Anyelir sudah pernah melihat wanita itu di mall, jadi ia sudah tidak terkejut mendengar pengakuan wanita itu.
Anyelir tertegun melihat wajah cantik wanita itu, meskipun umurnya terlihat lebih tua darinya tetapi dia mengakui kalau Lidya memang terlihat sangat cantik."Nona Lidya, aku harap kau sedikit lebih sopan pada Nyonya Anyelir. Bagaimanapun juga dia adalah istri dari Tuan Abimanyu sekarang." Mbok Siwi sepertinya tidak menyukai sikap pongah Lidya terhadap Anyelir.Lidya memutar bola matanya. Ia melirik sekilas pada pembantu yang dari awal memang tidak pernah menyukai dirinya.Terdengar langkah kaki Abimanyu menuruni anak tangga. Lidya langsung memasang wajah manjanya dan tersenyum manis kepada laki-laki itu."Sayang, jadi wanita ini istrimu?" tanya Lidya dengan nada merajuk bergelayut manja pada tubuh kekar Abimanyu. Kedua matanya menatap sinis pada Anyelir yang masih belum beranjak dari tempatnya berdiri."Iya, tapi kau jangan khawatir, hubungan kami hanya sebatas status di atas kertas." Abimanyu tersenyum manis pada Lidya.Anyelir merasa jengah melihat tingkah mesra yang berlebihan dari Lidya. Anyelir pun ingin pergi meninggalkan sepasang kekasih yang membuatnya risih itu."Tunggu dulu!" Anyelir menghentikan langkahnya karena kali ini ia mendengar Lidya memanggilnya."Aku tahu kau adalah istri dari Abimanyu, tapi perlu kau ketahui juga jika aku dan Abimanyu sudah bersama cukup lama dan kami adalah sepasang kekasih. Jadi aku ingin kau mengerti dengan hubungan kami sekarang...." Lidya seolah meminta izin dan menegaskan kembali tentang hubungannya bersama Abimanyu. Dan menyiratkan kalau Abimanyu adalah miliknya.Anyelir hanya mendesah halus. Tanpa di kasih tahupun ia sudah tahu akan hal itu."Silakan saja, aku tidak akan mengganggu hubungan kalian." Tanpa menoleh Anyelir menjawab keresahan yang dirasakab Lidya."Aku minta maaf...." Tiba-tiba Lidya meminta maaf pada Anyelir membuat Anyelir menautkan alisnya."Maaf untuk apa?" Anyelir tidak mengerti dengan maksud permintaan maaf Lidya padanya.Tiba-tiba saja gadis itu bersikap sangat manis dan sopan di depan Abimanyu. Berbeda dengan saat tadi, ketika dia baru pertama kali masuk. Tatapannya sangat sinis dan menusuk.Kali ini Lidya seperti kucing manis yang ingin mendapat perhatian lebih dari tuannya."Maaf karena akulah hubungan kalian jadi tidak mulus seperti ini. Abimanyu terlalu mencintaiku jadi dia menolak perjodohan ini. Kamu jangan terlalu kecewa ya." Lidya begitu percaya diri, dia berharap bisa memanasi hati Anyelir yang sebenarnya sudah mati rasa.Kata-kata Lidya membuat Anyelir tersenyum getir. Apa maksud wanita itu mengatakan hal ini padanya. Bukankah seharusnya tidak saling menggangu saja sudah cukup? Apakah wanita ini bermaksud mengejeknya dengan berpura-pura polos seperti ini?"Kau tidak perlu meminta maaf padaku. Jalani hidup kalian seperti apa yang kalian inginkan." Anyelir memutar bola matanya dan berkata dengan tegas."Kenapa kau bersikap seperti itu? Lidya dengan tulus meminta maaf padamu, kenapa sikapmu seperti tak acuh seperti itu? Apa kau tidak menghargai niat baiknya?" Abimanyu mencekal lengan Anyelir yang hendak beranjak dari hadapannya.Anyelir menghembuskan nafasnya kembali. Ia sendiri tidak tahu harus bersikap bagaimana untuk menghadapi situasi ini. Apakah ia juga harus minta maaf pada Lidya karena telah dijodohkan dengan Abimanyu dan mengganggu hubungan mereka?Menurutnya sikap Lidya saja sudah aneh, lalu apakah ia juga harus bersikap aneh seperti dia? Terlalu bersandiwara. Seperti perempuan tertindas di adegan sinetron."Lalu aku harus bersikap bagaimana?" Anyelir mendesah kesal.Abimanyu menatap Anyelir dengan tatapan yang begitu menakutkan. Anyelir menahan nafasnya sejenak.Apakah dia telah menyinggung lekaki ini? Terus kenapa dia marah. Anyelir berusaha melepaskan tangan Abimanyu dari lengannya."Abi, sudahlah jangan marah, aku yang salah." Lidya menarik tangan Abimanyu."Kalian telah menikah, seharusnya aku tidak boleh datang ke rumahmu, maaf kalau aku telah menggangu kalian, aku akan pulang." Lidya mengusap lengan Abimanyu mencoba menenangkan pria itu.Anyelir masih terpaku di tempatnya menatap wajah Abimanyu yang tampak dingin.Lidya benar-benar pintar bersandiwara. Di situasi sekarang ini Anyelir justru terlihat menjadi pihak yang paling jahat."Yang seharusnya pergi dari sini bukan kamu," sindir Abimanyu dengan nada suara yang datar tapi cukup menggetarkan hati Anyelir.Abimanyu menarik tangan Lidya yang akan beranjak dari sisinya. Lidya terkejut menerima perlakuan ini dari Abimanyu. Kali ini Abimanyu benar-benar mempertahankannya di depan perempuan lain dan Lidya sangat senang dengan hal ini.Sudah bertahun-tahun ia berusaha mendapatkan hati pria tampan ini tapi selalu gagal sampai akhirnya ia bisa melangkah sejauh ini dan berhasil membuat kemajuan dalam hubungannya dengan Abimanyu. Tapi tetap saja perempuan itu tak bisa menggenggam hati Abimanyu sepenuhnya.Abimanyu menarik tangan Anyelir dan membawanya masuk ke dalam kamar dengan kasar. Wajahnya terlihat garang dan menyeramkan.Abimanyu menghempaskan tubuh Anyelir ke atas kasur. Wajah dinginnya membuat nyali Anyelir menciut. Gadis itu bangun dan duduk di tepi pembaringan dengan wajah bingung.Pergelangan tangannya bahkan terasa sakit karena cengkraman Abimanyu barusan."Dengar ya, Anyelir. Aku harap dalam waktu tiga bulan ini jangan sampai membuatku marah dan mencari masalah denganku. Karena kalau tidak, aku tidak akan segan menendangmu keluar dari rumah ini." Suara Abimanyu dingin dan datar. Membuat hati Anyelir seperti ditusuk sembilu."Tidak akan, aku tidak akan mungkin berani mencari masalah denganmu," tukas Anyelir dengan cepat.Meskipun sebenarnya ia masih tidak tahu persis letak kesalahannya dimana. Tapi demi meredakan kemarahan Abimanyu, Anyelir lebih memilih untuk mengalah."Kau tahu Lidya kekasihku, kan? Jadi mulai sekarang kau harus lebih bersikap hormat padanya. Jangan berani kurang ajar seperti tadi." Abimanyu masih terlihat marah.Bersikap hormat pada Lidya? Anyelir hanya bisa tersenyum getir.Dia tidak peduli dengan apa yang akan dilakukan oleh pria itu. Tapi ketika harus bersikap hormat pada wanita itu, harga dirinya seolah tercabik.Tapi Anyelir berusaha untuk bersabar ia hanya butuh waktu tiga bulan untuk tetap berada di sisi Abimanyu yang menyebalkan."Nanti malam aku tidak akan pulang. Aku harap kau mengerti.""Abi, aku ingin menghabiskan malam ini bersamamu," bisik Lidya pelan dengan memainkan jemarinya di dada bidang Abimanyu. Lidya berjinjit dan ingin menyentuh bibir pria itu dengan bibirnya. Tapi tak ada reaksi apapun dari Abimanyu. Lagi-lagi pria itu begitu dingin. Seakan tak menyimpan perasaan apapun terhadapnya dan hal ini selalu membuat Lidya kesal. "Kau tidurlah lebih dulu, badanku cape, aku mau berendam air hangat dulu sebentar." Abimanyu melonggarkan pelukan Lidya dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Lidya mendesis kesal karenanya. Ia tidak tahu harus dengan cara apa lagi merayu pria itu agar mau tidur dengannya. Ia memang menggunakan cara kotor untuk menipu Abimanyu agar mau menganggap kehadirannya. Ia pikir setelah berhasil membuat Abimanyu terikat padanya, ia dengan mudah bisa menaklukan pria ini. Tapi ternyata tidak semudah itu. Abimanyu tetap dingin dan mengabaikannya. Tidak pernah ada cinta untuk Lidya. Gadis itu bisa merasakannya. Dan mereka bersama karena terdor
Anyelir terkejut melihat kehadiran Abimanyu yang begitu tiba-tiba itu. Dengan cepat gadis itu menutup pintu lemari pakaian agar Abimanyu tidak melihat tas lusuhnya. "Kau baru pulang?" tanya Anyelir berbasa-basi. "Kelihatannya?" jawab Abimanyu dengan ketus. Wajah tampannya sungguh terlihat dingin dan membuat atmosfer di dalam ruangan itu membeku. Lelaki itu ngeloyor pergi melewati Anyelir yang berdiri terpaku. Tercium bau parfum wanita yang beraroma manis. Pasti bau parfumnya Lidya, batin Anyelir. Abimanyu membuka kemejanya karena merasa tubuhnya lengket. Semalam ia terlalu banyak minum hingga mabuk berat di apartemen Lidya. Dan sepertinya hari ini ia akan terlambat pergi ke kantor. Tak akan ada yang memarahi dia karena datang terlambat, sebab Abimanyu adalah CEO dari perusahaan milik keluarga Sudibyo. Terlihat punggung kekar Abimanyu yang begitu kokoh dan menggiurkan saat pria itu membuka kemejanya. Anyelir yang berada di belakang pria itu hanya bisa menelan salivanya karena me
Anyelir membuka pintu kamarnya dengan perlahan sembari membawa segelas teh hangat di atas nampan. Namun pemandangan di dalam kamar membuat Anyelir terlonjak kaget. Abimanyu duduk di atas sofa dengan wajah diliputi kemarahan. Jantung Anyelir seakan berhenti berdetak melihat wajah Abimanyu yang tampak dingin. Seketika atmosfer yang menyelimuti kamar itu terasa mencekam seperti di dalam neraka. Kedua mata Anyelir membulat melihat benda yang berada di tangan Abimanyu. Dengan cepat Anyelir menaruh nampan di atas meja di depan Abimanyu. "Jangan sembarangan menyentuh barang orang lain!" Anyelir memburu Abimanyu untuk merebut benda di tangan lelaki itu."Kau bilang orang lain? Kau sudah lupa kalau kita sudah menikah kemarin? Cih, tidak kusangka kau berani menipuku seberani ini, siapa ayah dari bayi yang kau kandung itu?!"Abimanyu melemparkan tespek kehamilan Anyelir ke depan muka gadis itu."Bukan urusanmu." Anyelir menjawab dengan ketus. Ia memungut tespek miliknya yang jatuh di lantai.
Anyelir menyimpan kembali tas lusuhnya ke dalam lemari. Lalu ia menoleh ke arah pintu yang terus diketuk dari luar. "Masuk!" Pintu terbuka, kepala Mbok Siwi nongol dan terlihat begitu khawatir. "Nyonya, saya lihat kau sedang kurang sehat? Apa mau saya antar berobat?"Anyelir mengerjapkan matanya. Terharu dengan sikap perhatian yang ditunjukkan Mbok Siwi. Wanita paruh baya itu menghampiri Anyelir yang kini duduk di tepi pembaringan. Rasa mual di perutnya sudah tidak sehebat tadi. Hanya saja, ia masih shock karena Abimanyu mengetahui kehamilannya. Anyelir memijit pelipisnya yang berdenyut sakit. Kepalanya sekarang yang pusing. "Tidak usah Mbok, sepertinya aku hanya masuk angin." Anyelir beralasan. "Kalau begitu, Mbok bikinkan teh jahe untuk menghangatkan perutmu." Mbok Siwi membalikkan tubuhnya ke belakang. "Tidak usah, Mbok. Aku sudah bikin teh hangat tadi. Aku rasa itu saja sudah cukup." Anyelir melirik ke arah segelas teh yang masih utuh yang sejatinya teh itu sengaja ia buat
Anyelir menoleh ke arah sumber suara. Ia melihat Abimanyu sedang berdiri di depan ruang kerjanya dengan melipat kedua tangannya di depan dada. Anyelir terpaku. Ia kira lelaki itu telah berangkat ke kantor. Rupanya ia memutuskan bekerja dari rumah. Anyelir menelan salivanya. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Jika ia mengatakan akan bekerja, apakah Abimanyu akan marah padanya? "Jawab aku, kau mau kemana?" tanya Abimanyu dengan wajah dingin. "Apa kau mau menemui kekasihmu?" tanyanya lagi dengan tatapan penuh selidik melihat penampilan Anyelir yang begitu rapih. "Tidak... A—aku hanya ingin pergi ke rumah Ibu," jawab Anyelir asal. Abimanyu sepertinya tidak percaya begitu saja. Ia menghampiri Anyelir dan menelisik gadis itu dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Secantik apapun kau berdandan, tetap saja kau tidak akan berhasil menarik perhatianku." Abimanyu berdecak dengan senyum yang penuh dengan ejekan. Hati Anyelir langsung panas mendengarnya. Ia tidak menyangka bisa menikah dengan
"Dasar wanita murahan!" bentak Abimanyu membuat Anyelir terkejut dan berdiri terpaku di dekat lemari baju.Wanita yang baru selesai mandi itu tertegun melihat Abimanyu yang tiba-tiba saja marah dengan kedua mata yang memerah. Abimanyu berjalan menghampiri Anyelir. Langkah berat dengan wajah dingin yang membuat Anyelir membeku dengan sejuta tanya. Kesalahan apalagi yang ia perbuat hari ini? Anyelir berusaha menahan gemuruh dalam hatinya. Perempuan murahan memang pantas ia sandang. Ia tak akan menyangkal akan hal itu. Tapi apakah harus, Abimanyu memanggilnya dengan sebutan itu secara terus menerus? Ia juga punya perasaan yang seharusnya Abimanyu bisa jaga. Cukup untuk tidak saling mengusik hidup masing-masing apakah sesulit itu bagi Abimanyu? "Siapa lelaki itu?" Abimanyu bertanya dengan wajah dinginnya. Aura mencekam langsung terasa saat Abimanyu hadir memasuki kamar. Semakin dekat lelaki itu ke arah Anyelir berdiri semakin Anyelir merasa tubuhnya bergetar takut. Raut wajah yang d
Hari itu sebelum bekerja, Anyelir pergi mengunjungi ayahnya. Hari masih sangat pagi dan waktu itu Tuan Hadi Wijaya baru saja selesai sarapan pagi. Istri dari Tuan Hadi, Nyonya Erika menyambut kedatangan Anyelir dengan ketua. "Ada apa kau kemari?" tanyanya sedikit kesal karena merasa terganggu dengan kehadiran Anyelir. Anak tirinya yang sangat ia benci dari dulu. Anyelir masih berdiri di depan pintu karena Nyonya Erika masih mencegahnya untuk masuk. Ia mendengar dari ibunya kalau Nyonya Erika dulu adalah sahabat ibunya, yang justru malah merebut Tuan Hadi dari ibunya. Menjadikan dirinya dan Nyonya Hera terlunta-lunta karena sengaja di buang ke Yogyakarta. Mengingat hal itu, wajah Anyelir pun menjadi suram. Ia marah dan benci pada wanita yang kini berada tepat di hadapannya itu. "Sudahlah Ma, biarkan Anyelir masuk." Tuan Hadi Wijaya yang baru saja selesai sarapan keluar dari dalam dan menyuruh Nyonya Erika membiarkan Anyelir masuk. Nyonya Erika masih terlihat tidak rela membiarka
"Abimanyu...?" Anyelir menghentikan langkahnya sejenak sebelum mengumpulkan keberaniannya untuk menghampiri Abimanyu yang datang bersama Lidya, kekasihnya. "Selamat siang, mau pesan apa Tuan? Silakan dilihat dulu buku menunya." Anyelir memberi salam dan melayani layaknya tamu biasa lainnya. Abimanyu yang merasa familiar dengan suara Anyelir, mendongak dan melihat wajah gadis yang berdiri di depannya itu. "Anyelir...." lirihnya dengan tatapan tak percaya melihat Anyelir berada di restoran ini. Berdiri dengan pakaian pelayan dan melayani dia hari ini. "Sedang apa kamu di sini?" serangnya kesal."Kau tidak lihat kalau aku sedang bekerja?" Anyelir masih menampakkan senyumnya karena ia tidak boleh terlihat bersikap ketus pada pelanggan. Abimanyu makin kesal mendapatkan sikap seperti itu dari Anyelir. Ia menganggap Anyelir tidak menghargainya sama sekali. Pria itu melihat pakaian yang dikenakan oleh Anyelir saat ini. Rok dengan panjang di atas lutut menampilkan kakinya yang jenjang, h