"Hei, wanita murahan! Aku tak menyangka wanita sepertimu mengkhianati kekasihku! Selama ini kau pandai menyembunyikan kelicikanmu di balik wajah polosmu itu! Kau memang tak pantas bersanding dengan Martin!" seru Cordelia sambil tersenyum sinis.
Baru saja keluar dari gedung pengadilan, Diana Hamilton sudah disambut dengan suara teriakan Cordelia, adik tirinya. Setelah setahun lama menghilang, Cordelia muncul tiba-tiba tepat di hari perceraiannya. Diana penasaran, kemana Cordelia selama ini. Mengapa baru sekarang menampakkan diri. Dahulu, Cordelia menghilang tiba-tiba di hari pernikahan lalu dia pun disuruh Lauren untuk menggantikan Cordelia. Saat ini, Diana hanya bisa menerka-nerka.Diana mengangkat kepala, dengan perasaan remuk redam, melihat Cordelia tengah bergelayut manja di lengan Martin Martinez, mantan suami. Sekarang Diana sudah menyandang status janda. Diana diceraikan, dalam keadaan hamil muda, karena minggu lalu Martin mendapatkan fotonya tanpa busana bersama pria yang wajahnya di blur di atas ranjang."Sudah aku katakan, aku tidak berselingkuh, Cordelia. Semua foto itu adalah palsu! Aku dijebak malam itu— ahk!""Berani kau membantah!" Perkataan Diana terpotong ketika Cordelia mendaratkan tamparan kuat di pipi kanannya.Diana tersentak, dari tadi berusaha membendung air matanya agar tak meluruh. Namun, semakin ditahan, dadanya terasa amat sesak dan pada akhirnya cairan bening mengalir pula dari sudut mata. Sambil memegangi pipinya dia menatap ke depan. Melihat Martin melayangkan tatapan penuh cela sekarang."Martin, percayalah padaku, semua foto yang kau dapatkan semuanya palsu ...." Diana masih berusaha menjelaskan meski Martin tak percaya dengan perkataannya.Tak ada jawaban, Martin membisu. Diana jelas tahu, bila pria berperawakan tinggi dan memiliki tato di sekujur tangan kanan itu memang jarang berbicara. Pria itu amat misterius, wajahnya bengis, bermata elang dan sangat dingin. Selama menikah, Martin memang tak pernah mengajaknya berbicara. Walau hanya menjadi pengantin pengganti, benih-benih cinta bermekaran di hati Diana. Diana tak tahu apa perkerjaan Martin. Tetapi, berdasarkan kabar burung dari asisten rumah Martin memiliki perusahaan makanan terbesar di ibu kota Caracas, Venezuela, Amerika Selatan.Janin yang bersemayam di perutnya pun akibat ketidaksengajaan. Sewaktu itu, di pagi-pagi buta Martin pulang dalam keadaan tubuh bersimbah darah dan tercium aroma obat keras menguar dari tubuh Martin. Entah sadar atau tidak, Martin menyambar tubuh Diana dan menggaulinya di atas ranjang."Palsu? Kalau memang palsu, apa kau bisa membuktikannya?" Martin angkat bicara, suaranya terdengar dingin dan tajam hingga menusuk kalbu Diana sesaat.Diana memutar otak, mencoba mengingat siapa pria di dalam foto. Sekarang, dia yakin sekali pria tersebut adalah Kornelius. Matanya berkeliling sesaat, menelisik keberadaan Kornelius di samping Lauren, mama tirinya. Pria itu adalah tangan kanan Lauren. Selama ini Kornelius selalu berada di sekitar Lauren. Namun, hari ini batang hidung Kornelius tak terlihat sama sekali. Entah kemana perginya. Kornelius menghilang bak ditelan bumi."Buang-buang waktu saja! Ayo, Baby, kita pulang ke rumah, aku malas berdiri lama-lama di sini," ujar Cordelia kemudian."Tunggu!" Diana hendak menyentuh tangan Martin. Namun, tangannya ditepis oleh Cordelia segera."Apa yang kau lakukan hah!? Jangan menyentuh kekasihku!" Cordelia memekik nyaring hingga para pengunjung pengadilan melirik sekilas ke arah mereka. Terpancar kemarahan dari kedua bola mata Cordelia.Martin melirik Cordelia. "Sudahlah, Cordelia, jangan buang-buang tenagamu." Pria itu kemudian mengalihkan pandangan ke arah Diana."Diana, meski kau mengatakan foto itu palsu, tapi aku yakin sekali bila janin di dalam perutmu itu bukanlah anakku!" sahutnya penuh penekanan.Tanpa mendengar tanggapan Diana, Martin dan Cordelia membalikkan badan lalu melangkah cepat menuruni tangga pengadilan.Napas Diana tercekat, kaki dan tangannya mendadak lumpuh, bahkan pita suaranya tak dapat berfungsi saat ini. Diana hanya bisa menatap nanar punggung Martin menghilang di depan sana."Wanita tidak tahu di untung! Seharusnya kau bersyukur dipungut mendiang suamiku! Tapi, kau malah membuat nama suamiku tercoreng sekarang! Aku tertipu dengan wajah polosmu itu! Dasar wanita jalang!" Lauren memberi komentar seketika sambil melipat tangan di dada."Jaga ucapan, Mama! Aku tidak berselingkuh! Aku yakin ada seseorang yang menjebakku!" balas Diana dengan mata melotot sedikit. Sejak dulu dia mencoba bersabar menghadapi sikap Lauren namun sekarang Diana tak dapat menahan diri lagi.Wanita yang dipanggil 'mama' ini, sangatlah berbeda dengan Philip Hamilton, mendiang suami Lauren. Lima belas tahun silam, Diana kecil ditinggalkan mama kandungnya di jalan raya. Ia pun hidup luntang-lantung. Untuk bertahan hidup pun Diana terpaksa mengais sisa-sisa makanan dari tempat sampah. Akan tetapi, di sore hari, saat warna jingga mulai nampak di permukaan langit, Diana kedatangan seorang malaikat. Philip menghampirinya tiba-tiba dan mengulurkan tangan padanya. Lalu membawanya pulang ke rumah dan merawatnya seperti anak sendiri, sangat berbeda sekali dengan Lauren, bersikap baik hanya di depan Philip saja.Tak lama kemudian, setelah kedatangan Diana, Lauren mengandung Cordelia. Pasangan suami-istri itu memang susah mendapatkan anak, informasi tersebut Diana dapatkan dari asisten rumah. Diana tahu betul bila Philip dan Lauren telah lama menantikan buah hati itu. Seiring berjalannya waktu, keadaan tampak baik-baik saja, akan tetapi setahun lalu tepat di hari Cordelia menghilang, Philip sakit keras dan pergi untuk selama-lamanya, Lauren semakin memperlihatkan kebenciannya kepada Diana.Lauren tersenyum sinis. "Sekarang kau berani melawanku ya! Tak usah banyak alasan! Sekali murahan ya tetap murahan!"Diana terlihat enggan menanggapi."Kau tidak pantas memakai nama Hamilton! Mulai detik jangan pernah menampakkan diri di hadapanku!" lanjut Lauren lagi.Diana tersenyum getir. Sungguh miris, sesudah dijadikan pengantin pengganti, kini Diana dibuang juga oleh keluarga Hamilton."Cih! Buang-buang waktuku saja!" Saat tak ada tanggapan, Lauren memilih berlalu pergi."Tidak, aku tidak bisa diam begini. Aku harus bertemu Kornelius. Aku yakin sekali dia dapat menolongku."Diana tak menyerah, masih berharap Martin dapat percaya padanya nanti. Ia tak mau buah hatinya bernasib sama sepertinya. Anaknya memerlukan figur seorang ayah. Walaupun dia sudah bercerai setidaknya Martin mau mengakui anaknya.Diana menghapus cepat air matanya lalu bergegas pulang ke rumah. Sesampainya di sana Diana langsung pergi ke paviliun, di mana Kornelius tinggal selama ini. Diana sangat berharap Kornelius ada di sana.Saat pintu terbuka, mata Diana langsung berseri-seri, melihat Kornelius ternyata ada di dalam. Tanpa pikir panjang ia menarik kuat tangan Kornelius dan menyeretnya keluar."Kornelius, aku butuh bantuanmu, jelaskan pada Martin bahwa semua foto-foto itu adalah palsu!" seru Diana tanpa menatap lawan bicara.Di belakang, sambil mengikuti langkah kaki Diana, Kornelius tak memberi tanggapan, raut wajahnya terlihat sangat datar.Selang beberapa menit, Diana telah tiba di mansion utama. Melihat Martin sedang duduk bersama Cordelia dan Lauren di ruang tengah."Martin, pria di dalam foto itu adalah Kornelius! Semua foto itu palsu! Ayo Kornel, jelaskan pada Martin sekarang, katakan padanya, tidak terjadi apa-apa di antara kita malam itu." Dengan napas terengah-engah Diana membuka suara."Kenapa kau masih di sini hah! Masih punya muka kau rupanya?!"Bukan Martin yang menanggapi, melainkan Lauren. Wanita itu langsung berdiri dan menghampiri Diana. Sementara Kornelius hanya diam saja, tak langsung memberi penjelasan pada Martin. "Aku tidak butuh tanggapanmu, Ma. Aku ke sini ingin berbicara dengan Martin."Diana mengabaikan Lauren dan memilih memandang ke arah Martin masih bergeming duduk di atas sofa bersama Cordelia. Pemilik mata cokelat itu tak berniat mendekat. Semakin mendidih darah Lauren, matanya melotot tajam. "Kau!"Tanpa banyak kata Lauren melayangkan tamparan di pipi kanan Diana.Plak!Diana tersentak, matanya melebar sedikit, secepat kilat memegangi pipinya yang terasa amat panas sekarang. "Shft ..." Diana menatap Lauren dengan mata berkilat menyala. Lauren telah membuat kesabarannya habis. Plak!"Ahk!" Lauren terlonjak kaget saat Diana melayangkan tamparan pula di pipi kanannya seketika."Mama!" Cordelia berteriak, buru-buru mendekat diikuti Martin setela
"Ke Kuba?"Diana tahu betul jika Martha berasal dari Kepulauan Kuba, bagian Amerika Tengah, terletak sangat jauh dari Venezuela dan harus menyeberangi Lautan Karibia untuk sampai ke sana. Martha, pemilik rambut hitam bergelombang itu datang ke Caracas memang mengadu nasib di sini. Jika Diana pikir-pikir tidak ada salahnya dia ikut ke sana. "Iya, ayo pergilah bersamaku, Diana. Aku pun belum tentu akan kembali ke kota ini, pakaianku akhir-akhir ini kurang peminat dan biaya sewa gedung juga sudah habis, aku tidak punya uang untuk membayarnya." Martha menjelaskan dengan raut wajah nelangsa. Diana melempar senyum hambar, merasa kasihan dengan gadis 22 tahun itu. Selama berteman, Diana tahu betul betapa tekun dan uletnya Martha dalam melakukan perkerjaan meski toko kurang peminat selama ini. "Apa aku tidak merepotkanmu, Martha? Aku membawa seseorang di dalam perutku ini?" tanya Diana sambil mengelus perut. Martha menggeleng cepat lalu tersenyum sumringah. "Tidak sama sekali, Diana. Justr
"Martin, aku mencintaimu, aku tidak rela melihat kau menyentuh wanita lain, selain aku ...."Sedari tadi Cordelia menitihkan air mata kala mendengar Martin akan mencari wanita lain bermaksud ingin mendapatkan anak. Karena sampai saat ini Cordelia tak kunjung hamil. Cordelia tahu jika tetua alias papa angkat Martin memerlukan keturunan untuk melanjutkan bisnis hitam Martin.Martin duduk di sofa sambil memegang cerutu. Asap terlihat udara, menandakan cerutu baru saja disesap. Mata elang nan tajam itu memandang ke arah Cordelia sedang terduduk di atas lantai sejak tadi."Lalu apa yang harus aku lakukan, Cordelia? Kemarin Papaku bertanya kapan kau akan hamil? Sebelum papa pergi, dia memintaku untuk segera memberinya seorang pewaris. Kau tahu sendiri kan, Papa hanya memiliki aku saja.Di umur tujuh tahun, Martin Martinez sudah tidak lagi memiliki orang tua. Orang tua kandungnya dibunuh oleh komplotan mafia lain. Masa lalu kelam mempertemukan Martin dengan Pablo. Pablo yang kebetulan tidak m
"Angela!" panggil Angelo. Angelo terlihat panik, melihat Angela berlari sangat kencang. "Ya ampun, bagaimana ini! Pasti Mommy marah padaku! Anak itu, apa sih yang dia lakukan!" gerutunya sambil mempercepat langkah kaki kala melihat Angela berbelok ke kanan tiba-tiba. Dia tak melihat apa yang telah terjadi barusan karena sibuk melayani pembeli. Sementara itu di toko pakaian, Pedro sedang sibuk melerai dua wanita pengunjung pakaian yang terlibat adu mulut. Sehingga sejak tadi perhatiannya teralihkan dan tak menyadari bila Angelo dan Angela tidak berada di dalam booth. Begitupula dengan Diana dan Martha. Karena matahari semakin meninggi, para pengunjung toko semakin padat merayap. Sampai-sampai kedua wanita itu kewalahan dan tak menyadari pula si kembar tidak berada di sekitar. "Hei, belhenti!"Angela masih mengejar Cordelia dan Ursula sambil memegangi mahkota bunga di atas kepala. Bocah itu tak mau uang hasil kerja kerasnya terbuang begitu saja. Cordelia dan Ursula pun tak berniat m
"Hai, Uncle siapa ya?"Angela mencoba bertanya. Karena dia sangat penasaran. Namun, Martin malah memberi kode pada kedua karyawannya untuk pergi sekarang. Mereka mengangguk cepat kemudian berlalu pergi, meninggalkan Martin sedang memicingkan mata, mengamati wajah yang mirip dengannya itu. Martin terlihat enggan menyahut. Namun, entah mengapa kedua bocah itu menarik perhatiannya sekarang. Dengan sabar Angela menanti jawaban dan pada akhirnya baru sadar akan tujuan awalnya datang kemari. "Astaga, wanita penjahat itu belum membayal!" celetuknya tiba-tiba. Secepat kilat Angela memutar kepala ke samping, melihat Angelo masih bergeming dengan kepala mendongak ke atas."Abang, ayo kita minta bantuan olang ini untuk naik ke atas?" kata Angela sambil menepuk kuat pundak Angelo. Angelo tersentak, dengan cepat menoleh ke samping kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Angela. "Kau benar, tapi sebaiknya jangan minta bantuan orang ini, lihatlah dia terlihat menyeramkan," sahutnya sambil melir
"Agnes! Grace!" seru Angelo dan Angela bersamaan. Martin mengerutkan dahi sedikit ketika jawaban yang mereka berikan berbeda-beda. "Aku ulangi sekali lagi, siapa nama Mommy kalian?" Menyadari bila nama yang dilontarkan berbeda, Angelo dan Angela melirik satu sama lain. Mereka tengah kebingungan, ingin menyebut nama siapa. Walaupun saat ini berada jauh dari pantauan Diana. Keduanya tak lupa akan ajaran Diana, bila seseorang bertanya siapa nama orang tuanya, jangan pernah berkata jujur. Angelo dan Angela tak banyak bertanya dan mengira ajaran Diana untuk keselamatan mereka. "Hm, Agnes Grace nama lengkap Mommy kami, iya kan, Angela?" Angelo menyenggol kuat lengan Angela. Berharap pria asing di hadapannya dapat percaya.Angela langsung mengangguk-anggukkan kepala. "Iya benal, Agnes Grace, itu nama panjangnya, hehe."Martin memicingkan mata, tingkah laku Angelo dan Angela nampak mencurigakan. "Hmm."Tatapan Martin membuat Angela menatap balik. "Memangnya ada apa, Uncle? Mana uangnya, kam
Dikala Diana dilanda kepanikan dan saat ini mencari kesana kemari buah hatinya bersama Martha dan Pedro. Berbeda dengan Angelo dan Angela yang sedang berada di atas pencakar langit, tepatnya di helikopter, keduanya tengah tertidur dengan sangat pulas dalam pangkuan Martin sekarang. Sedari tadi pria berwajah bengis itu memperhatikan wajah mungil keduanya secara bergantian. Entah apa yang dipikirkan Martin. Namun, mampu membuat Cordelia gundah gulana. Sedari tadi, Cordelia mencoba mengajak Martin berbicara dan bertanya, mengapa membawa kedua anak itu ke Caracas. Akan tetapi, Martin tak menjawab sama sekali. Cordelia hanya dapat menahan kesal.'Tidak mungkin dua bocah ini anak Diana, itu tidak mungkin ....' Duduk di depan Martin, Cordelia mengigit ujung kuku-kukunya sambil menatap dingin Angelo dan Angela secara bergantian.Ursula yang duduk di sampingnya pun memandang Angelo dan Angela dari tadi. "Mister, kita langsung pergi ke mansion Hamilton?" Di kursi paling depan bersama co-pilot
Melihat mimik muka Martin, Diana semakin meradang. Matanya memancarkan kemarahan mendalam. Berarti benar prasangkanya jika Angelo dan Angela berada di sini. Dengan napas memburu Diana mendekat lalu melayangkan tatapan tajam pada Martin."Di mana anakku?!" tanya Diana lagi dengan rahang mengetat kuat. Martin menyungging senyum sinis lalu mengangkat sebelah alis mata kiri sedikit. "Apa aku tidak salah mendengar? Kau mencari anakmu di sini?"Netra Diana semakin melebar. Martin telah menyiram bensin di atas bara api. "Tentu saja, kau menculik mereka kan! Cepat jawab di mana mereka sekarang! Kau apakan mereka hah?!"Tawa keras membahana di ruang tamu itu seketika. Martin tertawa sambil memandang penuh cela. "Apa kau punya bukti kalau aku menculik mereka? Lihatlah tidak ada mereka di sini, 'kan?" Martin mengedarkan pandangan sesaat. Dia tak mau Diana sampai tahu bila si kembar ada di dalam kamarnya sekarang. Walau wajahnya mirip tapi Martin masih harus memeriksa apakah DNAnya cocok dengan