"Nara memang seperti itu, Kak Zavier?" tanya Sabila, memperlihatkan raut meringis dan simpati–isyarat memberitahu Zavier jika Nara sangat aneh dengan sikap seperti itu. Bukannya menjawab perkataan Sabila, Zavier memilih memanggil Kenan. "Kenan.""Ah, ya, Tuan?" Segera Kenan menghampiri Zavier. Dia kebetulan baru tiba. Saat di kantor dan di depan orang asing, Kenan akan memanggil Za dengan sebutan tuan. Itu bentuk rasa hormat dan profesionalnya pada Zavier. "Katakan pada pihak agensi StarMoon, tidak ada kontrak kerja sama jika modelnya dia," dingin Zavier, melayangkan tatapan tidak suka pada Sabila. Mata Sabila melebar, begitu juga dengan manager serta perwakilan lain dari agensi tersebut. Mereka sangat terkejut dan langsung panik luar biasa. Bagaimana mereka akan menghadapi bos mereka jika setelah pulang dari sini? "Baik, Tuan," jawab Kenan santai. Dia membungkuk untuk memperlihatkan Zavier berjalan lebih dulu. Zavier melangkah tenang, akan tetapi Sabila langsung menghadang. "Ka
"Kenapa kau diam saja?" tanya Zavier, menoleh ke arah Nara yang saat ini duduk diam di sebelahnya.Setelah Nara memberi contoh memakan bakwan kemudian dia langsung muntah, Zavier langsung membawanya ke rumah sakit. Sekarang mereka dalam perjalanan pulang. "Humm?" Nara berdehem, menoleh sejenak pada Zavier lalu kembali menatap lurus ke arah depan. Nara mengerjap beberapa kali lalu memilih diam, tanpa mengatakan sepatah kata apapun. "Ada apa?" Zavier kembali menatap sejenak ke arah istrinya. Semenjak mengetahui kondisi kesehatannya, Nara mendadak menjadi diam dan sangat kalem. Tidak biasanya, "kau tidak suka?" "Suka apa, Mas?" tanya Nara balik. "Suka bayi dalam perutmu." "Suka." Nara mengangguk pelan. "Senang?" "Senang, Mas," jawab Nara pelan. "Jadi?""Jadi?" beo Nara. Zavier menghela napas pelan, memilih diam dan tak berupaya membujuk Nara untuk berbicara lagi. Mungkin Nara sedikit kaget dengan kondisinya yang tengah hamil atau khawatir pada janin di perutnya. Setelah tiba di
Hari demi hari Nara lewati dengan gembira. Kehamilannya membuat Zavier sedikit lebih manis padanya. Jika soal dimanja, suaminya sejak dulu sudah suka memanjakannya. Namun, setelah Nara hamil, pria itu semakin memanjakannya serta sangat overprotektif pada Nara. Sekarang Nara sedang keluar rumah, bertemu dengan para teman-temannya untuk menyelesaikan perkara mereka dahulu. Nara sudah izin pada Zavier dan dia ditemani beberapa bodyguard serta maid. Mereka menunggu di dalam mobil, sedangkan Nara berkumpul bersama para temannya. "Maafkan aku, Nara. Aku salah sebab hanya diam saat Tamara menyudutkanmu," ucap Karina dengan nada penuh penyesalan dan sedih. Dia sudah pernah meminta maaf dan Nara mengatakan telah memaafkannya. Namun, dia merasa jika Nara menjauh darinya setelah kejadian itu. "Kami juga, Nara. Harusnya sejak awal kami tidak menjadikan Tamara masuk dalam pertemanan kita dan selalu percaya padamu. Maafkan kami, Nar." Sira mewakili teman-temannya yang lain. "Yah, kaki salah. P
"Amanda," gumam Nara pelan, menatap heran, terkejut bukan main serta tertohok secara bersamaan. Di antara sel disini, hanya sel yang ditempati Amanda yang bersih. Bukan hanya itu, di sel tersebut dilengkapi tempat tidur yang terlihat nyaman, ada selimut, bantal, kulkas, sofa. Ini mirip seperti sel tahanan pejaba …-Hampir saja! "Nara," ucap Amanda sedikit kaget sebab melihat sosok Nara di depan selnya. "Wah wah wah, Nyonya Adam ada di sini? Sedang apa, heh?" Lanjutnya dengan menyunggingkan smirk tipis pada Nara. Dia bangkit dari tempat tidur lalu berjalan ke arah sofa dekat jeruji besi. Dengan arogan, Amanda duduk di sana. "Maaf membuatmu kecewa, Nak manis. Harapanmu untuk melihatku tersiksa itu tidak akan terjadi. Zavier tidak bisa melukaiku, dia sangat antusias menunggu kelahiran bayi kami.""Kamu tidak akan berhasil mempengaruhiku," ucap Nara dengan nada arogan, akan tetapi dalam hati dia sudah merasa ketar ketir. Secara hati-hati dan gugup, Nara menatap ke arah perut Amanda. Te
Nara berjalan cepat dalam kamar kemudian langsung membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Melihat itu, Zavier menghela napas kemudian mendekati Nara. "Kenapa langsung tidur? Kau tidak ingin mendengarkan penjelasan ku?" tanya Zavier, duduk di sebelah istrinya berbaring. Dia mengulurkan tangan, mengusap pucuk kepala istrinya secara lembut. "Cukup tahu," ucap Nara cepat, menepis tangan Zavier dari atas kepalanya. Dia menggeser tubuh, menjauh dari sang suami lalu mengubah posisi dengan membelakangi Zavier. "Di depanku, Mas seolah membencinya, seolah dia adalah nyamuk yang sangat ingin Mas bunuh. Tapi di belakangku, Mas memberinya perlindungan--menyediakan fasilitas untuknya lalu menunggu anaknya lahir.""Ada yang salah jika aku menunggu bayinya lahir?" ucap Zavier pelan. Seketika itu juga Nara menoleh tak percaya pada Zavier. Sejenak matanya melotot karena tak percaya pada jawaban Zavier. Lalu selanjutnya, Nara menampilkan raut muka marah. Dia gusar dengan wajah memerah padam. "Seorang
"A--aku takut Za-Tuan Zavier kemari lagi. Tolong pergi, hiks …."Nara mengerutkan kening, memperhatikan Amanda yang saat ini sudah menagis sejadi-jadinya. Perempuan itu memperlihatkan wajah ketakutan, tubuhnya bergetar. 'Kenapa dia sangat takut pada Mas Zavier? Dia kelihatan seperti orang trauma.'"Memangnya apa yang dilakukan Mas Zavier padamu sampai kamu ketakutan begitu?" tanya Nara, memperhatikan Amanda secara lekat. Ketika dia menoleh ke arah sel Abim, pria itu sudah tak ada di sana. Hanya tinggal jejak darah yang belum dibersihkan. Melihat itu, punggung Nara mendadak panas. Sebenarnya sekejam apa suaminya? Dia tahu Zavier memang sering melenyapkan orang, Nara tidak bisa membenarkan dan bukan juga telah terbiasa. Namun, mau bagaimana lagi, papanya dan papa mertuanya juga begitu. "Tu--Tuan Zavier …." Air mata Amanda semakin mengalir deras, bibirnya tiba-tiba merapat dan wajahnya terlihat semakin pucat. Nara semakin mengerutkan kening, dia penasaran kenapa Amanda bisa setakut it
"Terlalu mudah, mintalah sesuatu yang sulit, Mi Amor."Nara seketika mengerjapkan mata, menatap Zavier ragu untuk sejenak. Kemudian, dia mengerutkan kening. Nara sedang berpikir keras. "Yang sulit?" beo Nara, masih memikirkan sesuatu yang bisa masuk dalam kategori sulit. Zavier menganggukkan kepala. "Yah, yang sulit.""Bulan." Nara tiba-tiba menyeru senang, "kita makan steak di bulan. Bagaimana, Mas?" "Wow!" Wajah Zavier seketika muram. Sial! Dia lupa jika istrinya sering diluar nalar. Jelasnya pasti anaknya juga akan ketularan sifat Mommynya yang suka aneh. "Masih kurang sulit yah, Mas?" tanya Nara ragu, memperhatikan raut muka suaminya yang terlihat datar. Masih enjoy! Zavier menggelengkan kepala. "Tidak. Ini pas.""Berarti kita akan makan steak di bulan?"Zavier menganggukkan kepala, tersenyum tipis sembari menjatuhkan tubuh ke ranjang. Otomatis membuat Nara ikut Zavier– Nara berbaring tepat di atas tubuh Zavier. "Ke bulan sangat jauh. Jadi … sebelum ke sana, biarkan aku mem
"Jadi kak Kenan dan Kak Sereya akan menikah?" tanya Nara yang saat ini berada di halaman samping. Dua keluarga sedang berkumpul dan mereka merayakan kebersamaan bersama. Orang tua Kenan sejujurnya ingin ikut, tetapi keduanya belum pulang dari tempat berlibur. "Iya, aku akan menikah dengan Kak Kenan. Dan kuharap kamu bisa menjaga diri dengan baik setelah ini, karena setelah menikah mungkin Kakak tidak bisa menjadikanmu prioritas lagi," ucap Sereya, membalik daging di atas panggangan khusus. Nara memangut pelan, tersenyum begitu hangat pada Sereya. Meskipun kakaknya galak, kenyataannya Sereya sangat menyayanginya. "Iya, Kak. Tapi berjanjilah, Kakak harus bahagia dengan Kak Kenan. Jangan pikirkan apapun kecuali kebahagiaan kalian," celetuk Nara, dibalas oleh anggukan serta senyuman tulus dari Sereya. "Kau sedang hamil, lebih baik kau duduk. Istirahatlah."Awalnya Nara menolak, akan tetapi karena Sereya terus memaksa, Nara akhirnya memutuskan untuk beristirahat. Dia berjalan ke arah g