Share

Memory
Memory
Author: Stefani Wijanto

Bab 1 Sugar Baby

"Aku tidak mau diantar Mama ke sekolah."

Aku yang sudah memakai jaket dan meraih kunci motor dari atas kulkas, memandangi Amanda dengan heran. "Kenapa tidak mau?"

"Aku malu naik motor butut," sahut Amanda. "Dewi akan menjemputku."

"Tapi, Dewi belum punya SIM. Bahaya," sergahku.

"Bodo amat." Amanda bergegas ke luar rumah tanpa berpamitan.

Perlahan aku menghela napas, duduk lunglai di kursi meja makan. Amanda--putriku--tiga bulan lagi usianya genap 15 tahun. Tiap ukir wajahnya sangat mirip denganku. 

Akhir-akhir ini sikap Amanda berubah, dia menjadi lebih penuntut. Dia Juga malu dengan kondisi kehidupan kami yang pas-pasan.

Ah, pagi ini aku ingat--harus membayar hutang di warung Mak Rum. Sekalian  belanja, aku akan memasak semur ayam kesukaan Amanda. Setelah mengunci pintu, kulangkahkan kedua kaki menuju warung Mak Rum. Sinar mentari pagi cukup menyilaukan mata, warna kuning berpendar terang.

"Eh, Mbak Hasna ...." Perempuan yang selalu memakai daster dan celana olahraga itu tersenyum lebar. "Mau bayar hutang, ya?"

"Iya," jawabku singkat.

"Andaikan semua yang berhutang, membayar tepat waktu seperti Mbak Hasna, aku akan berteriak-teriak senang di atas genteng. Sayangnya, banyak yang molor ... kadang susah ditagih," keluh Mak Rum. "Mbak Hasna sedang libur kerja?"

Aku mengangguk.

"Weh, ada Mak Hasna. Kebetulan sekali." Bu Rusti yang baru datang terlihat senang melihatku. "Mengenai si Amanda ...."

Dahiku mengernyit. "Ada apa dengan Amanda, Bu? Apa dia nakal di sekolah?"

"Lebih dari itu." Bu Rusti bersemangat sekali.

"Maksudnya?" Aku sama sekali tidak mengerti.

"Winda kemarin lihat Amanda di mall, belanjaannya banyak banget. Amanda di gandeng mesra lelaki yang lebih tua, yang pantas jadi Papanya," ujar Bu Rusti.

"Jangan menuduh sembarangan, Bu Rusti. Mungkin anakmu salah lihat," sahut Mak Rum.

"Sebentar." Bu Rusti mengeluarkan ponsel dari dalam dompetnya. "Aku punya buktinya. Akan kukirim ya, Mbak Hasna."

Benar, tidak lama kemudian ada bunyi notifikasi pesan di ponselku. Bu Rusti mengirim satu foto.

"Bagaimana, Mbak Hasna? Aku tidak berbohong, kan?"

Mataku masih menelisik foto, antara percaya dan tidak, tetapi gadis di dalam foto memang benar Amanda. Sedangkan lelaki yang bersamanya tidak jelas wajahnya, karena menunduk dan tertutup topi baseball.

Mak Rum mendekat, dia ikut melihat foto di ponselku. "Iya, itu Amanda. Tapi, tidak bergandengan tangan. Ah, Bu Rusti sukanya melebih-lebihkan."

"Amanda itu sugar baby," ucap Bu Rusti seenaknya. "Peliharaan om-om kaya raya."

Dadaku menggelegak mendengar ucapan Bu Rusti. "Jaga bicaramu!" teriakku. Sugar baby adalah julukan halus untuk perempuan muda yang menjadi simpanan lelaki kaya.

"Kenyataannya memang begitu, jangan menutup mata. Atau jangan-jangan Mbak Hasna sudah tahu dan mendukung Amanda," tuduh Bu Rusti. Kedua sudut bibirnya mengembang senyum sinis.

"Aku berharap ada orang yang menyumpal mulutmu dengan cabe," kataku pada Bu Rusti. Si lebah gosip yang selalu mendengung di seluruh kompleks perumahan.

Lekas aku membayar hutang pada Mak Rum. Dan, berlalu pergi dari warung.

Tidak mungkin. Tidak mungkin.

Amanda tidak akan melakukan hal seperti itu. Ya, tidak mungkin.

Namun, foto Amanda bersama lelaki di mall tidak bisa diingkari. Tidak bisa ditampik. Gemuruh menyergap di bilik hati. Seolah ada ribuan jarum yang merajam jantung.

Sampai di rumah, aku lantas menggeledah kamar tidur Amanda. Di laci, di lemari. Nihil. Aku tidak menemukan apa pun. Tidak ada barang-barang yang mencurigakan. Aku melongok ke bawah tempat tidur, juga bersih.

Sebentar.

Aku yang hendak berdiri, merunduk kembali ke bawah tempat tidur. Aku melihat beberapa kantong belanja menempel di bagian bawah tempat tidur yang terbuat dari kayu, dengan cara di lakban. Dengan susah payah kuambil satu per satu.

Irama detak jantungku semakin cepat ketika barang-barang mahal terpapar di mata. Ada ponsel keluaran terbaru, merek buah apel--yang harganya tidak mungkin mampu bisa kubeli. Tas ransel, dua pasang sepatu, baju, dan ....

Satu gepok uang tunai 5 juta.

Astaga.

Aku terkulai lemas. Amandaku ... adalah anak baik-baik. Dia tidak mungkin menjual dirinya demi barang-barang dan uang.

Rasanya ngilu sekali. Amandaku bukan sugar baby seperti yang dikatakan Bu Rusti. Bukan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mardiati Badri
ini karya stefani wijanto ke 4 yg q baca, tp yg ke 1 di goodnovel
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status