Valen yang gelagapan karena takut pun memukul perut Jessen yang membuat Jessen meringis kesakitan memegangi perutnya.
Valen lari dari kelas menuju koridor berlari ke luar pagar sekolah untuk menyelamatkan dirinya. Sesekali dia melirik ke belakang, Jessen tidak mengejarnya.
Betapa kencang degupan jantung Valen selama berlari tadi sampai di luar sekolah seperti sekarang. "Apa dia gila ya?! Aku ngak pernah tau ternyata Jessen itu mesum!"
Masih dengan napas yang terengah-engah Valen mencoba mengontrol dirinya. "Ngak habis pikir aku tentang Jessen! Bisa-bisanya aku suka sama cowok seperti dia. Kalau tau gini, ngapain coba aku deketin dia! Sial!"
Tak berniat untuk kembali ke dalam sekolah Valen menunggu kedatangan Tessa teman karibnya itu. Karena masuk ke dalam sangat beresiko...
"Dor!" Terdengar suara kejutan dari belakang yang sontak membuat Valen terlompat.
"Tessa!! Kau gila ya! Jantungku hampir copot!" Valen menjerit kehabisan nafas karena syok.
Tessa yang menutup telinganya spontan mendengar jeritan yang memekakkan telinganya. "Biasa aja kali. Budeg nih kuping."
"Biarin aja, dasar."
Tessa memandang sekitar. "Kau kenapa di luar? Mau bolos?" Terkanya.
"Ya enggalah. Aku takut di dalam." Bisik Valen pada Tessa yang membuat Tessa seketika tertawa. "Setan? Kau takut setan?"
"Valen Valen, kau udah tua, masih aja penakut, kayak bocah." Sindir Tessa.
Valen yang kesal karena ucapan Tessa menjitak kepala sahabatnya itu. "Bukan hantu, tapi..." Kalimat Valen terpotong ketika sahabatnya itu risih melihat sesuatu pada seragam Valen yang tidak terpasang dengan seharusnya. "Benerin tuh dasi. Terbalik tau." Tessa sedikit menyentuh dasi Valen.
Valen pun merapikan dasinya. "Kau seharusnya dengerin aku dul... " Valen mengingat kejadian saat Jessen menyisir melihatnya dari atas menuju bawah. Sial!! Ternyata Jessen ngak mesum! Dia hanya lihat dasi Valen yang terbalik!
Tessa yang menatapnya bingung. "Emang kau kenapa?"
Valen yang bingung harus apa bergerak tak terarah, Valen dalam keadaan genting sekarang!
Jentikan jari Tessa membuat Valen tersadar dari lamunannya. "Aku tanya, kau kenapa?"
Valen memegang bahu Tessa dengan keras. "Aku mukul Jessen sekuat tenaga karena kupikir dia mesum sama aku tadi, rupanya dia hanya bingung lihat dasiku yang terbalik! Gimana ini Tes?!"
Tessa angkat kedua tangannya. "Aku angkat tangan ngak ikut campur. Itu urusanmu."
Rasa takut bercampur debaran jantung tak menentu menggerogoti diri Valen.
"Kau sih... Masa mukul orang sembarangan."
"Akukan ngak tau kalau dari tadi dasiku terbalik. Arh." Valen hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal karena kesal.
"Tapi dia juga aneh. Masa dia lakukan ini ke aku." Valen memperagakan gerakan Jessen tadi yang membuatnya tidak bisa bergerak di kelas.
"Serius? Itu mungkin dia mau balas dendam ke kau Val, kaukan pernah sok akrab sama dia." Jantung Valen kembali berdegup kencang mengingat kejadian itu, rasanya mau copot. Mungkin dia benar-benar akan membunuh Valen karena hal yang dia lakukan padanya di tambah pukulan di perut Jessen tadi.
Tessa berjalan masuk ke sekolah. "Kau ngak ikut?"
Rasanya sangat takut untuk kembali. Tapi, Valen harus bisa menghadapinya.
***
Mereka berjalan masuk. Suasana masih sepi. Berjalan masuk melalui koridor jadi semakin mencekam bagi Valen. Apa yang harus kukatakan nanti ketika bertemu dengan Jessen? Pekiknya dalam hati.
Valen mengintip melihat apakah Jessen masih ada di dalam ruang kelas?
Dia tidak ada.
Valen kembali menarik nafas lega. "Syukurlah."
Tessa menarik bangkunya sedikit ke belakang untuk meninggalkan ruang baginya untuk duduk. "Hem, untung dia ngak ada, kalau tidak, kau bisa mati." Ucapan Tessa sontak kembali membuat bulu kuduk Valen berdiri.
"Jangan gitu dong Tes. Doamu buruk amat."
"Ya Tuhan, semoga Valen bisa selamat dari amukan Jessen. Amin." Tessa meralat doanya. "Udah puas." Sambungnya datar.
"Amin." Dengan polosnya Valen meng-amini doa sahabatnya itu.
Valen duduk di kursinya sambil merogoh lacinya mencari buku catatan Biologi. Terkejut ada kertas yang yang tersimpan dalam lacinya. Padahal ia yakin tidak pernah menyimpan kertas di sana.
Kau harus tanggung jawab. Aku di UKS, jumpai aku.
-Jessen
Astaga..
Kenapa harus begini sih?
Ya udahlah aku juga harus minta maaf padanya, bagaimanapun aku telah memukulnya dengan keras tadi.
"Tes."
Tessa mengangkat wajahnya ke arah Valen. "Hm..."
"Aku mau ke UKS. Kalau aku sampai tidak kembali, datangi aku ya di UKS..." Ucap Valen datar.
Tessa yang menganggap bahwa Valen butuh istirahat sejenak dan mengiyakan dengan anggukan.
***
"Datang?" Sorot mata laki-laki itu membuat Valen naik bulu kuduk.
Dia tersenyum picik. "Aku yang mau di obati, kenapa kau yang pucat?"
"Ya itu karena muka kakak serem." Cetus Valen tanpa sadar keluar dari mulutnya.
Dia mengutuki dirinya sendiri karena bicara terlalu lancang.
"M... Maksudnya... Em... Kak mana yang sakit? Perutnya ya kak?" Valen meralat kalimatnya dan bergerak kaku ke arah Jessen.
Valen mencari kotak p3k untuk pengobat Jessen. Memangnya obat sakit karena di pukul di perut apa ya?
"Sini." Jessen menarik tangan Valen yang berada di hadapannya yang dari tadi sedang mencari obat. Membuat posisi Valen tepat berada di pangkuan Jessen.
Wajah Jessen yang begitu tampan membuat Valen tak berkedip sedetik pun. "Kau suka samaku kan?"
Terkejut karena perkataan yang keluar dari mulut Jessen, Valen mencoba membantah. "E... Enggak kok!"
"Kau menatapku dengan tersenyum lebar tanpa berkedip. Masih mau mengelak?" Terukir senyuman kecil di wajah Jessen menyudutkan Valen.
"Suka apanya?! Ngapain suka sama kakak?!" Valen berbohong.
Jessen mengalihkan pandangannya dari Valen. "Kalau ngak suka, kenapa ngak berdiri dari pangkuanku?" Jessen memandang Valen lagi tajam dengan senyuman miring. "Gimana?"
Sial.
Valen buru-buru berdiri dan menjauhkan diri dari Jessen. "Kakak mau di obati atau engga?! Kalau engga aku pergi!" Tanpa menunggu jawaban dari Jessen Valen berjalan menuju pintu keluar.
"Pacaran?" Terdengar suara dari mulut Jessen yang membuat Valen cengo. Apa dia ngak salah dengar? Jessen ngajak dia pacaran?!
"A.. apa kau gila ya?" Valen mencoba menyadarkan Jessen dari kalimat gilanya.Jessen hanya mengangkat satu alisnya. "Emang kenapa? Ada yang salah?"Valen masih bingung akan hal yang terjadi menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Maksudnya gini... Kan kau sendiri yang bilang ngak mau bertemu denganku lagi dan sekarang kau mau kita pacaran. Gimana sih." Kata Valen bingung.Valen melihat Jessen yang terlihat datar membuat jantung Valen berdetak kencang semakin takut. "Enggak! Aku ngak mau. Aku ngak mau pacaran sama cowok sepertimu. Bye." Valen buru-buru kabur dari hadapan Jessen yang masih menatapnya hingga pergi.Valen tidak mengerti apa mau cowok itu. Bisa-bisanya bertindak tidak waras seperti tadi. Bukankah Jessen yang kemarin menolaknya mentah mentah?! Kenapa sekarang dia ngajak pacaran? Dasar aneh.***Jadwal pembelajaran di sekolah telah usai semua mata pelajaran dapat di pahami Valen. Ia tidak sabar untuk pulang ke rumah dan menceritakan segala
Valen yang sangat syok berada di tempat tidur yang ada Jessennya memukuli Jessen dengan bantal. "Kau gila!!! Memang gila!!! Aku kau apain?!! Kenapa aku ada di sini?!! Kau.."Jessen menyumpal mulut Valen dengan bantal dan mendorong tubuh Valen hingga terlentang. "Kau jangan berisik... Nanti kau ketauan sama orang yang di rumah ini" Bisik Jessen.Bener dugaan Valen, pasti dia yang mencuri membawa Valen ke kamarnya.Valen masih merontah-rontah melepaskan dirinya dari tangan Jessen. "Mm..lepasin..mm m..aakuu..mm""Kalau kau masih ngak bisa diam. Nanti aku cium."Kalimat itu membungkamkan Valen dari rontahannya.Jessen mengacak rambutnya bingung. "Sejak kapan kau di sini?"Valen melepaskan bantal yang menimpuk wajahnya tadi. "Dasar cowok mesum. Kau mencuriku dan tidur denganku! Kau... Kau... !!! Argh kau merenggut kesucianku!!!"Lagi lagi bantal kembali menyumpal mulut Valen. "Aku bahkan baru tau kau ada di sini!" Jessen dengan wajah kebing
"Huh..." Aku menghembusakan nafas berat sambil menyandarkan wajah dalam lipatan tanganku di meja."Kau kenapa Val?" Tessa bingung melihat perilakuku yang seperti orang yang tak semangat hidup.Aku mengacak rambutku prustasi. "Aku mau ke UKS dulu."Aku meninggalkan Tessa yang masih bingung dengan perilakuku."Kenapa sih? Apa yang sebenarnya terjadi? Nenek itu sebenarnya siapa sih? Dan kenapa aku harus mengikuti perkataan nya?" Aku terus mengumpat sepanjang perjalananku ke UKS.Langkah kakiku di jegat. "Mana ponsel dan kunciku?"Aku memandangi Jessen dengan penuh amanah. "Sabar! Aku ambil dulu di kelas! Tunggu di sini!" Langkah kakiku menghentak setiap kali melangkah.Kuambil kunci dan ponsel Jessen dan kembali ke hadapannya. "Nih!"Tanpa menunggu jawaban darinya aku langsung pergi berjalan ke UKS.***"Huhh..." Lagi-lagi aku menghembuskan napas tak kalah berat dari hembusan yang sebelumnya.Aku tak membawa b
Aku mengendus kesal. "Aku manjat! Biar bisa jumpa kakak!"Jessen masih menatapku dengan dingin. "Trus kau mau apa?"Aku menggaruk kepalaku geram. "Kakak... Tadi kan aku yang nanya itu, kenapa jadi kakak tanya balik." Aku menekan kalimat terakhirku."Kemarin datang-datang mau jebloskan aku ke penjara, sekarang nanya aku mau apa, besok ngajak aku nikah?" Jessen memiringkan senyumnya menyindirku.Aku mengelus dadaku. Sabar, sabar, nanti kalau ini semua sudah berakhir kau bisa membacoknya."Ya udah aku mau pulang aja." Sambungku singkat sambil membalikkan badan dan berjalan keluar kamar.Aku memperlambat langkahku. Kenapa dia tidak menghalangiku keluar ya?Aku menoleh sedikit ke arahnya. Dia kembali duduk di bangku belajarnya dan membaca bukunya.Aku masih memperlambat langkahku."Jalanmu lama ya. Berharap aku menghalangi mu keluar?"Mataku membulat. Kok dia tau sih?"Amit-amit!" Sambungku kembali membalikkan b
Aku termangu duduk di kelas walaupun guru tengah menjelaskan materi. Kepalaku sudah mulai paham tentang kerja buku mistis ini.Aku memandangi buku ini. Kapan ya aku bisa bicara sama nenek itu lagi?"Valen!"Aku tersentak dari lamunanku dan menatap ke arah depan. "I iya Bu.""Bengang bengong, bengang bengong... Coba kamu jelaskan apa yang saya terangkan tadi!"Sial... Lagi mapel fisika pula...Aku hanya memegangi tengkukku dan tersenyum pasrah."Berdiri di luar!"Hem... Ya sudahlah.Aku melangkahkan kakiku keluar dan duduk di kursi tunggu di seberang kelas.Bu Septi yang memarahiku tadi melihatku dengan amarah. "Siapa yang suruh duduk?!... Berdiri!"Aku langsung berdiri dengan tegap."Angkat kaki satu dan buat kedua tanganmu menjewer kuping!"Aku langsung mengikuti perintah nya."Lakukan sampai jam saya selesai!" Ibu itu masuk ke kelas dan menutup pintu."Iya bawel...
Aku membalikkan badan dan mengusap tengkukku. "Em. Tapi aku harus balik ke sekolah kak. Nanti aku di pikir bolos."Dia menatapku. "Namamu siapa?""Valen kak."Dia menggelengkan kepalanya. "Bukan, nama lengkapmu.""Valentresia kak.""Kelas?""XI MIPA 1 kak."Kakak itu merogoh ponselnya yang ada di saku celananya dan tampak sedang mengetik sesuatu. Kemudian dia menatapku lagi. "Aku udah izinin kamu. Sekarang kamu di sini aja. Temenin aku."Dalam hati sebenarnya aku senang ngak masuk kelas lagi, karena aku sangat bad mood sekarang.Tapi, memangnya kakak ini siapa? Kok bisa ngizinin aku segala.Aku menarik kursi yang berada di dekat kakak itu dan duduk bersebelahan dengan tempat tidur nya. "Kok bisa?"Kakak itu terkekeh kecil. "Bisa dong."Dia menggenggam tanganku menaruh di dadanya dan menutup matanya. "Udah di sini aja."Mataku terbelalak seperti mau copot dari kelopak mataku, pembuluh darahku m
Pagi ini aku sibuk mencari di mana diaryku berada. Bisanya ada di kantong depan tasku dan tertutup rapi. Tapi waktu aku cek, kantong itu udah terbuka. Kapan ini terbuka ya?Aku sangat tidak menyadari itu. Karena dua hari belakangan ini aku ngak nulis apa pun di sana, jadi aku ngak ada ngecek itu.Aku coba mengingat kapan terakhir kali aku membuka kantong depan tasku.Oh aku ingat. Waktu aku terkejut akan kehadiran buku mistis di tasku, waktu itu buku mistis, diary dan buku Tessa ada di sana.Gawat kalau di baca sama orang lain... Bisa-bisa mereka tau kalau aku suka sama Jessen!Aku bergegas ke sekolah."Duh... Apa masih ada di kelas ya? Malah udah lama lagi kejadiannya." Aku panik.Aku berangkat ke sekolah dengan tergesa-gesa, berharap itu masih ada di kelas.Sesampainya aku di sekolah, aku mengecek apakah masih ada di bawah kolong meja.Waktu aku cek, semua kolong meja sudah bersih. Tidak ada buku apapun."Eh kalia
Prov Rio"Rio." Itulah kalimat pertama yang keluar dari mulut papa saat bertelepon denganku."Iya pa?""Besok papa jemput, dan kita balik ke Indonesia." Sambungnya."Hah? Tapi pa...""Tidak ada tapi-tapi, kamu di sana tidak ada yang perhatikan. Jadi di sini papa bisa pantau kamu.""Ta tapi pa..."Tut Tut TutArh.. kenapa harus pindah sih?!Drett...Aku langsung mengangkat ponselku yang bergetar.Aku harus komen ke papa, memangnya salahku apa sampai-sampai harus di pantau segala?!"Halo pa.""Haha why you call me pa, beb?"Aku kembali melihat layar ponselku, Anne.Ck kenapa sih selalu di waktu yang tak tepat!"We broke up! Don't call me again!"Pekikku sambil mem