Share

SIBLINGS

Masih di ruangan yang sama, semua anggota Keluarga Argent memberikan seluruh atensinya pada Charles seorang.  Ia menyimpan sendiri kegusarannya, dan berhasil membuat anak juga cucunya merasa khawatir –penasaran dengan penyebabnya.

Ketiga cucunya mendekat, lalu berdiri melingkari sang kakek.

"Apa mulut Kakek tidak terasa asam? Kakek menjadi pendiam setelah bersentuhan dengan bocah hybrid tadi." cecar Leona.

Leona merotasikan bola matanya saat Charles tiba-tiba tertawa geli melihat tingkah dan ucapannya.

Tidak. Bukan hanya Charles, tapi semua orang yang ada di ruangan itu pun ikut tertawa. Ia melemparkan tatapan nyalangnya pada mereka yang telah menertawainya sejak beberapa saat lalu.

"Bisakah Kakek berhenti tertawa? Bukan saatnya untuk menertawakanku, kek." Leona bersungut-sungut.

Loui mengangguk. Mengiyakan pernyatan Leona. "Benar. Kakek harus menceritakan sesuatu pada kami." balas Loui.

"Jadi, apa yang kakek dapatkan dari bocah hybrid itu? Sepertinya itu benar-benar menganggumu, Kek?" timpal Luca.

Rasa penasaran Luca terlihat jauh lebih besar dari kedua kakaknya.

Charles bergeming. Ia masih enggan membuka suara. Terdengar helaan napas di sisi Loui dan tanpa sadar ia meletakkan salah satu tangannya di bahu sang kakek, lalu memperhatikan sorot mata Charles dalam diam.

Sebagai vampire yang mampu membaca pikiran, cara yang digunakan Loui terbilang sangat unik –berbeda dengan vampire lain yang memiliki kemampuan sama.

Hanya dengan menatap mata lawannya, ia bisa mendapatkan seluruh informasi yang ia inginkan, seperti yang saat ini ia lakukan pada Charles.

"Jadi, itu alasannya?" Loui kembali buka suara setelah bungkam sesaat.

Charles memberikan anggukkan kecil sebagai jawaban. Ia mengiyakan apa yang baru saja Loui tanyakan. Ia pun beranjak setelah menepuk bahu Loui dan berbisik, "Kau saja yang ceritakan semuanya pada Orangtua dan adik-adikmu, Loui." katanya. "Mulutku benar-benar menolak menyebutkan nama mereka." sambungnya.

Sepeninggal Charles, semua atensi tertuju pada Loui seorang.

"Cepat katakan. Informasi apa yang baru saja kau dapatkan dari kakek, Kak?" tuntut Luca.

"Skargard yang telah mengubahnya menjadi seorang hybrid. Disadari atau tidak, mereka sedang memancing kembali keributan dengan klan werewolf." papar Loui.

"Skarsgard?" Rosalie mencoba memastikan kembali apa yang baru saja ia dengar.

Loui mengangguk tanpa ragu, mengiyakan segala macam keraguan yang muncul dalam benak Rosalie.

"Bukankah Skarsgard adalah...?" Malia bergumam dan tanpa sadar menggantung kalimatnya; mencoba mencoba mengingat kembali semua hal yang ia ketahui tentang Skarsgard.

Sadar diperhatikan semua orang, Malia segera menutup mulutnya dan mengulas senyuman simpul. "Maaf, sepertinya aku harus menyelesaikan sesuatu didapur." imbuhnya.

Ia berinisiatif meninggalkan ruangan itu, dan beranjak menuju ruangan lain. Memberikan privacy yang dibutuhkan oleh seluruh anggota Keluarga Argent.

Bagaimana pun, ia tengah berusaha menepati janjinya pada Loui dan Luca –menutup telinganya juga menghindari segala macam hal yang berhubungan dengan para Skarsgard.

"Skargard yang mana yang kau maksud, Loui?" Akhirnya Stefan angkat bicara setelah sekian lama bungkam.

Ia memangku dagunya, menatap anak sulungnya penuh tanya. "Darah Derick dan Irina tidak mampu mengubah seorang manusia atau werewolf menjadi hybrid. Mereka bukan purebloods." papar Stefan.

"Aku rasa Damien yang melakukannya." duga Luca.

"Tidak mungkin ia melakukannya. Bagaimana pun, kita semua tahu siapa yang paling licik diantara seluruh Keluarga Skarsgard." sanggah Leona percaya diri.

Seketika Luca melemparkan sebuah senyum dan tatapan penuh arti pada kakak perempuannya itu. "Oh. Lihatlah! Kau sedang membela mantan kekasihmu." goda Luca tanpa ragu.

Jika sudah seperti ini, Luca benar-benar terlihat seperti seorang adik yang tengah berusaha menjahili kakaknya.

"Hey! Aku tidak membelanya." Leona kembali menyanggah ucapan sang adik. Ia segera menarik tangan Luca saat dirinya hendak berlari dan menghindari.

Dengan sigap ia lingkarkan sebelah tangannya di sekitar leher Luca. "Bagaimana pun, kita semua tahu. Kalau Lucien lah yang paling licik di antara ke empat anak emas Skarsgard." jelas Leona penuh penekanan.

"Benar. Pelakunya adalah Damien." sambung Loui.

Netranya bertemu langsung dengan milik Leona selama beberapa saat. Ia memberi anggukkan kecil, meyakinkan segala keraguan yang melingkupi Leona.

Merasa menang, Luca membalik keadaan. Kini kedua tangannya lah yang melingkari leher jenjang milik Leona. "Sudah kubilang. Damien itu licik. Apa kau lupa kalau dia pernah mengontrolmu? Kau bahkan sempat menjadi pembangkang, dan kau berhasil membuat ibu menangis karena ulahmu." jelas Luca panjang lebar.

Leona menundukkan kepalanya begitu saja. Ia merasa malu jika kembali diingatkan akan kejadian yang telah lalu.

Saat bersama Damien, ia benar-benar berubah menjadi gadis dingin nan jahat. Damien benar-benar berhasil menguasainya saat itu.

Luca mencolek sebelah pipi Leona, sontak Leona menoleh dan memandangi sang adik yang masih menempel padanya. Luca pun mengulas senyum manisnya pada Leona. "Terima kasih karena mau mendengarkanku, Kak." lirih Luca.

Namun tiba-tiba Charles meninterupsi kemesraan yang terjadi antara Luca dan Leona. "Loui! Malia membutuhkan bantuanmu!" teriak Charles dari arah tangga.

Sepersekian detik berikutnya netra Loui berhasil menangkap tatapan elang milik Luca. Tanpa mengatakan apapun Loui beranjak –menuju tangga, menyusul sang kakek.

"Sepertinya kau harus membantunya, Luca. Aku perlu istirahat," ujar Loui setelah ia berhasil memijakkan salah satu kakinya pada anak tangga pertama.

Loui membalikan badannya saat tak mendapatkan jawaban apapun dari Luca. Ia tatap adik laki-lakinya itu lamat-lamat lalu berkata, "Bukankah kau senang melihatnya berceloteh saat di dapur?" tebaknya.

Luca mengembuskan napas beratnya. Di detik berikutnya ia memberi anggukkan pelan sebagai jawaban. Ia setuju untuk membantu Malia, sebab ia senang memandangi wajah manis gadis itu saat berceloteh tentang ini dan itu.

Namun ada sesuatu yang mengganjal. Bukankah Loui juga menyukai hal yang sama? Kenapa harus dirinya yang membantu gadis itu Charles menyebut namanya dengan sangat jelas. Meminta Loui untuk menemani Malia yang entah sedang melakukan apa di dalam dapur.

"Apa tidak masalah kalau aku yang membantunya?" tanya Luca sedikit ragu.

Alis kanan Loui terangkat naik mendengar pertanyaan sang adik. "Tidak salah karena kau berusaha berbuat baik." katanya. "Sejak kapan kata membantu menjadi kalimat yang salah?"

"Baiklah." balas Luca lirih. "Aku akan membantunya." katanya.

"Good." timpal Loui.

Di sepersekian detik berikutnya Loui melesat, menyusul sang kakek ke lantai dua. Entah apa yang akan ia lakukan di sana. Yang jelas ia perlu membiarkan Luca memanfaatkan kesempatan yang ia berikan padanya.

Luca mendesah pasrah sembari mengusap surai pirangnya dengan sapuan kasar. Lalu melesat menuju dapur –membantu Malia menyelesaikan tugas yang ia sendiri tak tahu pasti apa yang tengah dilakukan gadis itu di dalam sana.

"Malia pasti tidak mengharapkan kehadiranku." gumamnya putus asa.

***

Di tempat lain –jauh dari ketenangan Kota Moonwood, sekelompok vampire tengah terlibat diskusi alot.

"Kita harus mengejar mereka sebelum mereka bergerak ke tempat yang lebih jauh." usul pemuda yang baru memindahkan posisi bidak caturnya.

"Tidak perlu. Aku masih bisa menjangkau pergerakan mereka," ujar satu-satunya gadis yang ada di sana.

"Jika mereka tertangkap. Biarkan aku menjadi yang pertama mencicipi darah Gadis Hale itu." sahut pemuda berambut abu-abu.

Pemuda yang tengah memainkan sendiri caturnya pun kembali bersuara, "Dari pada anak manusia itu. Aku lebih ingin memonopoli Gadis Argent, seperti yang dilakukan Damien dulu." ia mengakhiri kalimatnya dengan sebuah kikikan kecil.

"Lakukan saja jika kau ingin mengakhiri hidupmu dengan segera!" tantang pemuda berambut abu-abu.

"Tak ada yang boleh menyentuh Leona selain aku!" pekik pria yang baru saja memasuki ruangan.

Terdengar kekekehan dari ujung ruangan. Gadis yang sejak tadi menarikan jemari lentiknya pada deret tuts piano pun berbalik –menatap dalam pria yang baru saja memasuki ruangan.

"Jangan memberikan komentar apapun, Irina." tegur si pria. "Kita punya keinginan yang sama."

Gadis bernama Irina itu pun menggeleng tak percaya dan berkata, "Aku tidak seambisius dirimu, Damien." balasnya. 

"Jangan bertingkah seolah ingin mendapatkannya kembali, jika kau tak bisa bertanggung jawab atas kelalaian yang kau lakukan hari itu, Damien." jelas Irina.

**To be continue***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status