Share

Pengakuan Mendadak

"Kenapa kamu nekat melakukan kesalahan sebesar ini, Raisa?" ujar Antonio sedang memarahi Dokter Raisa di ruangannya setelah mereka diadili oleh pimpinan rumah sakit.

Sekarang Raisa sudah diberhentikan. Antonio sangat menyayangkan karir Raisa harus berakhir dengan cara seperti itu.

"Aku dibutakan oleh rasa cemburu. Aku sudah tertarik pada Adian sejak lama. Harusnya sebagai teman, kamu mengerti hal itu dan membantuku," tukas Raisa.

"Kamu benar-benar sudah gila, Raisa. Tindakanmu sangat ceroboh hanya karena ketertarikan pada seorang laki-laki. Aku sungguh tidak menyangka kamu bisa berbuat sejauh itu," keluh Antonio.

"Sudah cukup. Kamu hanya bisa marah-marah dan menghakimiku dari satu sisi. Kamu tidak akan mengerti bagaimana perasaanku sebagai seorang perempuan, Anton" tegas Raisa dengan nada tinggi. Dia sudah lelah terus dipojokkan.

"Aku mengerti. Tapi kamu yang terlalu bodoh, Raisa. Kamu melakukan sesuatu yang merugikan dirimu sendiri hanya karena seorang laki-laki yang bahkan tidak pernah melihatmu sedikit pun. Aku tahu seperti apa karakter Adian. Aku punya alasan kenapa aku tidak mau mendekatkan kamu dengannya."

"Apa alasannya?" tanya Raisa menantang.

"Alasannya karena aku tidak mau melihat kamu bersama orang lain. Aku mencintaimu, Raisa," ujar Antonio.

"Apa?" ucap Raisa terperangah.

Raisa tidak menyangka bahwa Antonio akan menyatakan perasaannya. Selama ini Raisa memang tidak menyadari hal itu. Dia menganggap semua kebaikan Antonio hanya karena mereka berteman.

Kata sudah terlanjur terucap. Antonio akhirnya jujur tentang perasaan yang dipendamnya. Dia menyukai Raisa. Itu sebabnya dia enggan mengenalkan Raisa pada Adian. Lagi pula Antonio tidak mau Raisa makan hati dengan sikap Adian yang terlalu anti terhadap perempuan.

Raisa terdiam dengan pengakuan Antonio. Dia masih merasa syok sendiri. Bahkan kini Antonio terang-terangan mengatakan bahwa dia peduli pada Raisa dan karirnya sebagai dokter.

Raisa menjadi lebih banyak diam dan tidak lagi membahas tentang Adian. Rasanya tidak nyaman membahas laki-laki lain saat dia tahu bahwa Antonio ternyata menyukainya. Meskipun dia sendiri tidak tahu apakah bisa membalas perasaan Antonio atau tidak.

Meski begitu pengakuan cinta Antonio tidak lantas memadamkan api kebencian yang sudah terlanjur berkobar dalam hati Raisa. Dia tidak terima kehilangan pekerjaannya.  Sebaliknya dia justru menyalahkan Adian dan Erlin sebagai orang yang sudah membuatnya diberhentikan.

***

"Iya atau tidak. Pak Adian hanya punya dua pilihan. Saya enggak mau jadi gadis bodoh yang menanggung resiko besar sendirian. Kalau bapak mau saya mempertahankan janin ini maka bapak harus menikahi saya. Kalau enggak, ya saya tinggal menggugurkannya saja," tegas Erlin mendesak Adian.

Erlin sungguh tidak peduli walau yang dia hadapi adalah dosennya sendiri. Masalah itu menyangkut masa depan pribadi. Erlin tidak tergiur dengan materi yang Adian tawarkan. Baginya, kalau memang Adian ingin bertanggung jawab ya harus melalui pernikahan.

Erlin juga mengatakan jika Adian mau bertanggung jawab dengan cara yang benar, maka dia tidak akan membuat tuntutan apa pun. Erlin sadar dengan perkataannya yang meminta Adian untuk menikahinya.

Sekarang dia tidak peduli dengan cinta atau dengan siapa dia akan menikah. Hal terpenting yang dia pikirkan hanyalah bagaimana menutupi aib keluarga dari kehamilan yang dia alami. Setidaknya kehormatan keluarga akan terselamatkan jika dia sudah bersuami sebelum perutnya membesar.

Adian kebingungan menghadapi Erlin. Dia tidak bisa memutuskan untuk menikahi seorang perempuan semudah membalik telapak tangan. Apalagi perempuan itu tak lain adalah mahasiswanya sendiri. Selain memang trauma yang masih membelenggu hati.

Adian harus memikirkan segala sesuatunya dengan matang. Dia bukan tipe orang yang mudah memberi penawaran dan keputusan seperti Erlin. Dia butuh proses berpikir yang panjang karena menyangkut kehidupannya ke depan.

"Saya butuh waktu untuk memikirkan sebelum mengambil keputusan," ujar Adian membuat Erlin kembali menggerutu.

"Di mana-mana biasanya yang minta waktu untuk menentukan jawaban itu adalah pihak perempuan. Kenapa ini jadi laki-lakinya yang alot?" keluh Erlin sambil menyindir.

Erlin sungguh berani menghadapi Adian dengan sikap terang-terangan. Etika dan kesopanan sudah dia buang jauh-jauh ketika tahu pemikiran aneh yang dianut Adian. Respectnya pada laki-laki itu juga hilang.

"Karena saya tidak seperti kamu yang bisa dengan mudah mengajak seseorang untuk menikah," balas Adian merasa jengkel dengan perkataan Erlin.

"Saya juga enggak akan sembarangan minta nikah kalau bukan karena terlanjur hamil," bantah Erlin lagi.

"Sudahlah. Saya lelah berdebat sama kamu," kata Adian.

"Harusnya yang merasa lelah dan tertekan itu saya karena saya adalah korbannya. Udah deh bapak enggak usah playing victim," balas Erlin.

Adian hanya bisa memijat dahi dan pelipisnya. Dia merasa pusing menghadapi sikap Erlin. Padahal mereka belum juga memiliki hubungan, kalau sampai benar-benar menikah, maka Adian harus menghadapi sikap Erlin yang seperti itu setiap hari.

Adian sempat mengeluh dalam batinnya. Entah apa maksud takdir membuatnya terikat dengan perempuan seperti Erlin. Perempuan yang menurut Adian masih terlalu labil, tidak dewasa, dan cengeng.

Adian sadar, mau tidak mau, kehamilan itu akan membuat mereka terikat satu sama lain. Walau bagaimana pun, Erlin adalah perempuan yang akan melahirkan anak untuknya.

Setelah cukup lama, Adian akhirnya mengajak Erlin untuk kembali menemui orang tuanya. Itu lebih baik dari pada terus berdebat di sana. Kedatangan mereka sontak mendapat tatapan penuh tanya dari Darman.

Adian berusaha bersikap bijak dengan meminta izin untuk membicarakan masalah itu secara kekeluargaan saja dengan orang tua Erlin. Mereka akhirnya keluar dari ruangan pimpinan rumah sakit.

“Jadi bagaimana semua ini bisa terjadi?” tanya Darman langsung menginterogasi saat mereka sudah keluar. Adian cukup gugup harus menghadapi orang tua Erlin tapi dia berusaha tetap tenang. Bahkan sesungguhnya Adian tidak siap untuk menghadapi keluarga Erlin saat itu juga.

"Perkenalkan dia adalah Pak Adian, Pa. Dosen Erlin di kampus," jelas Erlin sedikit memberi klarifikasi tentang identitas Adian.

“Jadi benar bahwa kamu adalah ayah dari janin yang ada dalam kandungan putri saya?”tanya Darman tertuju pada Adian.

“Sebelumnya saya mohon maaf, Pak. Saya juga tidak bisa memprediksi akan ada kesalahan sebesar ini dan melibatkan putri bapak,” balas Adian berusaha menunjukkan sikap sopan.

“Saya tidak mau lagi membahas kronologinya. Kesalahan ini sudah terlanjur terjadi. Sekarang yang terpenting bagi saya adalah solusinya. Bagaimana nasib putri saya ke depannya dengan kehamilan itu,” tegas Darman. Secara tidak langsung perkataan Darman menyiratkan permintaan pertanggung jawaban dari Adian.

Adian cukup mengerti hal itu. Bahkan sebelumnya dia juga sudah mendengar pilihan berat yang ditawarkan Erlin. Sekarang dia juga harus menghadapi ayah dari gadis itu.

“Saya...saya pasti akan bertanggung jawab atas anak yang ada dalam kandungan Erlin. Tapi...saya tidak bisa menikahi putri bapak.”

“Apa kamu bilang?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status