Semua proses akad nikah berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan apapun sehingga keduanya sangat berbahagia bahkan dua keluarga tanpa bisa menghentikan air mata mereka turut bersuka cita pada akhirnya keduanya bersatu dalam cinta."Anda sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Semoga lekas bahagia sampai akhir hayat," ucap pendeta.Bernard mendekatkan wajahnya dengan menunduk ke arah Bella, semua pasang mata menatap pada kedua pasangan suami istri yang baru saja disahkan itu.Bernard mendaratkan ciuman di bibir manis Bella, wanita itu pun membuka bibirnya dan menerima kecupan dari sang suami sungguh seperti mimpi. Bernard mencium Bella semakin dalam sehingga Ia lupa Jika masih ada orang-orang yang menatapnya."Maaf. Tolong pasangkan cincin ini dari jari Anda tegur pendeta sambil membawa cincin pernikahan kedua mempelai tersebut. Sontak saja Bernard melepas tautan bibir mereka sehingga tamu undangan yang hanya kerabat terdekat itu pun saling tertawa melihat tingkah Bernard yang
"Aku butuh uang banyak, Rin, lima belas juta, kamu adakan?" tanya Bela, memohon. "Maksudnya?" tanya Rini, kaget. "Aku pinjam uangmu, please!" Bela memohon pada sahabatnya. Hanya Rini sahabat satu-satunya yang masih peduli di saat suka maupun duka. Di Jakarta Bela tidak punya siapa-siapa, selain Rini dan anak tirinya yang sedang sakit parah. Rini menganjur nafas panjang, kedua tangannya mengusap wajah dengan gusar. "Uang se gitu aku tidak punya, bahkan bulan ini aku belum mengirim ke kampung, hanya ada lima juta, itu pun bagi tiga, ya." "Tapi...Rin...." "Kalau kamu mau, dua juta, sisanya buat aku kirim ke kampung dan makan." Bela menggeleng, karena yang ia butuh kan lima belas juta, bukan dua juta. "Tolong aku, Rin, anak itu harus segera operasi, aku janji ini yang terakhir kalinya aku hutang padamu," ucap Bela memohon pada sahabatnya itu. Bela benar-benar tidak tahu caranya harus dapat uang banyak dalam hitungan satu hari saja, sedangkan hidupnya benar-benar sendiri dan misk
"Aku mau ambil tawaran kamu," ucap Bella saat pintu rumah kontrakan Rini, terbuka lebar. "Hah! kamu, yakin?" tanya Rini, kaget sekaligus girang. Perempuan itu tersenyum lebar, merasa bahagia, karena pada akhirnya mempunyai teman satu pekerjaan. Satu dunia peradaban. "Kok, kamu terlihat sangat bahagia gitu kalau aku jual diri?" ucap Bella ketus. Mata gadis itu menyipit seraya menatap tajam ke arah sahabatnya itu. "Bukan senang, tapi aneh saja, kamu mabuk apa sih? jangan-jangan cuma meledek saja," elak Rini, seraya menyenggol tubuh Bela dengan kencang. Tetap saja, meski tak mengaku, Rini tertawa puas melihat wajah Bella memberengut. "Aku butuh uang itu, apa pun akan aku lakukan demi Adella, untuk bisa sembuh kembali." Bella sangat takut jika putrinya tidak tertolong, bahkan ia merasakan sakit. Kala melihat bibir mungil itu sedang meringis, bahkan sesekali merintih. "Kamu yakin? dia hanya anak tiri, loh!" ujar Rini, meyakinkan sahabatnya, karena jika sudah terjun ke dunia hitam y
Wajah yang memulai memerah karena pengaruh dari alkohol, membuat pria itu tak merespons sapaan Bella untuk beberapa saat. "Mau aku temani," ucapnya lagi. Gadis itu berjalan lebih dekat dengan sang pria.Seketika pria itu menatap tajam ke arah Bella dengan wajah memerah."Pergilah!" seru pria itu seraya telunjuk tangannya menunjuk ke sembarang arah. "Tidak! Kamu butuh teman curhat, dan aku mau jadi teman kamu malam ini," elak Bella, seraya duduk dekat pria yang entah siapa namanya. Pria setengah wajah Indonesia itu, menatap Bella dengan lekat. "Kamu mirip dia! Tapi kamu lebih manis, dia tidak perawan, dan kamu?" racau pria itu sembari tangannya menyodorkan gelas kosong, tanda ingin Bella menuangkan minumannya. "A--aku ma--masih pera--perawan," balas Bella terbata. Setelah menenggak minuman dalam gelas dengan tandas, pria itu tampak tertawa. Menertawakan wanita yang berada di hadapannya. "Kalau Tuan tidak percaya, sekarang buktikan, tapi sebelum itu aku butuh uang dua puluh juta,
Di sebuah pulau kecil yang sangat indah, pasangan yang sedang berbahagia itu tengah menikmati makan malam dengan sangat romantis. Bernard akhirnya memutuskan untuk melamar kekasihnya yang bernama Kristin setelah perjalanan cinta yang berliku selama dua tahun. "Sayang, selama pacaran aku selalu menjaga dirimu dengan baik, dan tak pernah melakukan hubungan terlarang, meski aku sangat ingin, dan tergoda saat melihat pakaian seksi yang kamu kenakan, tapi aku ingin menikmati malam pertama kita dengan baik dan sah di mata hukum negara dan agama." "Apakah selama ini kamu setia dan menjaga diri? Karena aku ingin, melakukan malam pertama itu dengan penuh makna, kita sama-sama melakukannya untuk pertama kali." "I--iya, aku selalu setia dan tidak pernah berhubungan dengan pria mana pun, kecuali dengan kamu, sayang." "Terima kasih." "Apakah kamu bersedia menikah denganku, dan siap menjadi nyonya Bernard?" "Dengan senang hati aku bersedia, sayang." Tak berapa lama, pria itu merogoh sesuatu
"Kamu tidak bisa lari dari apa pun, karena aku sudah membayar mahal tubuh ini," ucap Bernard seraya menunjuk bagian dada Bella dengan tatapan mata yang sangat tajam. Seketika gadis itu beringsut sedikit menjauh, jujur saja dia sangat takut, dan rasanya tidak ikhlas melakukan hubungan terlarang meski pria itu sudah membayarnya. "Apakah aku bisa kabur dari pria ini, atau mampu memperpanjang waktu?" batin Bella, berisik. Dalam diam dan dengan tangan yang sangat kokoh, Bernard memeluk gadisnya dengan erat, tangan kanannya meremas pundak Bella dengan kencang. Bayangan wajah Kristin yang kembali hadir dan atas pergulatan hebat yang panas di ranjang dengan sahabatnya, membuat amarah pria itu kembali memuncak. Gadis cantik dan polos ternyata seorang penghianat, Kristin membodohi dirinya, sehingga membuat hatinya hancur. Bernard meremas pundak Bella sangat kuat, sehingga gadis itu meringis kesakitan. "Arrgh, Tuan, sakit," keluh Bella dan berharap pria yang telah membelinya itu sadar dan
Pertempuran yang sangat panas, pada akhirnya menyisakan lelah, lalu keduanya pun tertidur kembali dengan lelap sampai sore hari.Dengkuran yang terdengar sangat keras dan mengganggu, membuat gadis berkulit kuning langsat, cantik, dan seksi itu mendongakkan kepala, mencoba membuka kelopak mata yang masih terasa sangat lengket.Bella hanya bisa diam, karena pria itu memeluknya dengan sangat erat. Meski dalam keadaan tertidur pulas.Meski begitu, gadis itu berusaha membebaskan diri dari dekapan sang pria, perlahan ia membuka selimut yang menyelimuti tubuh polos miliknya.Singa buas itu kini sedang tertidur pulas, dan itu Bella manfaatkan untuk pergi dari apartemen milik tuannya.Pria berwajah tampan, gagah dan tinggi, juga bermata elang itu bak bayi yang baru lahir, polos tanpa sehelai benang pun yang menempel di tubuhnya."Ah, tidur pulas saja, senjatanya masih tegak berdiri, bak tugu Monas," decak Bella, seraya menutup kembali tubuh Bernard dengan selimut yang ia kenakan sebelumnya
"Apa? Pengaman?"Seketika Bella menutup mulutnya, karena dia lupa, akan benda keramat itu. Apa yang harus ia lakukan jika hamil nanti?Bela lalu menggeleng pelan seraya menunduk pasrah."Baiklah, kita tunda dulu bahas pengaman, saya sudah sangat lapar, ayo kita ke bawah membeli makanan," ajak Bernard pada Bella yang masih diam terpaku.Pria itu menarik tangan Bella dengan paksa, karena rasa lapar dan cacing dalam perutnya sudah tak bisa diajak kompromi.Di gerai makanan Bella hanya diam dan duduk di bangku pengunjung, menunggu Bernard memilih menu.Dalam benaknya tak pernah sama sekali untuk menginjakkan kaki ke restoran mahal, dan semua makanan yang di banderol dengan harga fantastis, satu makanan saja, itu sama dengan biaya hidupnya satu bulan."Beginilah kaum atas, sekali makan habis jutaan," gadis itu bergumam sembari menggelengkan kepalanya perlahan."Yakin ga mau milih makanan?" tanya Bernard, seraya menghampiri Bella, yang hanya duduk manis dan tak mau menyebutkan nama makana