Share

3

Apartemen Raka sangat sepi. Dingin dan tak berpenghuni. Bagaimana bisa di sana ada kegiatan manusia kalau Raka hanya berada di rumah sakit dalam tujuh belas jam dalam sehari hidupnya. Hanya pulang untuk tidur dan mandi serta berganti baju.

            Dengan langkah yang sangat terseok sekok karena lelah, Raka memaksakan diri untuk berjalan lebih jauh ke arah dapur untuk mengambil minuman di kulkas karena kerongkongannya terasa sangat kering setelah ingat dia belum minum ataupun makan dari sore tadi.

            Tangan Raka memegang gagang pintu dan membuka kulkas yang hanya berisi udara kosong, dingin dan tak ada makanan sama sekali. Saking seringnya hanya pulang untuk mandi, tidur dan berganti pakaian. Raka sampai lupa kapan terakhir kali ia berbelanja untuk mengisi kulkas super besarnya dengan makanan. Sayang, decak Raka dalam hati. Kulkas besar itu hanya berisi udara kosong tak terisi apapun.

            Di ujung rak kulkas, Raka melihat satu botol air mineral yang hanya tersisa beberapa tegukan saja. Dan Raka meraih botol itu dengan menimang apakah isinya dapat menghilangkan dahaganya. Dan nyatanya, Raka membukanya dan hanya sekali tenggak, dan sialnya. Raka belum terobati dahaganya.

            Melihat ke penjuru ruangan, Raka jadi ingat kapan kali terakhir ia membersihkan apartemen, kapan kali terakhir dia berbelanja dan memasak. Dan kapan kali terakhir ia menjalankan hidup seperti manusia normal yang punya waktu istirahat, waktu bekerja, dan waktu bersenang senang. Tidak seperti sekarang yang hanya di dominasi waktu bekerja dengan sedikit istirahat dan tak ada waktu bersenang senang.

            Rasa dahaga Raka yang belum juga habis, membuat laki laki itu nekat untuk mengisi botol kosong tadi dengan air kran sampai setengah botolnya terisi air tak matang itu. tapi Raka nyatanya memang berniat menghilangkan rasa dahaganya dengan cara itu.

            Dengan beberapa kali tenggakan, air itu habis. Dan Raka nampak tak menyesal sudah mengisi perutnya dengan air kotor itu. nampak bersyukur malah. Ia tak harus ke super market malam malam seperti ini hanya untuk membeli air minum di botol dengan jumlah yang banyak tentunya.

            “Jam sepuluh malam ....” desis Raka pada dirinya sendiri. Ia tak mau mengisikan apapun ke dalam perutnya. Ia tak butuh makan hari ini. Hanya butuh istirahat.

            Dan Raka melangkahkan kakinya yang masih terseok seok karena kelelahan itu ke kamarnya. Membaringkan diri dengan melepaskan kemejanya hingga tak memakai apapun di bagian atas tubuhnya. Menampakan tubuh Raka yang sangat keras karena susunan ototnya yang sangat terlatih.

            Raka memejamkan mata. Tapi otaknya sudah berpikir untuk mengisi banyak makanan ke kulkasnya besok. Setidaknya, mulai esok, ia takan bekerja extra karena Brian yang akan membagi pekerjaan dengannya. Sekarang ada bagian di hidup Raka yang bernama bekerja dan beristirahat. Tapi Raka akan bingung, bagian hidupnya akan terisi dengan bersenang senang?? Mungkin tidak, mungkin juga belum.

^^^

            Raka terbangun sangat pagi, pukul empat pagi hanya untuk bersiap untuk bekerja? Tentu tidak. Jangan salahkan Raka kalau dia gila berolahraga tepatnya berlari. Raka akan berlari sangat pagi dan berujung pada makan sarapan berupa bubur ayam sampai dua mangkok, bahkan tiga mangkok untuk mengisi perutnya. Jadi, itulah alasan Raka kuat bekerja sampai siang. Dan itu juga alasan Raka memiliki masa otot yang sangat keras. Ia berolahraga setiap hari, bahkan saat hari sedang hujan. Menempuh jarak sampai lima kilometer untuk membunuh waktu sampai pukul tujuh pagi ia harus bekerja. Dengan rutinitas yang sama seperti itu sampai hari harinya berakhir.

^^^

            “Dokter, pasien cempaka VIP tiga sudah bangun.” Lapor seorang asisten perawat yang selalu bersama Raka, namanya dokter Mega. Perempuan di usia penghujung tiga puluhan. Dengan rambut yang keriting menggantung dan tatapan mata keibuan. Dengan jiwa kerja yang sangat produktif, membuat Raka sangat senang bisa bekerja dengannya karena terasa efisien.

            “Saya sudah tau kalau pasien cempaka VIP tiga sudah sadar.” Jawab Raka dengan sangat tenang, membuat Mega sangat bingung. Dari mana Raka mengetahui kalau pasien yang baru saja melakukan pegecekan darinya itu sudah sadar? Sedangkan Raka baru saja sampai di rumah sakit?

            Tanpa banyak kata, sekali lagi, Mega adalah tipikal pekerja yang sangat profesional dan efisien. Jadi ia takan bertanya hal penting seperti, kenapa doktr sudah tau? Apa dokter ini cenayang? Atau apapaun itu.

            Mega hanya mengikuti langkah Raka. Raka tak melakukan pekerjaanya kemarin. Saat melihat pasiennya itu bangun. Tapi dari penglihatan sekilas Raka. Ia tau kalau pasiennya baik baik saja. Apa lagi mulut sadis perempuan itu yang mengatainya, Maling?!! Sudah pasti Raka menjamin. Kalau operasi yang di lakukannya berjalan dengan amat sangat lancar tanpa ada kendala sedikitpun.

            Ruangan Cempaka VIP tiga itu di datangi Raka dan dua perawat. Membuat mata Mika membulat. Ia harus bersitatap dengan orang yang sama. Dan sialnya, kemarin ia salah kira. Menyangka kalau dokter itu adalah seorang maling.

            Mika nampak gugup dengan gelagat dokter itu. tapi dua perawat di sampingnya terlihat sangat santai dan nampak sangat mempercayai dokter itu. membuat Mika sangat berpikir, sehandal itukah dokter yang menanganinya??

            Tangan Raka mengeluarkan stetoskopnya, menaruh bagian bercabang itu ke telinganya dan menangkupkan kepala stetoskop ke arah Mika.

            Mika bungkam saat Raka menekankan tangannya untuk mendengarkan jantungnya. Alat pemantau, atau demografi detak jantungnya sudah di copot tadi pagi karena entah alasan apa itu. toh alat itu membantu untuk memantau kondisi pasien yang tak sadarkan diri. Sedangkan sekarang Mika sadar, berarti alat itu tak berguna bukan?

            “Ada gejala rasa sakit di dada selama beberapa saat terakhir?” tanya Raka dengan nada super dingin, ia tak mau terlibat banyak interaksi dengan pasien pasiennya. Image dingin selalu ia nomor satukan.

            Mika menggeleng, bukan karena rasa sakit itu tiba tiba ada. Tapi aroma mint dari mulut Raka yang sangat segar membuat Mika berpikiran yang tidak tidak, terlebih tangan Raka yang tiba tiba meraih tangannya dan menyentuh pergelangan tangannya seolah memastikan sesuatu.

            “Denyut nadi normal, sembilan puluh per menit.” Raka selesai mengatakan itu, ia menatap Mika dengan sangat tajam. Mata tajam dan rahang yang runcing itu membuat Mika jadi makin gugup.

            “Kamu sedang gugup atau memang ini masih terkena pengaruh obat?”

            Dan seperti ledakan dinamit. Nyatanya Raka diam saja saat Mika menatapnya dengan kebingungan harus berkata apa. Ya! Jawabannya karena dia sedang gugup tiba tiba mendapatkan sentuhan di tangan. Siapa yang tidak gugup?

            Tapi seringai tajam Mika tak di lihat Raka. Mana bisa dia ia tinggal diam saja saat ada seorang yang menjatuhkan martabatnya di depan dua orang perawat pula! Mikalia Abraham yang ini, anak bungsu dari keluarga Abraham tidak akan tinggal diam saat tau, Raka tersenyum sinis karena keupasan di atas awan yang sementara.

            “Ternyata Bapa itu, Dokter? Bukan maling ya....?” Mika membuat Raka marah dengan sangat tepat di ulu hati.

            “Kemarin saya kira, saya sedang ngelindur karena efek obat bius. Melihat ada laki laki yang mendendap endap ke ruangan saya. Ternyata setelah saya lihat lebih seksama, itu Bapa....”

            Kata kata Mika barusan membuat Mega, perawat yang bekerja dengan profesionalitas itu menjadi mengerutkan dahinya. Begitu juga Abila. Perawat di sampingnya. Raka bahkan terkejut mendapatkan serangan dari Mika yang membuatnya tersudut. Karena Mika dengan sengaja tidak mengatakan kalau ia mengambil jas yang tertinggal.

            Raka menatap dingin Mega dan Abila yang tak berkutik begitu mata dinginnya menatap mereka. Bergantian dengan Mika yang harus mendapatkan tatapan dingin itu. tangan Raka sudah sangat cekatan memberikan beberapa suntikan ke dalam infus Mika.

            “Banyak orang yang bilang, malaikat kematian akan terlihat tampan untuk orang yang banyak berbuat kebaikan. Akan terlihat menakutkan untuk orang yang jahat. Dan kenapa mereka punya dua sisi, karena tidak akan ada yang tau kapan mereka akan mati.”

            Setelah mengatakan itu, Mika makin ketakutan kalau yang di maksudkan untuknya adalah suntikan kematian. Kematiannya berhenti pada Raka yang tampan tapi mematikan.

            “Saya harap kamu segera sembuh.” Ucap Raka dengan gamang karena baru kali ini mendapati pasien kurang ajar yang bahkan umurnya lebih muda darinya. Tapi Mika masih mengatupkan bibirnya tak berusara.

            Mega dan Abila saja sudah sejak tadi kehilangan rohnya karena di tatap mata tajam Raka. Apalagi Mika yang berhadapan langsung dan berperang langsung dengan mata tajam Raka. Setelah Raka pergi dengan dua perawatnya, membawa beberapa hasil pemeriksaan dan beberapa sempel darah untuk di teliti di labolatorium. Mika kembali di ranjangnya dengan sangat kesepian. Bunga yang terakhir yang ia lihat itu belum berganti. Sekarang mungkin akan mengering karena tak pernah di ganti. Karena nyatanya, Mika tak mendapatkan kunjungan dari keluarganya.

            Menghempaskan diri ke atas ranjang rumah sakit. rasanya Mika sudah siap untuk mati, tapi kapan kalau begini? Mati juga butuh orang lain, sedangkan keluarganya tak peduli. Harus mati di mana Mika ini agar tidak merepotkan orang orang yang bahkan tak peduli padanya. Mati di rumah sakit pun, akan membutuhkan tanda tangan keluarga untuk persetujuan.

            Hempasan nafas berat Mika dengan tangan kiri yang di aliri selang infus itu menyentuh dadanya yang berdetak tak karuan itu.

            “Kenapa tadi tiba tiba gugup?” tanya Mika pada dirinya sendiri, mengingat kejadian barusan. Saat Raka mengatakan kalau detak jantungnya tak normal karena gugup, dan nyatanya memang benar. Ia gugup. Tapi kenapa? Harus gugup saat Raka menyentuh tangannya? Kenapa?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status