"Cinta itu penuh makna kau dan aku. Jangan ambil pusing pada apapun di luar aku. Fokuslah pada cinta kita. Aku mencintaimu, titik!" by Sinta.
Mama Joyce, mama tiri Sinta, berbisik kepada teman-teman sosialitanya yang tampak sedikit mengerutkan kening karena kadar 'kesederhanaan' menantunya yang nampak sangat menonjol.
"Ah ... yang penting Sintanya ga ngambek dan minggat kaya dulu, ibu-ibu. Bisa kena serangan jantung papanya, aku ga mau kejadian begitu lagi. Mendingan sekarang mengalah, ntar mudahlah bisa diatur." Wanita cantik dan modis ini menjentikkan jemarinya yang berkuku runcing dan berkutex merah tua itu. "Maksudnya bisa diatur bagaimana, Jeng?" tanya ibu muda yang membawa tas warna hijau botol branded mewah dan limited edition. "Yah, ada deh! Kepo ya? Lihat dan tunggu saja tindakan adik iparku selanjutnya hihihi." Papa Sinta sendiri, suami mama Joyce, Hendra Wiguna, nampak tegang di acara pernikahan putrinya ini. Wajahnya mendung tapi juga tak berdaya. Sinta sudah dua kali ini mengecewakannya, setelah selama ini selalu membuatnya bangga sebagai anak yang cantik dan berprestasi.Ketika dia memilih kuliah jauh ke Jogja dan kini memilih si culun Wisnu itu sebagai suaminya. Aaargh! Neraka ini sungguh terasa mengerikan, bahwa dia terpaksa harus menerima menantu yang serba minimalis!Bagaimana bisa Sinta memilih suami yang berwajah persis dengan sopir keluarga mereka sendiri? Si Samsu? Sungguh lawakan yang tak lucu! 'Ah, bisa-bisanya putri kesayanganku tega berbuat ini padaku!' bisik hati Hendra lemas. Rasanya dia ingin menenggelamkan wajahnya ke lautan biru Samudra Pasifik! Hendra lalu memilih menenggak minuman keras yang berjajar di bar kecil di pesta ini. Rasanya hari ini terlalu panjang untuk dilalui dan barangkali minuman akan membuat waktu jadi lebih cepat berlalu. ***Malam semakin bergulir, ketika kedua insan manusia yang telah resmi sebagai suami istri ini saling terdiam dalam bahagia. Pesta sudah usai dan mereka kini sudah masuk ke kamar pengantin.Mereka menunduk dan tersipu, duduk berjarak di tepi tempat tidur, dengan hati yang makin berdegup menahan rasa. Di dalam kamar pengantin elegan yang merupakan perpaduan apik merah muda dan putih. "Sayang ...?""Ya, Hubby?" "Kita kenapa malah diem-dieman dan duduk berjauhan gini sih?" Wisnu mengerling Sinta dengan senyum tertahan. Udara yang dari tadi panas jadi makin panas saja rasanya."Sinta kan istrimu, Mas Wisnu. Jadi sebagai wanita yang berniat belajar jadi anggun setelah nikah ini, aku menunggu suamiku untuk berinisiatif dulu karena menghormatimu. Gitu My Hubby ...." Sinta tersenyum malu-malu. Rambut panjangnya kini menutupi wajah cantiknya yang sekilas tampak merona. Sungguh jauh berbeda dengan kebiasaan kesehariannya yang tomboy.Hati Wisnu langsung tergetar habis. Dari semenjak kuliah di Jogjakarta dahulu, dia sudah jatuh cinta pada Sinta sejak pandangan pertama. Meski saat itu Wisnu sudah punya pacar di Surabaya yang kemudian meninggalkannya.Sinta dulu malah naksir berat dengan sahabat Wisnu, teman kuliah, juga gitaris di band SIXTH, si Willy alias Kriwil. Tapi jalan jodoh sungguh unik, Kriwil jadian dengan Didi sahabat baik Sinta, dan Sinta malah tertarik kemudian dengan si periang Wisnu yang diam-diam juga sudah naksir sejak lama. Klop!"Sayang ... Istriku, aku menyukai dirimu apa adanya. Kau yang tomboy dan cekatan itu dari dulu sudah mengalihkan duniaku loh. Jadi please jadi dirimu sendiri aja deh. Sinta jadi anggun? Ah ga usah deh klo bisa. Malah jadi aneh dan ga seru. Lagian, Sayang ... aku juga baru ini nikah, tahu kan? Jadi sama sekali belum mencari referensi mesti ngapain dulu hihi." Wisnu berkilah dan merasakan wajahnya juga memanas. "Ah ... masa? Meski tanpa referensi, biasanya cowok selalu punya insting alami, Hubby." Sinta mendongak, tersenyum dan mengintip wajah teduh suaminya dari sela-sela rambutnya. "Beneran, istriku. Aku sesungguhnya memanglah lelaki yang sepolos dan sepemalu itu hehe. Yah ... dulu aja kau kan yang nembak aku duluan? Hayo masak lupa?" Wisnu menggeser duduknya mendekati Sinta. Ada tuntutan yang makin mendesak dalam dirinya. Itukah insting alami yang disebut Sinta tadi? Ahai!"Ah ... mana ada? Mas Wisnu duluan yang tebar pesona kok? Buktinya aku trus terpesona eh," bisik Sinta masih menunduk. Jemarinya saling bertaut, rasanya malu deh! 'Duh mama papa, Sinta malu beneran tapi pengen!' batinnya tersipu."Iya sih, tapi kau, Sayang yang membuatku berani, karena sinar matamu itu menegaskan perasaan cintamu kepadaku." Jemari tangan Wisnu perlahan terulur menyibak rambut Sinta dengan lembut, lalu menyelipkan rambut itu ke telinganya, nah wajah cantik itu kini jadi terekspos sempurna. Hatinya makin berdebar, celananya juga dirasanya makin sesak. "Oke, Sinta ... pandangi sekarang dong, wajah suamimu yang sangat mencintaimu ini, ya?"Sinta lalu bergeser menghadap ke arah Wisnu. Senyum mesra tercetak di wajahnya. Mata indahnya tampak sudah mendamba. Wisnu makin mendekatkan wajahnya ke wajah jelita yang kini sudah sah jadi istrinya itu.Hembusan nafas Wisnu yang hangat dan harum menerpa hidung mancung Sinta. Rasanya ada kupu-kupu berterbangan lucu di perut mereka. Geli tapi juga bikin nagih."Sayang ... bolehkah?" Wisnu mengangkat alisnya beberapa kali dengan jenaka, lalu membingkai wajah istrinya dengan degup jantung yang bertalu-talu. Tangannya juga terasa agak gemetar. Sinta mengangguk dan kemudian memejamkan mata, menunggu sentuhan kemesraan dari lelaki yang sangat dicintainya itu. Wisnu kemudian makin mendekatkan tubuhnya, lalu kembali menyentuh wajah Sinta dengan jemari tangan kirinya, menyatukan bibirnya dengan bibir indah hangat istrinya. Sementara itu jemari tangan kanannya membelai rambut, kemudian turun ke punggung dan pinggang istrinya. Oh ini sangat indah!Beberapa saat lamanya mereka menikmati momen indah pertama sebagai penganten baru, saling cium dan raba. Mencoba berbagai gaya dan posisi. Nafas mereka makin memburu dan tubuh juga semakin panas, merasa sudah sangat siap untuk ke tahap yang lebih jauh, saat tiba-tiba ada ketukan pintu yang sangat keras mengagetkan!***NOTES :MPO ini sebenarnya novel spin off dari novel riwidy di pf kuning Forbidden to Love. Wisnu dan Sinta sebagai sahabat dari para peran utama. Kepoin juga ya.
"Ketika pertemuan cinta di ujung lara, sanggupkah hati mencerna dan melahirkannya kembali ke suci?" by Wisnu-SintaOtomatis pelukan sepasang penganten baru ini jadi lepas! Oh sial! Lagi enak-enaknya kan, astaga.Lalu terdengar teriakan suara cempreng wanita."Wisnu! Sinta! Woiii, masih sore ini, jangan ngendon di kamar aja dong! Mentang-mentang penganten baru udah ga sabar aja! Hari masih panjang keles?" "Apa-apaan sih Tante! Ga sopan deh! Ini sudah jam 10 malam kali, wajar dunk kami bersiap bobok?" Sinta memberengut, sebal banget, keasyikannya jadi terganggu. Moment indah teruhui dalam hidupnya jadi ambyar. Mana udah basah di bawah sana, elah."Sabar, Sin. Sama tante harus sopan ya. Ntar kita restart lagi ya hihi. Kita bukain pintu dulu, yuk?" Wisnu yang sudah separo turn on jadi mengusap peluh.Wisnu lalu beranjak menuju pintu kamarnya. Dia membuka pintu dan mendapati tan
"Tantangan ada untuk ditakhlukkan, jangan takut bisa atau tidak, selama semangat terus membara. Niscaya semua akan indah pada akhirnya."by Wisnu Sinta tampak berpikir sejenak dan mempertimbangkan jalan keluar terbaik. Om tantenya dari dulu emang suka cari gara-gara. Suka ngedrama tanpa babak. Kurang kerjaan banget deh! Ahai! Sinta ada ide! Apakah idenya layak untuk dilakukan? Wisnu itu suaminya, bukan mau jadi ART di keluarganya. Lha kok jadi kaya gini? Dan perihnya suami Sinta itu nampak legowo alias ikhlas nan santuy saja menjalaninya. Elah! Sinta yang gak mau! Ga rela. "Oke Mas. Gini aja deh, aku mau lihat keadaan papa dulu, Mas, katanya tadi kan mabuk. Ntar skalian akan kupanggilin Samsu aja bantuin kamu ya, Mas?" Sinta memegang tangan suaminya manja. Duh hasrat itu mesti tertunda. "Boleh deh, tapi minta bantuan ya niatnya, jangan nyur
"Cinta bukan hanya sekedar penyatuan dua hati, tetapi nyatanya adalah penggabungan semangat dua keluarga." by Sinta "Brukkk. Augghh!" Suara berdebum mengagetkan kedua insan di malam pertamanya itu. Sinta kaget dan terbangun, dia melihat suaminya sudah terduduk sambil meringis. Sinta dengan terburu-buru menghampiri suaminya, tapi karena nyawanya belum berkumpul karena baru bangun, dia ikut terjatuh. Brukk. "Aww astaga!" jerit lirih Sinta bersamaan dengan Wisnu yang tertimpa tubuh istrinya. Sinta mengusap matanya dan memandang suaminya. Wisnu yang ikut kaget karena benda hangat empuk wangi yang menimpanya tiba-tiba lalu juga memandangi istrinya. "Kau tidak apa-apa?" tanya penganten baru itu berbarengan satu sama lain. Mereka berpandangan lagi. Lalu merasa mereka sangat lucu dengan kondisi saling berpelukan, dan linu
"Tegap berdiri menghadapi tantangan yang datang. Bak pantai siap diterjang ombak kecil sampai besar." by Wisnu "Wisnu, boleh aku tanya sesuatu?" tanya Hendra dengan pandangan sedikit meremehkan ke arah menantunya. "Ya tentu saja boleh kok, Pa?" Wisnu jadi deg-degan juga. Kenapa ya, papa Hendra mau tanya apa sih. Satu dua tiga .... "Kamu mau kerja di kantorku? Tapi Wisnu, pendidikan terakhirmu kan tidak cocok dengan apa yang diminta perusahaan, sayang sekali!" Papa Hendra menggelengkan kepalanya dengan gemas. "Iya sih, Pa. Pendidikan terakhir Wisnu adalah S1 sastra Inggris. Wisnu hobi belajar bahasa, Pa." "Nah itu dia! Kamu kenapa milih jurusan ga bonafid gitu sih, astaga! Apa bapakmu gak mengarahkan? Uh dasar ... Memangnya kau mau mengajar para pegawai di kantorku dengan bahasa Inggrismu? Huh kan itu tidak pada tempatnya. Payah!" "Wisnu mau kok
"Nasehat menurutku saripati kalimat yang bisa memberikan pencerahan, semacam jalan keluar dari himpitan masalah. Tetapi perjuangan terutama ada di kekuatan diri." by Wisnu "Boleh Kek, dengan senang hati Wisnu akan lakukan. Oiya Kakek mau ganti baju apa?" "Jas kemeja celana lengkap, dasi, juga tas kerja soalnya aku mau pergi ke kantor hari ini. Jangan lupa sepatu dan kaos kaki bersih ya?" "Lho kakek masih aktif di kantor ya? Hebat! Joss tenan, Rek!" Wisnu ga sadar dialek Jawa Surabayanya jadi keluar. Itu hanya tercetus saat dia bersama orang yang bisa membuatnya nyaman. Kakek Darmanto yang belum satu jam diakrabinya rupanya sudah memberinya rasa itu. "Nggak sih, Wisnu. Cuma sesekali aja ngantor, toh itu dulu kantor yang kubangun dari 0 bulat kan? Kerja anak-anak muda itu, sesekali harus diawasi, Nak. Hendra itu pintar berbisnis, tetapi dia tidak pandai menilai perangai orang jadi kadang masih te
"Tekad membaja bagai tertempa makin kuat dengan tantangan "Hai Wisnu, jangan bengong aja dong! Segitu herannya sama gaya sarapan keluarga kaya ya? Biasa aja kali, kamu tu jangan bersikap malu-maluin!" seru tante Mirna sambil mencomot sebuah sandwich. Sinta memelototi tantenya. Keadaannya yang kurang tidur dan masih nyeri di area kewanitaannya membuatnya jadi gampang emosi. "Tante, jangan merusak mood kita semua dong. Ini masih pagi lho, sudah aja membuat suasana jadi kacau! Perlu ya hina suamiku terus, setelah memperlakukan dia kayak kuli kemarin? Apa sih tujuan Tante sebenarnya?" Sinta menaruh sebuah gelas yang dipegangnya dengan keras sampai air putih di dalamnya jadi sedikit muncrat. Wisnu terkejut, dia memegang jemari tangan istrinya dengan erat, dia kuatir nanti malah masalah yang sesungguhnya bukan masalah ini, jadi berkepanjangan. "Tidak apa-apa, Sayang. &
"Suasana baru, tempat baru, hidup baru memberikan tantangan tersendiri untuk ditakhlukkan. Bisakah aku?" by Wisnu "Wisnu? Wisnu kan namamu? Sebagai pegawai baru, buatin kita seruangan kopi dong?"seru senior laki-laki berkepala botak di kantor W-Transport bagian administrasi gudang itu. "Iya nama saya Wisnu. Mohon bimbingannya. Baiklah akan saya buatkan kopinya. Dapur pantrynya di sebelah mana ya, Pak?" "Kamu jalan aja lurus ke arah sana nanti ketemu kok pantrynya sebelah kanan. Ga akan tertukar baunya khas harum kopi dan roti soalnya." Si bapak botak kasih keterangan. "Pak, ngapain sih nyuruh anak baru? Kan ntar orang pantry juga kasih kopi dan teh bentar lagi ?" Pemuda bernama Edi yang tadi satu-satunya teman yang mau senyum pada Wisnu protes. "Diem Lo, Ed. Ga papa kali, namanya pegawai baru bisa diterima di sini ad
"Sendiri dan sepi membuat hati jadi lebih berintropeksi." by Wisnu. "Iya benar. Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" "Anda dipanggil Pak Darmanto di ruangan kantor depan. Mari saya antarkan, Pak?" Hmm ada apa ya? Semua teman ruangan Wisnu mengangkat wajah penuh keingintahuan. Kecuali Edi yang cuek saja. Dia lagi fokus mengecek tumpukan laporan. "Wisnu kenapa ya dipanggil Pak Darmanto? Wisnu emangnya siapa sih?" Si Jabrik tampak kepo banget. "Nah iya, siapa Wisnu? Bukan siapa-siapa kali! Siapa tau dia dipanggil cuma disuruh bersihin meja barangkali. Atau ngepel. Hmm atau dikasih kerjaan tambahan admin?" Si botak berusaha menganalisa. "Iya tuh, mungkin saja." Seumur hidup mereka kerja di perusahaan W-Transport, tak pernah sekalipun dipanggil pak Hendra Wiguna, the big boss, apalagi atas