Jessen Luders adalah cowok idaman bagi setiap gadis yang menatapnya dalam pandangan pertama. Badan yang atletis di dukung dengan wajah yang rupawan sangat memikat hati. Tak jarang banyak wanita yang mendekatinya, namun pada awalnya saja.
Kau tau, Jessen sangatlah dingin. Setiap kalimat yang terucap dari bibirnya sangat kejam dan menusuk hati. Tak jarang banyak pula wanita yang atrek mundur. Iya mundur.Setiap wanita yang mencoba mendekatinya selalu di ancam dengan tulisan dalam sebuah buku. Selalu!-Untukmu
Kau tau aku sangat membenci orang yang sok dekat denganku. Kalau kau mendekat lagi, kau akan rasakan akibatnya!
-Jessen
Membacanya saja sudah membuat merinding wanita yang mencoba mendekatinya. Kejam? Ya memang.
Jessen hidup dalam keluarga broken home, Ayahnya seorang yang kaya raya dan ibunya seorang pembisnis yang sukses. Kedua orang tuanya sangat membuatnya terusik. Mereka selalu bertengkar dan akhirnya bercerai... Dan Jessen memilih untuk tinggal bersama ibunya. Chatty Luders.
Ibunya selalu tidak punya waktu untuk bersama dengannya. Hanya neneknya yang selalu bersamanya. Neneknya sangat penuh kasih dan sangat menyayangi Jessen. Jessen sangat bersyukur akan hal itu.
Namun semua hal berbeda setelah neneknya meninggal. Suasana rumah jadi kelam.
Jessen masih berusaha untuk menjalani hidupnya dan mencoba untuk menjadi seseorang yang sama. Namun semua nihil.
Setiap orang yang mendekat padanya hanya karena dia kaya dan tampan, tidak lebih. Kecuali ada satu teman Jessen yang benar berteman dengannya dengan tulus hati. Ken namanya.
Miris.
"Valen cepetan dong!" Pekik gadis yang ada di hadapan Jessen sedang menatap temannya yang ada di seberang jalan.
Pekikkan itu membuat temannya berlari ke arahnya sambil terengah-engah. "Sabar dong, kau ngak tau apa tadi ada kucing yang tersesat? Kasian tau ngak."
Jessen yang tidak peduli akan mereka. Mengalihkan pandangannya ke layar ponselnya serta mengambil headset mencoba memutar musik.
"Kau tau nanti kita terlambat!"
"Tenanglah... Kasian kucingnya terpisah dari orang tuanya. Dia sendirian"
Kalimat itu menusuk hati Jessen. Dia merasakan kalimat itu seperti mengarah kepadanya, padahal itu adalah kucing.
Jessen memasukkan kembali headsetnya ke saku celana. Entah apa yang membuatnya menjadi penasaran perbincangan dari mereka.
"Aku tau rasanya jadi seperti dia." Valen memandang Tessa dalam.
Tessa merangkulnya. "Sudahlah Val."
"Oh ya, kau apain kucing tadi?" Tessa mengalihkan pembicaraan.
Aura riang terlukis di wajah Valen. "Aku bawa!"
Tessa menyergit kaget. "Kau bawa?! Mana?!"
"Di tas, lihat aku ngak menutup tasku sepenuhnya biar dia bisa bernapas. Hehe."
Kepolosan Valen membuat Jessen menahan tawa yang membuat tubuhnya bergetar.
"Gila! Kenapa kau jadi pedulian gini sih?"
"Kasian loh sama dia, pokoknya aku harus bawa dia! Aku akan urus dan buat dia bahagia."
Senyuman kecil sinis pun terlukis di bibir Jessen. Memangnya kau tau apa yang membuat dia bahagia, huh? Dia hanya ingin orang tuanya kembali.
"Walupun aku ngak bisa jadi orang yang paling membuatnya bahagia. Setidaknya aku berusaha jadi bernilai di matanya."
Jessen tertegun karena kalimat yang keluar dari mulut Valen. Dia menatap gadis itu tajam.
Tessa menyenggol badan Valen kesal. "Ihh... Lebay."
"Terserahmulah mau buat apa ke dia. Yang penting kita harus cepat ke sekolah. Nanti telat, kena hukum lagi!" Tessa mengingatkan setelah melihat jam tangannya sudah mengarahkan ke jam 7.40
Mereka berlari meninggalkan Jessen seorang diri.Jessen yang tidak peduli akan waktu terus melanjutkan langkahnya dengan santai.
***
Pelajaran yang memuakkan telah berakhir. Jessen benci pelajaran sekolah yang menurutnya tidak perlu di ajarkan lagi. Itu terlalu mudah.
Ya, Jessen itu seorang yang sangat pandai di kelasnya. Tidak... Di sekolahnya! Bagaimana tidak? Setiap harinya selalu di penuhi dengan membaca, menghitung dan menghapal. Semua sangat mudah baginya. Dia tidak pernah jemu akan hal itu karena dia merasa waktu tidak terbuang secara percuma.
Pandangannya mengarah ke luar pintu kelas. Mengumpulkan niat untuk pergi ke kantin hanya untuk sekedar minum dan langsung berangkat ke perpus. Itulah yang setiap hari ia lakukan.
Bagi orang biasa hal yang di lakukan Jessen terlihat berlebihan dan terlalu culun. Namun tidak baginya, hal itu yang selalu bisa membuatnya berarti.
Berjalan melewati koridor menuju kantin.
Brukk.
"Maaf maaf kak saya tidak sengaja." Jessen menatap dengan dingin wanita yang ada di hadapannya. "Ini cewek yang tadi." Pikir Jessen dalam hati.
Wanita ini sibuk merapikan baju Jessen.
Jessen yang tidak menginginkan terjadinya percakapan di antara mereka berjalan meninggalkannya.Di kantin Jessen memesan minuman dan duduk tepat di sudut kantin kerena hanya tempat itu yang terlihat sepi. Jessen sangat benci keramaian, menurutnya itu sangat menganggu. Dia duduk dan mencoba menghabiskan minuman yang di genggamnya. Teringat akan kejadian tadi dan ucapan wanita itu. Sangat menganggu.
Kenapa aku harus mikirin dia?!
"Hai kak." Terdengar sahutan yang suaranya tidak asing.
Jessen meliriknya sekejap. Tak salah lagi, itu dia. "Aku sibuk, pergi. Dasar bodoh."
Jessen kembali meneguk minumannya dan terkaget karena wanita itu membentaknya.
"Denger ya kak, jangan sok ganteng deh. Ya aku tau kakak ganteng, tapi di atas langit masih ada langit jadi jangan merasa WOW." Wajah wanita itu terlihat sangat emosional.
Jessen sedikit terkejut melihat ekspresinya dan mulai menatapnya dingin.
"Aku juga bisa dapet yang lebih ganteng dari pada kakak tau ngak! Lihat aja nanti!" Valen meninggalkan Jessen tanpa peduli apa yang akan terjadi selanjutnya, pergi dengan kesal dan amarah.
"Aku jadi ngak selera makan. Ayo balik ke kelas." Sambungnya pada temannya.
Mereka pergi. Dan begitu pula setelah itu Jessen pun pergi menuju perpustakaan. Teringat akan wanita itu, membuat senyum sinis tergaris di wajah tampannya.
Menarik juga...
Jessen mulai menyusun rencana dengan membuat sepucuk surat yang akan menakuti Valen. Jessen tidak terima harus di jawab kasar oleh seorang wanita.
Valen yang gelagapan karena takut pun memukul perut Jessen yang membuat Jessen meringis kesakitan memegangi perutnya.Valen lari dari kelas menuju koridor berlari ke luar pagar sekolah untuk menyelamatkan dirinya. Sesekali dia melirik ke belakang, Jessen tidak mengejarnya.Betapa kencang degupan jantung Valen selama berlari tadi sampai di luar sekolah seperti sekarang. "Apa dia gila ya?! Aku ngak pernah tau ternyata Jessen itu mesum!"Masih dengan napas yang terengah-engah Valen mencoba mengontrol dirinya. "Ngak habis pikir aku tentang Jessen! Bisa-bisanya aku suka sama cowok seperti dia. Kalau tau gini, ngapain coba aku deketin dia! Sial!"Tak berniat untuk kembali ke dalam sekolah Valen menunggu kedatangan Tessa teman karibnya itu. Karena masuk ke dalam sangat beresiko..."Dor!" Terdengar suara kejutan dari belakang yang sontak membuat Valen terlompat."Tessa!! Kau gil
"A.. apa kau gila ya?" Valen mencoba menyadarkan Jessen dari kalimat gilanya.Jessen hanya mengangkat satu alisnya. "Emang kenapa? Ada yang salah?"Valen masih bingung akan hal yang terjadi menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Maksudnya gini... Kan kau sendiri yang bilang ngak mau bertemu denganku lagi dan sekarang kau mau kita pacaran. Gimana sih." Kata Valen bingung.Valen melihat Jessen yang terlihat datar membuat jantung Valen berdetak kencang semakin takut. "Enggak! Aku ngak mau. Aku ngak mau pacaran sama cowok sepertimu. Bye." Valen buru-buru kabur dari hadapan Jessen yang masih menatapnya hingga pergi.Valen tidak mengerti apa mau cowok itu. Bisa-bisanya bertindak tidak waras seperti tadi. Bukankah Jessen yang kemarin menolaknya mentah mentah?! Kenapa sekarang dia ngajak pacaran? Dasar aneh.***Jadwal pembelajaran di sekolah telah usai semua mata pelajaran dapat di pahami Valen. Ia tidak sabar untuk pulang ke rumah dan menceritakan segala
Valen yang sangat syok berada di tempat tidur yang ada Jessennya memukuli Jessen dengan bantal. "Kau gila!!! Memang gila!!! Aku kau apain?!! Kenapa aku ada di sini?!! Kau.."Jessen menyumpal mulut Valen dengan bantal dan mendorong tubuh Valen hingga terlentang. "Kau jangan berisik... Nanti kau ketauan sama orang yang di rumah ini" Bisik Jessen.Bener dugaan Valen, pasti dia yang mencuri membawa Valen ke kamarnya.Valen masih merontah-rontah melepaskan dirinya dari tangan Jessen. "Mm..lepasin..mm m..aakuu..mm""Kalau kau masih ngak bisa diam. Nanti aku cium."Kalimat itu membungkamkan Valen dari rontahannya.Jessen mengacak rambutnya bingung. "Sejak kapan kau di sini?"Valen melepaskan bantal yang menimpuk wajahnya tadi. "Dasar cowok mesum. Kau mencuriku dan tidur denganku! Kau... Kau... !!! Argh kau merenggut kesucianku!!!"Lagi lagi bantal kembali menyumpal mulut Valen. "Aku bahkan baru tau kau ada di sini!" Jessen dengan wajah kebing
"Huh..." Aku menghembusakan nafas berat sambil menyandarkan wajah dalam lipatan tanganku di meja."Kau kenapa Val?" Tessa bingung melihat perilakuku yang seperti orang yang tak semangat hidup.Aku mengacak rambutku prustasi. "Aku mau ke UKS dulu."Aku meninggalkan Tessa yang masih bingung dengan perilakuku."Kenapa sih? Apa yang sebenarnya terjadi? Nenek itu sebenarnya siapa sih? Dan kenapa aku harus mengikuti perkataan nya?" Aku terus mengumpat sepanjang perjalananku ke UKS.Langkah kakiku di jegat. "Mana ponsel dan kunciku?"Aku memandangi Jessen dengan penuh amanah. "Sabar! Aku ambil dulu di kelas! Tunggu di sini!" Langkah kakiku menghentak setiap kali melangkah.Kuambil kunci dan ponsel Jessen dan kembali ke hadapannya. "Nih!"Tanpa menunggu jawaban darinya aku langsung pergi berjalan ke UKS.***"Huhh..." Lagi-lagi aku menghembuskan napas tak kalah berat dari hembusan yang sebelumnya.Aku tak membawa b
Aku mengendus kesal. "Aku manjat! Biar bisa jumpa kakak!"Jessen masih menatapku dengan dingin. "Trus kau mau apa?"Aku menggaruk kepalaku geram. "Kakak... Tadi kan aku yang nanya itu, kenapa jadi kakak tanya balik." Aku menekan kalimat terakhirku."Kemarin datang-datang mau jebloskan aku ke penjara, sekarang nanya aku mau apa, besok ngajak aku nikah?" Jessen memiringkan senyumnya menyindirku.Aku mengelus dadaku. Sabar, sabar, nanti kalau ini semua sudah berakhir kau bisa membacoknya."Ya udah aku mau pulang aja." Sambungku singkat sambil membalikkan badan dan berjalan keluar kamar.Aku memperlambat langkahku. Kenapa dia tidak menghalangiku keluar ya?Aku menoleh sedikit ke arahnya. Dia kembali duduk di bangku belajarnya dan membaca bukunya.Aku masih memperlambat langkahku."Jalanmu lama ya. Berharap aku menghalangi mu keluar?"Mataku membulat. Kok dia tau sih?"Amit-amit!" Sambungku kembali membalikkan b
Aku termangu duduk di kelas walaupun guru tengah menjelaskan materi. Kepalaku sudah mulai paham tentang kerja buku mistis ini.Aku memandangi buku ini. Kapan ya aku bisa bicara sama nenek itu lagi?"Valen!"Aku tersentak dari lamunanku dan menatap ke arah depan. "I iya Bu.""Bengang bengong, bengang bengong... Coba kamu jelaskan apa yang saya terangkan tadi!"Sial... Lagi mapel fisika pula...Aku hanya memegangi tengkukku dan tersenyum pasrah."Berdiri di luar!"Hem... Ya sudahlah.Aku melangkahkan kakiku keluar dan duduk di kursi tunggu di seberang kelas.Bu Septi yang memarahiku tadi melihatku dengan amarah. "Siapa yang suruh duduk?!... Berdiri!"Aku langsung berdiri dengan tegap."Angkat kaki satu dan buat kedua tanganmu menjewer kuping!"Aku langsung mengikuti perintah nya."Lakukan sampai jam saya selesai!" Ibu itu masuk ke kelas dan menutup pintu."Iya bawel...
Aku membalikkan badan dan mengusap tengkukku. "Em. Tapi aku harus balik ke sekolah kak. Nanti aku di pikir bolos."Dia menatapku. "Namamu siapa?""Valen kak."Dia menggelengkan kepalanya. "Bukan, nama lengkapmu.""Valentresia kak.""Kelas?""XI MIPA 1 kak."Kakak itu merogoh ponselnya yang ada di saku celananya dan tampak sedang mengetik sesuatu. Kemudian dia menatapku lagi. "Aku udah izinin kamu. Sekarang kamu di sini aja. Temenin aku."Dalam hati sebenarnya aku senang ngak masuk kelas lagi, karena aku sangat bad mood sekarang.Tapi, memangnya kakak ini siapa? Kok bisa ngizinin aku segala.Aku menarik kursi yang berada di dekat kakak itu dan duduk bersebelahan dengan tempat tidur nya. "Kok bisa?"Kakak itu terkekeh kecil. "Bisa dong."Dia menggenggam tanganku menaruh di dadanya dan menutup matanya. "Udah di sini aja."Mataku terbelalak seperti mau copot dari kelopak mataku, pembuluh darahku m
Pagi ini aku sibuk mencari di mana diaryku berada. Bisanya ada di kantong depan tasku dan tertutup rapi. Tapi waktu aku cek, kantong itu udah terbuka. Kapan ini terbuka ya?Aku sangat tidak menyadari itu. Karena dua hari belakangan ini aku ngak nulis apa pun di sana, jadi aku ngak ada ngecek itu.Aku coba mengingat kapan terakhir kali aku membuka kantong depan tasku.Oh aku ingat. Waktu aku terkejut akan kehadiran buku mistis di tasku, waktu itu buku mistis, diary dan buku Tessa ada di sana.Gawat kalau di baca sama orang lain... Bisa-bisa mereka tau kalau aku suka sama Jessen!Aku bergegas ke sekolah."Duh... Apa masih ada di kelas ya? Malah udah lama lagi kejadiannya." Aku panik.Aku berangkat ke sekolah dengan tergesa-gesa, berharap itu masih ada di kelas.Sesampainya aku di sekolah, aku mengecek apakah masih ada di bawah kolong meja.Waktu aku cek, semua kolong meja sudah bersih. Tidak ada buku apapun."Eh kalia