sampai di rumah.
"Curang apa?" jawab Kamilia. Keluguannya kini hilang. Berganti dengan rasa percaya diri yang tinggi.
"Aku lihat tadi fotografer itu genit terhadapmu," ujar Hendra.
"Bukan salahku, kan?"
Hendra marah karena cemburu. Kamilia mengerti karena sang fotografer ingin mencicipi kecantikannya lewat isyaratnya. Sialnya, Hendra mengetahui itu.
"Jangan pernah kau lupa! Kau adalah milikku, aku sudah membelimu dari Tante Melly!" Kata Hendra sambil menarik Kamilia ke dalam pelukannya.
Kamilia tidak ingin mengingatnya, tetapi tetap melayani tuannya mandi keringat. Hendra kini sudah berani bertindak kasar. Kamilia kembali merasakan nasibnya kian malang.
*****
Perlahan Kamilia beranjak dari tempat tidur. Meninggalkan lelaki itu dengan dengkurannya yang keras. Aura kepuasan terpancar dari mata elangnya tadi. Teras menjadi tujuannya. Dia ingin menikmati keindahan malam.
Kamilia menengadah, purnama menyambutnya. Kembali lamunannya bergerak mundur ke masa silam.
"Kartika." Suara itu terdengar merdu di telinganya.
"Iya, Kang." Seperti itu dia menjawab dulu. Malu sebab ketahuan tengah memandang wajahnya.
"Dengarkan baik-baik, semuanya! Tidak hanya Kartika!" "Ketika bulan purnama, bulan memasuki fase yang sarat energi. Fase penuh yang bermuatan aura positif, untuk menambah potensi diri. Bulan juga mempengaruhi tubuh manusia dan alam sekitar. Pernahkah kalian melihat air laut pasang saat bulan purnama? Nelayan tidak mendapatkan ikan? Begitu pula tubuh manusia, yang terdiri dari 70% air. Emosional dan seksual akan dipengaruhi bulan purnama."
Masih jelas di ingatan Kamilia, habis mengaji selalu dia memberi petuah-petuah yang berguna. Ah … Saiful lagi, lagi dan lagi. Kamilia melenguh.
Sering nuraninya mencemooh saat teringat masa-masa itu. Tidak pernah terlintas dalam bayangannya dulu, dia bergelimang lumpur dosa kini.
"Malam bulan purnama, apakah berpengaruh juga kepada Hendra?" batinnya. Kamilia heran Hendra begitu emosi dan kekuatannya meningkat tadi. Kamilia tertawa kecil mengingatnya.
Ting.
Suara handphone mengganggu lamunannya. Di tengah tawa kecilnya, Kamilia membuka pesan untuknya. Juru kamera itu rupanya. Perempuan itu melongok ke dalam rumah, takut Hendra terbangun.
"Mengapa pula malam-malam kirim pesan?" Kamilia bergumam.
Nampak di layar beberapa foto terpampang. Foto Hendra bersama seorang wanita.
"Maksudnya apa ini?" pikirnya. "Perasaan apa pula ini dalam hatiku?"
Tiba-tiba Kamilia didera perasaan tidak biasa. Sebuah rasa menggeliat dalam hati. Mengobarkan rasa tidak keruan. Kamilia sangat marah melihat Hendra-nya ada main dengan wanita lain. Padahal sulit baginya untuk menganggap segala rasa dalam profesinya kini.
"Datanglah besok ke Kafe Senja!" Sekali lagi juru kamera itu mengirim pesan.
"Sialan! Dia pikir aku akan nurut!" umpatnya.
Setelah dipikir-pikir, ada baiknya juga Kamilia mengikuti kehendak juru kamera itu. Dia akan keluar rumah diam-diam tanpa Hendra. Hal yang paling dibenci lelaki itu. Keraguan menyelimutinya saat mobil putih itu membawanya ke Kafe Senja. Tadi dia sudah mengirim pesan, agar fotografer itu datang tepat waktu. Kamilia takut, ketika Hendra pulang dirinya tidak ada di rumah. "Siapa dia?" Kamilia langsung saja menodong juru kamera itu dengan pertanyaan. "Sabar, Mila," jawabnya sambil mengerling nakal. "Maksudmu apa, Bagas?" tanya Kamilia. Ternyata namanya Bagas, sang juru kamera itu. "Ada harganya," jawab Bagas serius. "Berapa?" "Aku tidak meminta uang sebagai imbalan," jawab Bagas. Rupanya dia sudah mulai berani kurang ajar. Kamilia mengernyitkan kening, tidak mengerti dengan ucapan Bagas. Sesaat kemudian Bagas mengirim isyarat dengan mengelus tangan Kamilia. Tentu saja Kamilia menolak, perempuan itu menepiskan tangan Bagas.
Kamilia terkejut dengan pernyataan Tante Melly. Dia tak menyangka kalau Calista ternyata sudah melakukan operasi plastik. Itu berarti …."Apakah Tante tahu wajahnya dia yang sekarang?" tanya Kamilia penasaran."Tante pernah dikirim foto saat dia bersama pacarnya," ujar Tante Melly. Dengan cepat dia gulirkan HP-nya. Terlihat di layar seorang laki-laki bersama seorang wanita. Namun, rambut wanita tersebut menghalangi wajahnya.Kamilia melongoknya. Kembali didapatinya sebuah kejutan. Lelaki itu adalah Bagas. Ternyata benar, Calista itu adalah orang yang dia kenal. Ah … sempit sekali dunia ini."Mengapa tiba-tiba kamu kangen Calista, Mila? Bukankah kalian saling tidak menyukai?" goda Tante Melly."Gak ada apa-apa, Tante. Aku hanya heran dia tak ada di sini," jawab Kamilia."Kirain kangen, hihihi." Tante Melly terkikik geli."Ayo kita ke Mall, Tante. Hari ini aku ingin mengajak Tante makan suki," ajak Kamilia."M
Kamilia berusaha menyembunyikan wajahnya. Untung, posisinya sedikit terhalang hiasan restoran. Pasangan itu mengambil tempat agak jauh dari Kamilia. Kamila mengambil beberapa gambar dari ponselnya.Perasaan Kamilia seperti membeku di titik rasa sakit. Dirinya merasa seperti secangkir air, tak berdaya di terik matahari. Menguap dan menjadikannya awan hitam. Hanya mampu mengamati bumi dari kejauhan.Awan hitam itu berjanji penuh keyakinan. Dia akan kembali ke bumi dengan kekuatan yang maha dahsyat. Kekuatan yang sanggup menghanyutkan apa pun rintangan. Tentu saja dengan kekuatan dendam yang meluap-luap."Ayo Tante, kita pulang," ajak Kamilia."Ini masih banyak makanan yang belum kita makan, Mila," kata Tante Melly. "Tapi, baiklah." Akhirnya Tante Melly setuju untuk pulang. Dia melihat paras Kamilia berubah.Kamilia mengantarkan Tante Melly pulang. Sepanjang perjalanan Kamilia membisu. Tante Melly diam, tetapi akhirnya tidak tahan untuk tidak bertanya
Hendra menghentikan tawanya. Dia menatap serius muka Kamilia. Kamilia bergeming, mukanya menunjukkan kebulatan hatinya."Mengapa?" tanya Hendra. "Aku pikir kau adalah penganut kebebasan, Mila. Kau tahu, kewajiban apa yang harus kau lakukan, bila menjadi seorang istri?""Aku tahu." Kamilia menjawab singkat. "Aku juga tahu, kewajibanku untuk melabrak Calista. Begitu juga pengganggu-pengganggu lainya," terusnya dalam hati.Hendra mengangkat bahu. Kamilia menganggap Hendra tidak peduli. Wanita itu berusaha mendesak Hendra. Namun, lelaki itu malah mencumbunya."Kita pikirkan nanti, oke!"Akhirnya Kamilia mengalah. Pikirnya, seandainya dia tetap memaksa, Hendra pasti akan marah. Kamilia tahu sifat Hendra, kalau hasratnya tidak kesampaian maka dia akan meradang. Kamilia menjadi pelampiasan Hendra setiap malam, tanpa jeda, kecuali saat datang bulan.Rasa kecewa yang tidak tercerna sempurna membuat Kamilia tidak sehangat biasanya. Namun,
Setelah beberapa saat menelan fase kebimbangan. Kamilia memutuskan untuk datang. Lenyap sudah rasa laparnya. Berganti dengan keinginan untuk menjadikan badan Calista sebagai samsak. Pelampiasan segala murkanya. Kamila berusaha tenang. Diam sejenak, memberikan energi positif kepada dirinya sendiri.Bagas menyambutnya di tempat tersembunyi. Dia mencoba merayu untuk tidak melabrak mereka. Namun, sebagai gantinya dia menawarkan sesuatu."Bagaimana kalau kita melakukan hal yang sama, Mila?"Ide gilanya membuat Kamilia melotot. Hampir telapak tangannya mampir ke wajah tampan itu. Namun, Kamilia masih bisa menahan diri."Jangan gila, Bagas!" desisnya geram. "Kau hanya perlu menunjukkan mereka. Selanjutnya menghilanglah dari hadapanku!""Sorry, bercanda," kata lelaki itu sambil menyeringai. Dia tahu lelaki macam apa Hendra. Celakalah dirinya bila Hendra tahu dirinya terlibat. Akan tetapi Bagas juga bukan seseorang yang gampang mengaku kalah. Di
Selama ini Kamilia tidak pernah tahu, siapa sebenarnya Hendra. Wanita itu hanya tahu, dia seorang pengusaha muda yang sukses. Uangnya banyak. Menjadi incaran para kupu-kupu di tempat Tante Melly. Tidak terkecuali Calista. Sejak mengenal Hendra, sesungguhnya dirinya sudah jatuh cinta. Namun, dia malu untuk mengungkapkan. Tiba-tiba datanglah Kamilia yang merebut segala harapannya. Kamila yang polos tidak tahu jika Calista berharap banyak kepada Hendra. Kamila setuju saja saat dirinya dijadikan gendak. Dirinya hanyalah seorang hina yang tidak boleh punya kehendak. Setelah bertemu dengan Bagas, perlahan-lahan mata Kamilia terbuka. Ternyata selama ini dia tidak peduli siapa Hendra. Kini, dia ingin sekali tahu siapa sebenarnya Hendra. "Sepertinya Bagas tahu sesuatu tentang Hendra," pikir Kamilia. "Setelah kembali ke Jakarta, aku harus mengorek keterangan dari Bagas." Sementara itu, dari tempat duduknya Hendra melihat ombak. Seperti melihat sebuah fi
Hendra tersenyum mendapat pertanyaan dari Kamilia. Dia tertawa sambil memeluk bahu Kamilia."Ayo kita bersiap-siap, nanti siang harus kembali ke Jakarta.""Jangan tanya!" sentak Kamilia."Sejak kapan Kelinciku pandai membentak?" tanya Hendra sambil tersenyum nakal."Payah!" Gerutu Kamilia. Ga
Bagas mengantar Kamilia sampai rumahnya. Kamilia tidak mengajaknya mampir. Dia hanya mengucapkan terima kasih."Jangan lupa janjimu, Mila." Bagas mengingatkan."Kalau Hendra belum ketemu, jangan mimpi aku bakal menemuimu, Bagas!""Gampang, nanti dia aku cariin," kata Bagas.Kamilia menarik bibirnya sedikit ke atas, mengejek Bagas. Bagas mengedikkan bahu tidak peduli."Kamu belum tahu, kalau aku super hero," kata Bagas.Kamilia tidak memperdulikan Bagas. Dia menarik kopernya masuk rumah. Sesaat Bagas masih memperhatikan gadis itu menghilang di balik pintu.Kamilia mengempaskan bokongnya di kursi. Dia mencoba menghubungi Hendra, tetapi handphonenya tidak bisa dihubungi. Kamilia tidak tahu harus berbuat apa. Kepada siapa harus meminta bantuan. Dia tidak tahu apa-apa tentang Hendra. Siapa orang tuanya atau saudaranya."Bagas … bisakah dia dipercaya?" pikirnya. Kamilia ragu dengan laki-laki itu. Kalau minta tolong