Acara lamaran antara Davin dan Rena sudah dilakukan seminggu yang lalu, kedua keluarga sudah memutuskan tanggal pernikahan yang akan digelar satu bulan lagi. Terkesan mendadak memang, namun itu demi kebaikan bersama mengingat banyak rumor tak sedang yang beredar. Demi menepis segala gosip miring itulah pernikahan keduanya dipercepat dan selama beberapa hari ini baik Rena dan Davin sudah sibuk mempersiapkan segala perlengkapan pernikahan keduanya, dibantu kedua orangtua masing-masing.
Rena tersenyum manis ketika mendapat pesan dari Davin, pesan romantis dan terkesan ambigu seperti biasa. Ya, ia sudah terbiasa dengan kelakuan Davin, hal itu justru membuat Rena semakin mencintai pria itu. Davin yang romantis, terkadang nyeleneh, memberikan kesan berbeda di mata Rena.
"Iya, ini sudah selesai," ucap Rena ketika mengangkat panggilan telepon d
Dering ponsel memekakkan telinga, Rena yang masih terlelap di atas kasur empuknya mulai terusik oleh suara nada dering dari ponselnya yang begitu bising memenuhi ruang kamar. Kelopak mata Rena perlahan terbuka, ia menoleh ke samping, tangannya terulur meraih ponsel.Rena mendengkus pelan ketika melihat nama si penelepon yang muncul di layar, orang yang telah mengusik tidur lelapnya. Padahal semalam Rena pulang waktu dini hari, rasa kantuk jelas masih mendominasi meski saat ini waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi."Kenapa?" Rena langsungto the pointketika mengangkat panggilan dari kakaknya. "Mama?" Ia mengerutkan kening, sebelum akhirnya mengembuskan napasnya dengan kasar. "Kak Reyvan nelpon aku cuma buat nanyain mama di mana? Kakak 'kan bisa telepon langsung ke nomor mama, kenapa harus nelepon aku. Ganggu or
Kitaperlu bicara, dari hati ke hati.-Davin-Davin berjalan gontai memasukiprivat roomdi klub miliknya. Ketika pintu terbuka, bunyi terompet berpadu dengan suara teriakan heboh dan percikan kertas kerlap-kerlip menyambutnya."Surprise!!" seru kelima pria tampan yang tak lain sahabat-sahabatnya sejak SMA.Namun, bukannya senang mendapat kejutan tak terduga dari para sahabatnya. Davin malah mendengkus pelan, wajahnya nampak kusut dan tak bersemangat. Langkahnya seperti zombi kelaparan, berjalan lesu menuju sofa tanpa menghiraukan satu pun para sahabatnya yang dibuat cengo oleh sikapnya."Lo kenapa?" tanya Rey
Rena mengernyit ketika mobil Davin berhenti di pelataran rumahnya, sorot matanya langsung tertuju pada barisan mobil yang terparkir di depan rumah—————nyaris memenuhi teras rumahnya.Ada apa ini?Rena bertanya-tanya, matanya memperhatikan keadaan rumahnya yang terpantau sepi meski banyak mobil terpakir di depannya.Apa ada tamu? Tapi siapa yang bertamu pagi-pagi begini? Hanya orang-orang kurang kerjaan yang bertamu sepagi ini. Bahkan mungkin orangtuanya baru terbangun. Di saat Rena sibuk dengan berbagai pertanyaan yang berseliweran di dalam kepalanya, dari arah samping suara Davin menginterupsi."Ayo." Davin sudah melepas sabuk pengaman, bersiap akan turun.
Soal jodoh biarkan menjadi urusan Tuhan, manusia hanya bisa berencana, merangkai ekspetasi dan berakhir dengan sebuah realita.Davin mendengus pelan, melihat antrian mobil di depannya. Saat ini dirinya terjebak macet, setelah menghadiri peresmianclubbarunya, Davin segera menuju ke mall karena mamanya meminta dijemput di sana.Setelah setengah jam berlalu, akhirnya Davin tiba di sebuah mall di kawasan Senayan. Dia langsung menghubungi mamanya. "Halo, Ma. Davin sudah sampai di lobi."Kening Davin mengkerut, mendengarkan mamanya yang terus berbicara, memintanya agar menjemputnya di dalam. "Harus banget ya Ma?" Davin menghela napas, dia tak bisa menolak keinginan mamanya. "Oke, Davin parkir mobil dulu." Davin menutup sambungan telepon
"Ren, aku bisa jelasin!"Teriakan samar terus terngiang, membangunkan Rena dari alam bawah sadarnya. Kelopak matanya perlahan terbuka, langit-langit kamar berwarna abu-abu menyambut pandangan matanya pertama kali. Merasa asing, lantas ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan yang didimoniasi warna abu-abu. Hingga netranya berhenti di seseorang yang berada di samping ranjang.Davin?Mata Rena berkedip-kedip, sedikit terkejut mendapati pria itu berada satu ruangan dengannya dan yang membuat Rena heran kenapa Davin tertidur sambil duduk di lantai, pria itu bersandar di dinding, setelah itu Rena baru menyadari sesuatu yang berada di genggaman tangannya. Ia pun menurunkan pandangannya ke bawah.Tangan Davin. Spontan Rena menarik tangannya, melepaskan
Hal yang tak bisa ditolerir dalam sebuah hubungan, perselingkuhan dan kekerasan.Kata orang, menjelang pernikahan akan banyak masalah datang menerpa. Sepertinya itu benar, sebulan menjelang pernikahan, Rena justru dikejutkan dengan fakta bahwa calon suaminya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.Siang itu, Rena menyempatkan waktu istirahatnya datang ke kantor Alan, calon suaminya. Pria yang bekerja sebagai Direktur di perusahaan properti milik orangtuanya. Alan yang selalu sibuk dengandeadlinedan Rena yang sibuk mengurusi pasien, keduanya jarang punya waktu untuk sekedar makan siang bersama. Karena hal itu juga Rena menyempatkan diri datang menemui kekasihnya itu untuk mengajak makan siang sekaligus merayakananniversarymereka yang pertama.
Yang satu gagal nikah, yang satu gagal move on. Lalu bagaimana kalau keduanya bertemu?Kata orang dulu, kalau jodoh nggak akan ke mana. Mungkin itu yang dijadikan landasan Davin saat ini, bukan untuk mencari kesempatan dalam kesempitan, tapi untuk memperjuangkan di saat masih diberi kesempatan."Mau pulang atau langsung ke rumah sakit?" Davin menoleh sekilas pada Rena yang duduk di kursi samping, lalu matanya kembali fokus pada jalanan yang cukup padat saat menjelang siang."Rumah, kebetulan hari ini aku tugas malam." Jawaban singkat dan padat, menjadi akhir dari percakapan singkat keduanya sampai mobil Davin tiba di depan gerbang rumahnya."Ren." Panggilan Davin menginterupsi, membuat wanita itu sedikit terkejut.
Jadilah seperti pohon mahoni, tetap bertahan meski kemarau panjang melanda, tetap berdiri kokoh walau harus mengorbankan daun-daunnya berguguran.🍂🍂🍂Davin menghampiri kedua sahabatnya yang berada diprivatroombar miliknya. Ia menghela napas saat masuk ke ruangan yang sudah berubah kacau balau, pecahan gelas dan botol berserakan di mana-mana. Sementara pelakunya masih terlihat belum puas setelah membuat ruangan mewah itu jadi hancur bagai diterpa badai tornado."Nggak sekalian lo bakar aja bar gue, Van?" sarkas Davin, berjalan mendekat memunguti pecahan beling di lantai."Lo total aja, gue ganti semuanya." Napas Reyvan menggebu-gebu, tangannya mencengkram er