Setelah dipikir-pikir, ada baiknya juga Kamilia mengikuti kehendak juru kamera itu. Dia akan keluar rumah diam-diam tanpa Hendra. Hal yang paling dibenci lelaki itu.
Keraguan menyelimutinya saat mobil putih itu membawanya ke Kafe Senja. Tadi dia sudah mengirim pesan, agar fotografer itu datang tepat waktu. Kamilia takut, ketika Hendra pulang dirinya tidak ada di rumah.
"Siapa dia?" Kamilia langsung saja menodong juru kamera itu dengan pertanyaan.
"Sabar, Mila," jawabnya sambil mengerling nakal.
"Maksudmu apa, Bagas?" tanya Kamilia. Ternyata namanya Bagas, sang juru kamera itu.
"Ada harganya," jawab Bagas serius.
"Berapa?"
"Aku tidak meminta uang sebagai imbalan," jawab Bagas. Rupanya dia sudah mulai berani kurang ajar.
Kamilia mengernyitkan kening, tidak mengerti dengan ucapan Bagas. Sesaat kemudian Bagas mengirim isyarat dengan mengelus tangan Kamilia. Tentu saja Kamilia menolak, perempuan itu menepiskan tangan Bagas.
"Kau hanyalah seekor kelinci, berani sekali kau menantang singa!" Kamilia mendengkus.
"Hahaha … aku kelinci yang cerdik, Mila." Bagas tertawa.
"Aku tidak mau!"
"Itu pilihanmu," ujar Bagas. "Aku hanya punya penawaran menarik," sambungnya.
Kamilia melirik jam di pergelangan tangannya. Dia hanya punya waktu sebentar untuk tetap di luar rumah. Hendra akan tiba di rumah satu jam lagi. Kamilia berpikir ulang. Biarpun dirinya seorang pelacur tidak sudi harus melayani Bagas. Namun, imbalannya Kamilia tahu siapa wanita di foto tersebut.
Dalam kegamangan, Kamilia memutuskan untuk pulang. Dia berpikir, mungkin nanti akan ada jalan lain untuk mengetahui siapa wanita tersebut. Terkejut wanita itu bukan kepalang. Mobil Hendra sudah terparkir rapi di depan rumah.
"Dari mana kau, Mila?" tanya Hendra. Nada suaranya terdengar curiga.
"Aku beli ini," jawab Kamilia. Wanita itu berusaha menutupi kegugupannya. Dia mengacungkan sebotol kecap di tangannya. Untung tadi dia mampir ke minimarket.
"Kamu jangan coba-coba berbuat curang, Mila? Kamu harus ingat siapa dirimu?" Hendra kembali mengingatkan posisinya. Lidah lelaki itu kini sudah setajam pisau. Kamilia sudah paham dengan sifatnya Hendra.
Kamilia mendekati Hendra, kemudian memeluknya dari belakang. Kamilia tertegun sejenak. Ada wangi asing menyentuh hidungnya. Lelakinya itu, kini menebarkan paku-paku beracun ke dalam hatinya. Menancapkan rasa perih.
"Hey, ada apa dengan diriku?" pikir Kamilia. Berbilang hari menapaki jejak bersama Hendra, lama-lama tumbuh benih cinta. Padahal Kamilia selalu menjaga hatinya. Kini, ada ulat-ulat cemburu menggerogoti hatinya.
Kamilia mendengkus saat menyadari ternyata banyak harapan di antara kesakitan. Seharusnya dia mampu mengatasinya. Menanggung rasa sakit adalah cara untuk bertahan. Cinta tanpa nada ini menggeliat minta tempat.
*****
"Aku setuju!"
Kamilia mengirimkan pesan kepada Bagas. Rupanya perempuan itu tidak tahan dengan kecemburuan di hatinya. Jiwanya tertantang untuk satu pembuktian.
Rasa cemburunya meronta. Membawanya kini ke sebuah hotel. Kamilia tidak mengindahkan tadi malam Hendra sudah memperingatkan dirinya.
"Jangan pernah berani kau berbuat curang, Mila. Jangan sampai wajahmu yang cantik menanggung akibatnya!" ancam Hendra semalam.
Dasar wanita, Dia selalu mengandalkan perasaan. Padahal kalau dipikir-pikir, Hendra sudah sudah mengangkat derajatnya sedikit. Nasibnya sudah berpindah suratan. Namun, tetap saja di mata Tuhan dirinya hanyalah seorang pezina. Kamilia merasa dirinya benar-benar sampah.
"Mana fotonya dan jelaskan siapa dia?" Kamilia menagih janji Bagas.
"Tunggulah sebentar, aku masih ingin bermain-main dengan tubuhmu," jawab Bagas.
"Bajingan kau! Jangan sampai mulutmu aku tonjok!" teriak Kamilia.
"Ooh, seorang perempuan cantik tidak akan bisa melukaiku," ujar Bagas.
"Ingatlah Bagas, aku hanyalah wanita sundal dan bisa menjadi begundal, paham!"
Bagas tertawa mendengarnya. Lelaki sialan itu kembali meraih tubuh Kamilia. Hujan deras disertai angin tengah terjadi di luar hotel. Kamilia memandang jarum-jarum kecil itu. Dia memalingkan muka ke jendela, saat Bagas menjarah raganya.
"Alam saja tahu isi hatiku, mereka ikut bersedih," batin Kamilia sendu.
Kamilia secepatnya mandi setelah memuaskan Bagas. Dia menggosok tubuhnya dengan keras. Jangan sampai bau lelaki itu masih menempel di badannya. Dirinya bisa dijadikan daging cincang oleh Hendra.
Bagas duduk sambil menyalakan sebatang rokok. Jarinya memainkan lintingan tembakau itu. Mulutnya membentuk huruf O saat menghembuskan asapnya. Hasilnya, huruf O terbuat dari asap susul menyusul keluar dari mulutnya.
Kamilia duduk diam menunggu informasi yang dia perlukan. Diam-diam pandangannya meretas wajah di depannya itu. Memindai tanpa kata-kata. Harus diakui, lelaki itu begitu sempurna, pahatan sang Maha Pencipta.
"Calista."
Bibir yang baru saja melahap sekujur tubuhnya itu mengucapkan sebuah nama. Terdengar nada getir dalam suaranya. Namun, Kamila tidak peduli itu. Dia lebih tertarik dengan nama itu.
"Siapa?" tanya Kamilia. Sebuah pertanyaan bodoh sebenarnya. Sudah jelas, dari tadi Kamilia berharap tahu sebuah nama.
Bagas memandang Kamilia. Tatapannya mengandung keheranan. Hatinya memaki, betapa gobloknya wanita di depannya itu. Sayang, dia begitu cantik.
"Wanita sainganmu." Bagas menjelaskan.
"Calista dari tempat Tante Melly?"
"Aku tidak tahu siapa Tante Melly?" Bagas balik bertanya.
"Kau mengenal Calista?" Kamilia bertanya lagi, tidak menghiraukan pertanyaan Bagas sebelumnya.
"Tentu saja, dia wanitaku."
Pengakuan yang membuat Kamilia melotot. Pantas saja nada suara Bagas terkesan getir. Saat itu juga Kamilia tersadar. Dirinya sudah masuk ke dalam lingkaran dendam yang Bagas ciptakan.
"Bodoh!" Hati kecil Kamilia mengumpat.
Kamilia memperhatikan foto yang ada di tangannya. Mencoba melukis sketsa wajah di hatinya. Lega, wanita itu bukanlah Calista yang dia kenal dulu.
Setelah mendapatkan informasi yang diperlukan Kamilia secepatnya pergi dari hotel. Dia harus sampai ke rumah sebelum Hendra pulang. Kamilia harus bermain cantik untuk mendapatkan hasil yang apik.
Hendra datang setelah malam larut. Tercium wangi parfum yang sama seperti kemarin di pakaiannya. Kembali hati Kamilia berdegup. Ulat-ulat cemburu kembali menggeliat. Dia bertekad akan memulai penyelidikannya besok. Berani mengusik seorang Kamilia, maka akan dipastikan hidupnya akan tercabik.
*****
Tante Melly sangat senang dengan kedatangan Kamilia. Rumahnya tidak banyak berubah sejak Kamilia pergi bersama Hendra. Interiornya masih tetap sama. Gadis-gadis muda berseliweran di dalamnya. Asap rokok adalah hal yang teramat biasa di rumah Tante Melly.
Kamilia memperhatikan wajah-wajah yang lewat di depannya. Hampir semuanya wajah baru. Kamilia maklumi itu, karena pelanggan selalu inginkan wanita baru. Tak jarang Tante Melly, bertukar anak buah dengan temannya sesama mucikari.
Baru kini Kamilia menyadari, ternyata sudah lama dia meninggalkan tempat ini. Sesaat dirinya terkenang masa lalu. Dia melihat dirinya masuk dari pintu itu. Menjinjing tas dengan muka sembab karena menangis.
"Ada apa, Mila?" tanya Tante Melly heran. Kamilia memang bersikap seperti mencari seseorang.
"Calista mana, Tante?" Kamilia balik bertanya.
"Tidak berapa lama setelah kau pergi, dia pun pergi?" jelas Tante Melly. "Terakhir kudengar dia pergi ke Thailand, operasi plastik."
Jeder.
Seperti ada suara halilintar di telinganya. Kaget sekali Kamilia mendengar perkataan Tante Melly.
"A apa, Tante … operasi plastik?"
Kamilia terkejut dengan pernyataan Tante Melly. Dia tak menyangka kalau Calista ternyata sudah melakukan operasi plastik. Itu berarti …."Apakah Tante tahu wajahnya dia yang sekarang?" tanya Kamilia penasaran."Tante pernah dikirim foto saat dia bersama pacarnya," ujar Tante Melly. Dengan cepat dia gulirkan HP-nya. Terlihat di layar seorang laki-laki bersama seorang wanita. Namun, rambut wanita tersebut menghalangi wajahnya.Kamilia melongoknya. Kembali didapatinya sebuah kejutan. Lelaki itu adalah Bagas. Ternyata benar, Calista itu adalah orang yang dia kenal. Ah … sempit sekali dunia ini."Mengapa tiba-tiba kamu kangen Calista, Mila? Bukankah kalian saling tidak menyukai?" goda Tante Melly."Gak ada apa-apa, Tante. Aku hanya heran dia tak ada di sini," jawab Kamilia."Kirain kangen, hihihi." Tante Melly terkikik geli."Ayo kita ke Mall, Tante. Hari ini aku ingin mengajak Tante makan suki," ajak Kamilia."M
Kamilia berusaha menyembunyikan wajahnya. Untung, posisinya sedikit terhalang hiasan restoran. Pasangan itu mengambil tempat agak jauh dari Kamilia. Kamila mengambil beberapa gambar dari ponselnya.Perasaan Kamilia seperti membeku di titik rasa sakit. Dirinya merasa seperti secangkir air, tak berdaya di terik matahari. Menguap dan menjadikannya awan hitam. Hanya mampu mengamati bumi dari kejauhan.Awan hitam itu berjanji penuh keyakinan. Dia akan kembali ke bumi dengan kekuatan yang maha dahsyat. Kekuatan yang sanggup menghanyutkan apa pun rintangan. Tentu saja dengan kekuatan dendam yang meluap-luap."Ayo Tante, kita pulang," ajak Kamilia."Ini masih banyak makanan yang belum kita makan, Mila," kata Tante Melly. "Tapi, baiklah." Akhirnya Tante Melly setuju untuk pulang. Dia melihat paras Kamilia berubah.Kamilia mengantarkan Tante Melly pulang. Sepanjang perjalanan Kamilia membisu. Tante Melly diam, tetapi akhirnya tidak tahan untuk tidak bertanya
Hendra menghentikan tawanya. Dia menatap serius muka Kamilia. Kamilia bergeming, mukanya menunjukkan kebulatan hatinya."Mengapa?" tanya Hendra. "Aku pikir kau adalah penganut kebebasan, Mila. Kau tahu, kewajiban apa yang harus kau lakukan, bila menjadi seorang istri?""Aku tahu." Kamilia menjawab singkat. "Aku juga tahu, kewajibanku untuk melabrak Calista. Begitu juga pengganggu-pengganggu lainya," terusnya dalam hati.Hendra mengangkat bahu. Kamilia menganggap Hendra tidak peduli. Wanita itu berusaha mendesak Hendra. Namun, lelaki itu malah mencumbunya."Kita pikirkan nanti, oke!"Akhirnya Kamilia mengalah. Pikirnya, seandainya dia tetap memaksa, Hendra pasti akan marah. Kamilia tahu sifat Hendra, kalau hasratnya tidak kesampaian maka dia akan meradang. Kamilia menjadi pelampiasan Hendra setiap malam, tanpa jeda, kecuali saat datang bulan.Rasa kecewa yang tidak tercerna sempurna membuat Kamilia tidak sehangat biasanya. Namun,
Setelah beberapa saat menelan fase kebimbangan. Kamilia memutuskan untuk datang. Lenyap sudah rasa laparnya. Berganti dengan keinginan untuk menjadikan badan Calista sebagai samsak. Pelampiasan segala murkanya. Kamila berusaha tenang. Diam sejenak, memberikan energi positif kepada dirinya sendiri.Bagas menyambutnya di tempat tersembunyi. Dia mencoba merayu untuk tidak melabrak mereka. Namun, sebagai gantinya dia menawarkan sesuatu."Bagaimana kalau kita melakukan hal yang sama, Mila?"Ide gilanya membuat Kamilia melotot. Hampir telapak tangannya mampir ke wajah tampan itu. Namun, Kamilia masih bisa menahan diri."Jangan gila, Bagas!" desisnya geram. "Kau hanya perlu menunjukkan mereka. Selanjutnya menghilanglah dari hadapanku!""Sorry, bercanda," kata lelaki itu sambil menyeringai. Dia tahu lelaki macam apa Hendra. Celakalah dirinya bila Hendra tahu dirinya terlibat. Akan tetapi Bagas juga bukan seseorang yang gampang mengaku kalah. Di
Selama ini Kamilia tidak pernah tahu, siapa sebenarnya Hendra. Wanita itu hanya tahu, dia seorang pengusaha muda yang sukses. Uangnya banyak. Menjadi incaran para kupu-kupu di tempat Tante Melly. Tidak terkecuali Calista. Sejak mengenal Hendra, sesungguhnya dirinya sudah jatuh cinta. Namun, dia malu untuk mengungkapkan. Tiba-tiba datanglah Kamilia yang merebut segala harapannya. Kamila yang polos tidak tahu jika Calista berharap banyak kepada Hendra. Kamila setuju saja saat dirinya dijadikan gendak. Dirinya hanyalah seorang hina yang tidak boleh punya kehendak. Setelah bertemu dengan Bagas, perlahan-lahan mata Kamilia terbuka. Ternyata selama ini dia tidak peduli siapa Hendra. Kini, dia ingin sekali tahu siapa sebenarnya Hendra. "Sepertinya Bagas tahu sesuatu tentang Hendra," pikir Kamilia. "Setelah kembali ke Jakarta, aku harus mengorek keterangan dari Bagas." Sementara itu, dari tempat duduknya Hendra melihat ombak. Seperti melihat sebuah fi
Hendra tersenyum mendapat pertanyaan dari Kamilia. Dia tertawa sambil memeluk bahu Kamilia."Ayo kita bersiap-siap, nanti siang harus kembali ke Jakarta.""Jangan tanya!" sentak Kamilia."Sejak kapan Kelinciku pandai membentak?" tanya Hendra sambil tersenyum nakal."Payah!" Gerutu Kamilia. Ga
Bagas mengantar Kamilia sampai rumahnya. Kamilia tidak mengajaknya mampir. Dia hanya mengucapkan terima kasih."Jangan lupa janjimu, Mila." Bagas mengingatkan."Kalau Hendra belum ketemu, jangan mimpi aku bakal menemuimu, Bagas!""Gampang, nanti dia aku cariin," kata Bagas.Kamilia menarik bibirnya sedikit ke atas, mengejek Bagas. Bagas mengedikkan bahu tidak peduli."Kamu belum tahu, kalau aku super hero," kata Bagas.Kamilia tidak memperdulikan Bagas. Dia menarik kopernya masuk rumah. Sesaat Bagas masih memperhatikan gadis itu menghilang di balik pintu.Kamilia mengempaskan bokongnya di kursi. Dia mencoba menghubungi Hendra, tetapi handphonenya tidak bisa dihubungi. Kamilia tidak tahu harus berbuat apa. Kepada siapa harus meminta bantuan. Dia tidak tahu apa-apa tentang Hendra. Siapa orang tuanya atau saudaranya."Bagas … bisakah dia dipercaya?" pikirnya. Kamilia ragu dengan laki-laki itu. Kalau minta tolong
Freza tersenyum sambil keluar dari ruangan. Dia menerima telepon dari orang yang paling dia rindukan.Freza :"Halo, Sayang."Seseorang menjawab dari seberang telepon : "Papa, bebaskan Hendra!"Setelah adu argumen yang cukup banyak, akhirnya Freza mendukung untuk mendukung Hendra. Dengan satu syarat mereka harus bertemu. Freza masuk lagi, kemudian berkata kepada Andi.